Agusri Junaidi
Puan merasa tak siap untuk bicara tentang keluarganya
saat ini. Apa yang bisa dibanggakan, yang ada ia hanya akan merasa malu
terhadap kompleksitas yang menjerat mereka.
Ia tak akan melayani rasa keingintahuan Haris, Pras dan
beberapa lagi teman angkatannya. Itu sama saja menyakiti hatinya sendiri,
biarlah rahasia kepahitan hatinya ia simpan sendiri.
Rumit, mungkin itulah diksi yang tepat untuk
menggambarkan kemelut keluarganya. Harta yang harusnya menjadikan hidup lebih
sarat makna, malah menjadi sumber perpecahan. Dengan harta harusnya setiap
keluarga berbagi kebersamaan, namun nyatanya tidak seperti dambaan.
Rumah orang tua bukan lagi tempat mengasyikkan untuk
berkumpul, melainkan tempat yang panas, dan membakar seperti neraka.
Setiap orang berusaha untuk memiliki secara tunggal.
Ia tiga bersaudara dengan status sebagai anak bungsu. Ke
dua kakaknya, Jefri dan Andi sudah menikah, dan mereka berkonflik soal
penggunaan harta warisan.
Setelah ayahnya meninggal, kedua kakaknya itu digarami
oleh istrinya masing-masing mulai berebut hak waris, keduanya sama-sama
bernafsu menguasai harta peninggalan ayahnya.
Ayahnya adalah pengusaha yang cukup terpandang di Kepri,
usahanya dalam bidang hasil bumi pernah menjadi yang terbesar di kawasan itu.
Ayahnya sosok yang menonjol. Ia mampu memanfaatkan
kedekatan hubungannya dengan tokoh-tokoh penting.
Konfrontasi menyebabkan pemerintah Indonesia mengambil
beberapa kebijakan politik maupun ekonomi. Di antaranya melarang kapal-kapal
dari Singapura dan Semenanjung Malaya beroperasi di Indonesia, diikuti larangan
penggunaan mata uang dollar Singapura dan uang Malaysia sebagai alat pembayaran
di Kepri.
Bersama itu, pemerintah pusat memberlakukan mata uang
KRRP (Rupiah Kepulauan Riau) pada 15 Oktober 1963, serta memungut bea dan cukai
di Kepri.
Selain itu, dibuat pula kebijakan yang memasukkan Kepri
ke dalam wilayah pabean Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Penganti UU No.
8 tahun 1963, tanggal 10 November 1963. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan
pendapatan pemerintah, barang-barang yang masuk dari Sumatera dan Riau Daratan
akan dikenai pajak.
Akibatnya semakin menghambat perdagangan antara Kepri dan
daratan Sumatera. Bahkan pembayaran gaji para pegawai negeri sipil dan militer
di Kepri, khususnya Tanjungpinang, Lingga, Karimun, dan Natuna (Pulau Tujuh)
dilaksanakan dengan menggunakan mata uang rupiah.
Perubahan kebijakan ini sangat menyulitkan rakyat di
Kepri, karena terjadi pula perubahan sistem perdagangan di pulau ini.
Perdagangan yang sejak berabad-abad dilakukan secara
bebas dan langsung, karena begitu dekatnya jarak, kini berubah. Singapura
misalnya, yang sejak lama merupakan pasar bagi hasil-hasil komoditas pertanian,
perikanan, dan peternakan serta perkebunan pun terhenti. Barang-barang
kebutuhan pokok sehari-hari dari Singapura dan Malaysia sulit didapat.
Perdagangan tradisional bahkan perdagangan barter antara
Kepri dengan Malaysia dan Singapura langsung terhenti dan dilarang. Masa-masa
konfrontasi adalah masa paling sulit bagi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
Kepri.
Kebijakan pemerintah pusat yang bertujuan memblokade
ekonomi Singapura, kemudian merubah jalur perdagangan hingga Thailand, Filipina,
dan bahkan Jepang.
Namun, karena jarak tempuh yang jauh dan semakin
memburuknya kehidupan masyarakat, timbul perdagangan gelap dan penyelundupan,
dari dan ke Singapura.
Pada awalnya hanya untuk kebutuhan pokok sehari-hari,
lalu berkembang menjadi perdagangan illegal berbagai hasil bumi dan komoditas.
Banyak penduduk mulai menjual hasil bumi mereka secara diam-diam ke Singapura,
termasuk juga ayahnya.
Kebijakan blokade ekonomi berlanjut. Pemutusan
perdagangan dan hubungan ekonomi dengan Malaysia, serta menasionalisasi badan
usaha Malaysia dan Inggris, baik di Kepri maupun Riau Daratan. Akibatnya
terjadi perdagangan gelap berbagai komoditas, terutama bahan-bahan baku
industri di Singapura.
Agustus 1966 mengawali orde yang baru, perombakan
besar-besaran pengelolaan negara kemudian berlangsung damai dan lancar, namun
berbagai masalah ekonomi terutama lalu lintas perdagangan masih memerlukan
proses yang panjang.
Berbagai langkah pemerintah pusat setelah masa
konfrontasi berakhir, dilakukan untuk memulihkan kehidupan ekonomi di daerah
ini. Kedekatan dengan Malaysia dan Singapura dalam membangkitkan
perekonomiannya, terutama dalam mengelola pelabuhan internasionalnya, mulai
mempengaruhi kebijakan pusat.
Pemerintah pusat mulai mengalihkan perhatiannya ke Kepulauan
Riau, terutama Batam, guna ikut memanfaatkan jalur perdagangan dunia yang
paling ramai dan penting di belahan timur. Untuk merealisasikannya, pemerintah
pusat mengembangkan Pulau Batam menjadi daerah industri khusus, guna mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional. Batam dibangun sebagai kawasan industri pada
tahun 1971 dengan membentuk Badan Otorita Batam.
Selain mengembangkan Pulau batam, pemerintah juga menggagas
pembangunan ekonomi Kepulauan Riau (termasuk Riau) pada tahun 1990. Di
antaranya adalah dengan menjalin kerjasama regional dengan membentuk kawasan
segitiga pertumbuhan ekonomi Singapura-Johor-Riau (Sijori), yang dikenal
sebagai IMS-GT atau Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle.
Langkah ini ingin memajukan pertumbuhan seraya bersepakat
dengan Singapura, Johor (Malaisia) dan Riau (Indonesia). Bertujuan untuk
memadukan kekuatan ekonomi secara kompetitif pada tiga kawasan itu menjadi
suatu kawasan pertumbuhan ekonomi yang menarik bagi investasi.
Indonesia dengan keunggulan sumber daya alam serta lahan
di Kepri serta modal dan keahlian Singapura, berpadu menjadi kawasan unggulan
berdaya tarik ekonomi yang kuat serta memberikan peluang investasi bagi Kepri,
Riau dan daerah lainnya di Sumatera..
Pertumbuhan ekonomi membangkitkan kawasan industri dan
wisata daerah ini. Setelah Batam berbagai industri penting yang cepat
menumbuhkan ekonomi, menyusul pula di kawasan lainnya di Bintan dengan
dibukanya resort wisata di Lagoi, Bintan Utara, serta Lobam di sekitar Tanjung
Uban.
Kebijakan ini diakui telah menumbuhkan dan membangkitkan
ekonomi Kepri secara kuantitatif, walaupun keberhasilan ini belum sepenuhnya
dinikmati oleh rakyat Kepri.
***
Sayang, ayahnya tak berumur panjang, ia meninggal dalam
sebuah kecelakaan pesawat terbang dua tahun lalu.
Ia masih mengingat jelas, hari ketika ia mendengar kabar
itu. Bahkan pakaian apapun yang ia kenakan pada hari yang ia merasa begitu
hampa. Ayahnya adalah segalanya.
Di tengah kesibukannya yang beragam ia masih akan
menyediakan waktu bagi anak-anaknya.
Belum pernah ayahnya mengecewakannya, hati Puan
benar-benar terpukul. Perlu waktu baginya menerima ketentuan ini.
Situasi terakhir menjadikannya pihak yang terjepit. Ini
bukan hal yang mudah baginya, ia menyayangi keduanya dan mereka pun sebenarnya
sangat menyayanginya, hanya saja tak mungkin bagi Puan untuk memihak salah
satunya, ia sangat menyayangi keduanya.
Andai ayahnya masih hidup, semua ini tak akan terjadi.
Ayahnya selalu sosok yang bijak dan mampu mengendalikan situasi dengan dingin.
Kedua kakaknya sama keras dan bernafsu, sehingga upaya
Puan untuk mencari jalan tengah bagai membentur dinding batu. Seperti menulis
kata-kata pada pasir pantai yang selalu hilang terkena buih ombak, upayanya tak
juga berhasil.
Akibat harta, kakak-kakaknya tidak lagi melihat diri
masing-masing sebagai saudara kandung. Warisan persaudaraan sedarah yang lahir
dari satu rahim yang sama tidak cukup menjadi kekuatan untuk mengetuk rasa hati
nurani anak-anak yang lahir di dalamnya.
***
Puan banyak mendapatkan pelajaran dari kisruh
keluarganya. Kenyataannya bagi Puan, konflik karena harta adalah suatu kondisi
yang merendahkan martabat seseorang dari kehidupannya di mata dunia.
Bagi Puan hal itu tanpa sadar telah menuhankan harta dan
rela melakukan segala cara demi mendapatkan itu.
Harta itu datang dan pergi, bisa dicari. Namun saudara
kandung adalah materai dari langit, sekali hancur, ia tidak akan bisa berdamai
lagi.
Kepada siapa seseorang akan lari, ketika ditimpa
malapetaka kehidupan selain kepada keluarganya sebagai tujuan utama? Hidup
manusia selalu naik dan turun, kita tidak pernah tahu kapan berada di atas dan
kapan berada di bawah. Adakalanya, kita akan membutuhkan saudara kandung
sebagai penopang yang diberikan Tuhan sejak lahir, karena saudara kandung lebih
mengerti dan memahami karakter dan sifat kita yang alami.
Lalu, ketika semua itu dihancurkan hanya demi harta yang
sifatnya sementara di genggaman kita, apakah mungkin, ketika susah bisa saling
menguatkan langkah?
Karena itu, ia memilih menjauh dan memperjuangkan hidupnya
sendiri.
Saat Sipenmaru ia mengambil pilihan berkuliah di Lampung,
sebuah tanah yang asing sama sekali baginya. Yang jadi persoalan baginya adalah
ibunya. Ia begitu sering merindukan perempuan yang sudah melahirkannya itu,
meski terkadang ibunya menyempatkan datang ke Lampung untuk menjumpainya.
***
“Hei kamu kok dari tadi melamun saja, mau tambah lagi
makanannya,” Martha yang dari tadi memperhatikan Puan agak murung menawarkan.
“Enggak kok Kak, emm... aku sudah cukup, takut mual,”
jawab Puan.
Haris dan Albar sedang serius memindahkan tulisan ke atas
kertas, mereka sedang mengerjakan tugas kuliah yang tak sempat dikerjakan ke
rumah.
Gelas minuman di depan mereka sudah kosong dan mengembun
sisa dingin es batu. Begitulah anak muda, kadang tak mampu menggunakan waktu
dengan baik dan sangat suka bekerja dikejar deadline.
Di pojok lain, sekelompok mahasiswa tertawa-tawa dan
mengobrol dengan keras. Mata mereka terlihat merah dengan tingkah laku yang
kurang normal dibawah pengaruh narkotika.
Dari cerita seniornya, Puan tahu betapa derasnya
perputaran narkotika dikampus pada akhir-akhir ini. Anak muda seperti dinina
bobokan dengan penggunaan barang terlarang itu, mereka mempertaruhkan nyawanya
untuk kenikmatan sesaat. Apakah ini ada hubungannya dengan tingginya tingkat
protes akhir-akhir ini.
Bagaimana jika mereka meninggal over dosis, apa yang
dirasakan orang tuanya, tentu begitu sedih dan kehilangan.
***
*) Sekuel dari Novel “Perempuan Pulau Penyengat.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar