dan Penggerak Antikorupsi Orang-orang Kampung
Oyos Saroso HN
SUATU malam pada bulan November 1996, di acara Mimbar Penyair Abad 21 di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, seorang pemuda berperawakan kecil, bermata sipit, berkulit putih bersih, dan berambut panjang sebahu berdebat keras dengan panitia. Dia nyaris meninju penyair Remmy Novaris DM, seorang panitia, karena kemarahannya tak terbendung lagi.
Malam itu si pemuda sipit peserta mimbar penyair itu ngotot ingin membacakan puisi karena esok harinya harus ujian skripsi. Sementara Remmy bersikukuh si pemuda harus membaca puisi esok malamnya alias harus menunda ujian skripsi semester depannya kalau ingin tetap membacakan puisi.
Untunglah penyair Sutardji Calzoum Bachri bisa menengahinya. Akhirnya, si pemuda bermata sipit malam itu tetap diperbolehkan membaca puisi dan langsung pulang dengan kapal fery ke Lampung. Esok harinya si pemuda itu menempuh ujian skripsi, dan lulus.
Tiga tahun setelah insiden kecil di Taman Ismail Marzuki, Ahmad Yulden Erwin, si mata sipit berambut gondrong itu, sudah mulai jarang mempublikasikan dan membacakan puisi-puisinya di muka publik. Sejak 1999 dia menjadi aktivis NGO antikorupsi. Dia lebih sering keliling desa di Lampung untuk menggerakkan warga menjadi relawan atau simpatisan gerakan antikorupsi.
Meski masih menulis puisi, kini Erwin tak perlu berdebat dengan siapa pun untuk membacakan puisi. “Saya sudah menemukan puisi yang jauh lebih konkret pada gerak hidup warga desa. Ketulusan mereka menjadi penyemangat hidup saya untuk menjadi lebih berarti bagi masyarakat,” ujar Erwin, koordinator Komite Anti Korupsi yang juga murid meditasi Anand Krisna itu.
Para sahabatnya menyebut dia sebagai “Cina Kebon”. Itu bukan olok-olok, tetapi sapaan akrab bagi Erwin karena kulitnya putih dan matanya sipit. “Cina Kebun” biasa dipakai oleh masyarakat Lampung untuk menyebut orang kulit putih bermata sipit (biasanya berasal dari suku Semendo, Sumatera Selatan) yang sehari-harinya bekerja di kebun kopi. Dilahirkan di Tanjungkarang pada 15 Juli 1972, kedua orang tua Erwin memang berasal dari suku Semendo.
Ketika rezim Orde Baru jatuh, era reformasi bergulir, dan para mahasiswa menyelesaikan kuliahnya, banyak mantan aktivis mahasiswa di Lampung yang terjun ke dunia politik dan bisnis. Erwin menempuh jalan lain. Bersama beberapa mantan aktivis mahasiswa dan aktivis kesenian kampus, pada tahun 1999 ia membentuk Komite Anti Korupsi (Koak). Pada awal Koak berdiri, salah satu kamar di rumah orang tuanya di daerah kelurahan Sukarame, Bandarlampung, dijadikannya sekretariat Koak. Untuk merancang kegiatan Erwin dan kawan-kawannya memakai garasi orang tuanya yang kosong.
Selama setahun Erwin dan para mantan aktivis mahasiswa menyiapkan Koak untuk menjadi organisasi modern yang berbasis pada rakyat kecil. Menginjak tahun kedua, dukungan dari lembaga donor baru datang. Dengan dukungan dana dari CSSP, program pengorganisasian antikorupsi yang dilakukan Koak berjalan lancar. Dalam setahun sudah terbangun jaringan rakyat anti korupsi di lima kabupaten di Lampung. Di setiap kecamatan terbentuk Posko Masyarakat Pemantauan Korupsi (PMPK). Para relawan PMPK itulah yang menjadi andalan Erwin melakukan pencegahan korupsi di tingkat kecamatan. Mulai dari korupsi dana bantuan desa, korupsi dana Program Pengembangan Kecamatan (PPK), sampai penyelewengan bantuan beras untuk rakyat miskin (raskin) menjadi pantauan para relawan Koak.
Seperti bola salju, dari tahun ke tahun para relawan dan simpatisan Koak pun bertambah dari puluhan menjadi ratusan orang, ribuan, dan kini mencapai puluhan ribu orang. Mereka tersebar di 75 desa dari 25 kecamatan di Kabupaten Tulangbawang, Lampung Utara, Lampung Barat, Tanggamus, Lampung
Timur, dan Way Kanan.
“Mereka bukan dari kalangan intelektual atau kelompok terpelajar, tetapi justru para petani yang sederhana. Dari pergaulan saya dengan warga desa, saya menyimpulkan bahwa rakyat kecil di desa-desa sangat responsif terhadap pemberantasan korupsi. Mereka berharap banyak terhadap pemberantasan korupsi, tetapi umumnya mereka tidak tahu bagaimana memberantas korupsi,” kata Erwin.
Respons rakyat bawah yang begitu antusias itulah yang menyebabkan Erwin lebih memilih membangun masyarakat di tingkat desa untuk melakukan pemberantasan korupsi. Sebagai orang yang ditokohkan oleh ribuan orang di desa-desa, selama menjadi koordinator Koak waktu Erwin nyaris dihabiskan di kampung-kampung untuk memberikan motivasi dan pelatihan pengorganisasian gerakan rakyat antikorupsi kepada penduduk desa.
Menurut Erwin, orang-orang kampung yang menjadi aktivis gerakan antikorupsi lebih jujur dan tulus dalam bekerja. Mereka terjun ke gerakan antikorupsi karena kesadaran, bukan karena digerakkan oleh motif-motif politik. Erwin kemudian mencontohkan seorang petani cengkeh di Sulawesi Selatan yang sengaja memotong tangan kanannya, beberapa tahun lalu, karena Nurdin Halid menang di pengadilan dalam sebuah kasus dugaan korupsi.
“Petani itu rela dirinya menjadi martir karena sudah frustrasi dengan penegakan hukum. Tapi, tentu, kita tidak mengharapkan tindakan petani cengkeh itu ditiru orang lain,” ujarnya. Selain melakukan pengorganisasian warga desa, bersama para aktivis Koak, Erwin juga bekerja di wilayah politik, yaitu dengan melakukan advokasi APBD di tingkat provinsi dan 10 daerah tingkat dua (delapan kabupaten dan dua kota) di Lampung. Hasilnya memang belum terlalu menggembirakan.
Namun, berkat dukungan teman-teman NGO lain yang peduli terhadap transparansi anggaran, Koak berhasil mengungkap kasus korupsi APBD Lampung 2001 dan 2002 senilai Rp 14 miliar, korupsi APBD Kota Bandarlampung 2002-2003 senilai Rp 3,7 miliar. Tiga anggota DPRD Bandarlampung sudah divonis penjara dua tahun, tiga lainnya belum disidang. Sementara di provinsi, dari 6 anggota Dewan yang menjadi tersangka, belum satu pun yang disidang.
Melakukan advokasi APBD, kata Erwin, jauh lebih sulit ketimbang mengorganisir masyarakat desa. Sebab, yang dihadapi bukannya orang-orang desa yang lugu dan tulus, tetapi para politisi yang memiliki motif-motif politik. Keberhasilan Koak dan jaringan NGO di Lampung mengungkap kasus korupsi APBD, salah satunya, karena adanya dukungan dari sebagian kecil anggota DPRD.
“Para anggota Dewan yang relatif masih bersih sering kami ajak berdiskusi tentang korupsi. Jumlahnya tak lebih dari empat orang. Tapi kami saling percaya dan menjaga. Mereka memasok data dan memberikan banyak informasi tentang politik anggaran di DPRD kepada kami,” kata Erwin.
Karena basis Koak berada di desa-desa, ke depan Koak akan lebih memfokuskan diri untuk melakukan pencegahan korupsi dari tingkat sampai kabupaten. “Pengungkapan kasus korupsi biar ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kami hanya membantu dan mendukung KPK saja. Sebab, toh sebagai NGO kami tidak memiliki kekuatan seperti KPK,” tambahnya.
Untuk mengubah strategi gerakan antikorupsi, kata Erwin, Koak sedang menyiapkan pembentukan Komisi Anggaran Masyarakat (KAM) di setiap desa. Jangka pendeknya, dalam setahun Koak akan memfasilitasi terbentuknya KAM di 75 desa di 25 kecamatan yang tersebar lima kabupaten.
Dengan adanya KAM di desa-desa diharapkan masyarakat desa juga turut merencanakan dan mengawasi pembangunan di desanya masing-masing. “Kalau program ini berhasil, saya akan menularkannya ke 37 NGO antikorupsi yang bergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Indonesia,” ujarnya.
Sejak November 2002 Erwin dipercaya para aktivis antikorupsi di Indonesia menjadi konsulat—semacam direktur eksekutif—Gerak Indonesia. Sejak itu “wilayah edar” Erwin tidak lagi hanya di desa-desa di Lampung, tetapi berpindah-pindah dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Palembang, Medan, Jakarta, Yogyakarta, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, hingga Nusa Tenggara Barat.
Jabatannya sebagai konsulat Gerak Indonesia memang mengharuskan dia menjadi fasilitator dan memberi materi dalam berbagai seminar dan workshop tentang gerakan antikorupsi di 22 provinsi di Indonesia. “Hampir 75 persen waktunya dipakai untuk keliling Indonesia dan desa-desa di Lampung. Bahkan teman-temannya pernah dibuatnya jengkel karena dia masih terus saja meninggalkan anak dan istrinya ketika anak keduanya sudah mau lahir,” kata Daniel H. Ganie, salah satu sahabat Erwin.
Kejengkelan teman-teman Erwin tidak hanya karena dia sering meninggalkan keluarganya pada saat dibutuhkan. Ivan Sumantri Bonang, salah satu teman Erwin yang turut membidani Koak, menuturkan para pengurus Koak pernah jengkel karena Erwin memimpin Koak seperti seorang direktur memimpin perusahaan.
“Para staf Koak dulu harus masuk pukul 08.00 dan baru pulang pukul 16.00. Kalau terlambat masuk kerja, staf tersebut akan dikurangi gajinya. Itu yang membuat beberapa teman yang menjadi stafnya mundur sebagai staf Koak,” kata Ivan.
Tentang hal itu Erwin punya alasan tersendiri. Salah satunya, menurut Erwin, karena Koak baru berdiri dan mendapatkan dana yang lumayan besar dari lembaga donor asing. Sementara para staf Koak umumnya para mantan aktivis mahasiswa dan mantan ektivis kesenian di kampus yang tidak terbiasa disiplin.
“Sebagai lembaga yang baru berdiri dan diberi kepercayaan mengelola dana sampai miliaran rupiah, saya harus bisa mempertanggungjawabkan dana itu kepada pihak donor. Sebagai NGO antikorupsi kami juga harus memberi contoh untuk tidak melakukan korupsi, termasuk korupsi waktu. Hasilnya cukup bagus. Sekarang, tanpa ada saya di kantor, pekerjaan sudah beres karena semua staf sudah tahu tugas dan tanggung jawabnya masing-masing,” kata Erwin.
Kini, gaya Erwin memimpin Koak tidak lagi seperti seorang direktur perusahaan karena sistem Koak sudah terbangun dengan baik. Ada seorang direktur eksekutif yang mengendalikan tugas sehari-sehari. Jika Erwin keliling ke berbagai daerah di Indonesia untuk menjalankan tugas sebagai konsulat Gerak Indonesia, Koak sudah ada yang mengurus.
Erwin mengaku ajaran Anand Krisna tentang spiritualitas sangat membantunya dalam menjalankan tugas sebagai fasilitator dan motivator gerakan antikorupsi. Mengutip ajaran Anand Krisna, Erwin mengatakan seseorang yang sadar secara spiritual harus berkarya demi bangsanya, bukan mencari aman sendiri dan hidup demi dirinya sendiri.
“Sebagai manusia spiritual kita harus tahu apa persoalan yang dihadapi bangsa saat ini. Kita harus terjun di dalamnya. Dalam berbagai kesempatan bertemu dengan relawan antikorupsi saya selalu memotivasi mereka agar menjadi orang biasa tanpa rasa takut dan harapan muluk-muluk. Hanya dengan cara itu seorang relawan antikorupsi akan bekerja tulus,” ujar Erwin.
Sebagai konsulat Gerak, Erwin mengaku sangat khawatir dengan penyaluran dana bantuan ke Aceh dan program rekonstruksi Aceh. Selain dana rekonstruksi Aceh sangat besar—mencapai Rp 45 triliun—masyarakat Aceh dan NGO antikorupsi di Aceh sendiri kekurangan sumber daya manusia dan infrastruktur untuk untuk mengawasi penyaluran dana.
“Infrastruktur NGO di Aceh banyak yang hancur, banyak dokumen yang hilang. Rakyat Aceh juga masih lemah dan belum bisa menjalankan kerja pencegahan korupsi, ” kata Erwin, yang bersama para aktivis Gerak Indonesia sedang melakukan advokasi APBD di 15 kota/kabupaten di Indonesia.
Menurut Erwin, untuk mencegah terjadinya korupsi penyaluran dana –termasuk dana rekonstruksi Aceh—harus ada sistem pengawasan korupsi dalam dua lapis. Lapisan pertama dari pihak Badan Pelaksana Rekonstruksi Aceh (diketuai Kuntoro Mangkusubroto), lapis kedua adalah dari NGO. Dengan adanya sistem pengawasan dua lapis dan melibatkan masyarakat setempat diharapkan kontrol menjadi lebih kuat sehingga korupsi bisa dicegah.
“Masyarakat Aceh harus dilibatkan dalam monitoring bantuan. NGO harus mensuport data kepada masyarakat, berapa sebenarnya anggaran bantuan yang mereka terima dan siapa saja yang menerimanya. NGO antikorupsi di Aceh harus menyiapkan sistem data base penyaluran dana memfasilitasi advokasi korupsi ke tingkat nasional,” ujarnya.
Sumber: thejakartapost.com
https://www.teraslampung.com/ahmad-yulden-erwin-penyair-markotop-dan/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar