hari-hari memanjang
menjangkau ke tepi jurang
bernama bosan
seperti dedaun kering
disapu angin kemarau
satu persatu kawan-kawanku
berguguran
anak-anak berdiam diri
menggambar dirinya
dan cepat beranjak tua
di tungku purba yang tersisa
mencoba tak berputus asa
kutanak batu-batu
yang mengkristal
di hatiku.
Semarang, 27 april 2020
SURGA LIA
Seekor kucing
Sarang lebah di dahan delima
Koloni semut api di pot zaitun kerdil
Laba-laba ayam milik tetangga
Emprit kaji angkut bunga rumput buat sarang
Sesekali kutilang cerewet lewat
Uban bermekaran di kepala.
Seperti Lia kubangun edenku sendiri
Terluput dari doktrin kaku
Tanpa kitab suci
Hanya kabar-kabar sepele
Satu senyum setiap pagi cukuplah sudah.
Semarang, 12 April 2021
MESIN TENAGA KUDA
: buat peminum teguh
seekor kuda melonjak
di dadaku
kuda yang merindukan padang ilalang
kakinya mendoplak
meringkik
dan terus berlari
di dadaku kuda beranak pinak
dengan sebotol arak
kuda-kuda semakin melonjak
berbotol-botol brendy dan wyski
membuat kuda-kudaku
semakin berlari
puluhan kuda haus
di gugus mega
segala oplosan
ciu
congyang
mereka kian menggoyang
menggila
di angkasa
yang tak fana
52 tenaga kuda
di tenggorokanku
terus meringkik
menantang maut
di usia yang melanjut
mereka terus berdenyut
kuda-kuda mongolia
anak cucu tengri
langit biru
yang tercipta
dari aurora.
Semarang, 6 april 2020
PAGIKU
Hujan semalam telah pergi
Subuh belum datang
Di atap, di sebatang ranting pohon salam
Sepasang kutilang menyapa.
Dari pelantang mushola terdengar tarhim
Anak-anakku masih lelap
Dalam tidur istri senyum mungkin mimpikan aku.
Tak tega kujerang air
Sesendok serbuk hitam
Sejumput gula
Bau kafein di udara murni.
Sebelum kuambil wudhu
Sebatang rokok membuatku bersyukur
Surga ternyata bisa sederhana.
Semarang, 9 April 2021
BERGOTA
: Binhad Nurrohmat
dari bergota talang
tembus ke randusari
di sela nisan dan kamboja
di antara bosan dan sepi
kucari nama-nama yang dulu kau sebutkan
wajah-wajah yang kulihat sekali
dan memihak mati
daftar panjang
tanah berkalang
samar-samar
semarang berbau makam.
Semarang, 13 agustus 2009
Beno Siang Pamungkas, lahir di Bojonegoro, Jawa Timur 1968. Menyelesaikan pendidikan tinggi di Universitas Negeri Semarang. Di sela-sela perkuliahan, aktif dalam kesusastraan dan teater. Dipercaya menjadi pemeran utama di sejumlah pertunjukan teater: Julini atas judul Opera Kecoa, karya Arifin C. Noor bersama Teater SS IKIP Semarang, di Auditorium IKIP Semarang, sebagai Borok pada naskah Umang-umang atawa Orkes Madun II, karya Arifin C. Noor bersama Teater Dhome di Auditorium Radio Republik Indonesia, Semarang. Beno juga mengelola Teater Embrio di Jurusan Pendidikan Biologi. Aktif di berbagai kajian dan menulis karya sastra dalam bentuk puisi dan cerita pendek yang dipublikasikan di sejumlah surat kabar, dan antologi puisi. Ia salah satu sastrawan di balik gerakan revitalisasi sastra pedalaman bersama Sosiawan Leak, Wijang Wharek, Triyanto Triwikromo, dan Kusprihyanto Namma, yang diselenggarakan pada dasawarsa 1990-an. Sebagai pewarta menjabat koordinator daerah (korda) untuk MNC wilayah Jawa Tengah. Dan bersama Timur Sinar Suprabana, menerbitkan buku puisi Gobang Semarang dan Menyelam Dalam. http://sastra-indonesia.com/2021/04/lima-puisi-beno-siang-pamungkas/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar