(lpmarena.com)
Isma Swastiningrum
Mamuk namanya. Saat kecil ayahnya berkata dia bodoh, karena sering lambat dalam belajar dan tiga kali tidak naik kelas. Setelah waktu berlalu, Mamuk atau Pramoedya Ananta Toer kini menjadi salah satu legenda sastrawan Indonesia yang terkenal dengan realisme soasialisnya. Sastra perlawanan yang memiliki watak tidak kenal kompromi dengan lawan, mengusung politik sosialis, memajukan proletariat, dan mengecam bebagai macam bentuk tindakan anti kemanusiaan.
Pram dengan asas kemanusiaan, hendak membangun metode baru –atau agama baru– yakni PRAMIS. Pramis tidak merujuk pada pemuja fanatik yang mengelu-elukan Pram. Namun Pramis merupakan sebuah pandangan: yang menunjuk pada sebangunan keyakinan Pram sendiri yang paling personal sebagai pengarang yang terus menampung kontradiksi tindakan antara individualisme dan gerak sosial dalam masyarakat. (ISAP: 30)
Dari pengertian di atas pengarang (laiknya Pram), di satu sisi menempuh jalan sunyi, berjelaga, disiakan yang terjal berliku, tapi di sisi lain apa yang dihasilkannya untuk kepentingan kemanusiaan. Pram yakin akan otoritasnya sebagai manusia yang mampu bersikap seperti halnya ubermensch (adi-manusia) dan menggerakkan manusia.
Pramis sendiri bisa dilacak dari tiga simpul karya Pram yang ditawarkan oleh Taufik Rahzen, yakni: kebenaran, keadilan, keindahan. Kebenaran merupakan asas manusia berposisi, melangkah, dan bergerak. Kebenaran memberikan teladan, bukan memerintah. Lalu, keadilan berarti realisasi kebenaran dalam kenyataan sosial yang berjalan dialektis. Di mana pertemuan antara kebenaran dan keadilan tersebut menghasilkan keindahan. Keindahan di sini bukan keindahan gaya naturalisme yang mengutak-atik bahasa, melainkan keindahan dalam memperjuangkan kemanusiaan dan pembebesan terhadap penindasan.
Proses kreatif Pram (untuk menjadi Pramis) seperti yang dijelaskan dalam buku ini, ia punya empat jurus:
Pertama, menulis itu ideologis. Menulis bagi Pram adalah tindakan politik dan merupakan tugas nasional. Politik di sini diartikan memperjuangkan kebenaran, keadilan, kemanusiaan, baik lewat tulisan maupun tindakan. Menulis bagi Pram merupakan perlawanan, visi, dan sikap.
Kedua, menulis itu riset. Tak diragukan lagi, kerja personal Pram mengkliping merupakan bekal utama Pram dalam melukan riset. Setiap hari Pram tak bisa lepas dari lem, gunting, dan koran, sampai di buku ini Pram dijuluki “Si Pendekar Gunting dari Bojong”. Bahkan saking gilanya Pram mengkliping, Pram didakwa mencuri dokumen nasional dari Museum Gajah. Di rumah Pram di Bojong Gede, Bogor, klipingan tertata dengan rapi. Pram berniat membuat ensiklopedia kawasan Indonesia untuk memandang Indonesia seutuhnya, dari Aceh sampai Papua. Bagi Pram, riset penting karena sastra bukan karya ingusan, tapi pengetahuan. Dari kliping inilah ia mendapatkan data-data primer akan apa yang ditulisnya, dan dengan riset, sastra menjadi kokoh dan bisa dipertanggungjawabkan.
Ketiga, menulis itu disiplin. Disiplin yang dimaksud adalahh disiplin kerja—bukan angina-anginan. Sebagaimana filsafat manusia Marxian, hakikat dari manusia adalah kerja. Dengan kerja manusia bereksistensi, membangun relasi, dan menyejarah. Selain disiplin menulis, Pram juga disiplin olahraga dan senyum, baginya senyum yang ikhlas dapat merilekskan pikiran, jiwa damai, dan optimis.
Keempat, menulis itu keterampilan bahasa. Pram cukup terinspirasi dengan apa yang disampaikan A. Teuuw. Menurut Teuuw sastrawan cukup mengusai satu bahasa yang benar-benar dia kuasai, penguasaan bahasa lain adalah pekerjaan penerjemah. Bahasa dikuasai tak hanya dari diksi, tapi juga (meminjam Foucault) arkeologi dan genealoginya. Bagaimana bahasa beroperasi, baik dibentuk, ditransformasikan, hingga rasa bahasa sendiri.
Melalui empat penyingkatan proses kreatif Pram bekerja di atas, pengembaraan Pram menghasilkan apa yang Muhidin sebut sebagai “anak-anak ruhani” Pram, yakni buku-buku Pram. Menurut penelitian yang dilakukan Koh Young Hun menceritakan, membaca buku-buku Pram secara keseluruhan, kita bisa membaca jejak Indonesia dalam empat tonggak. Buku-buku ini sekaligus membaca manusia Indonesia berserta tragika-tragikanya. Keempat tonggak tersebut: 1) Masa Kerajaan Hindu-Budha. 2) Masa Islam (Demak dan Mataram). 3) Masa kolonial. 4) Masa Republik. Untuk itu agar kemanusiaan terbuka, benar seperti yang dikatakan Gorki: the people must know their history.
Pemikiran Pram sangat erat kaitannya dengan angkatan muda dan revolusi. Pemuda menjadi unsur pertama yang Pram rindukan. Sosok pemuda itu salah satunya hadir lewat tokoh Minke yang tak lain sebagai representasi dari Sang Pemula, Tirto Adhi Surjo. Minke pemuda yang sadar posisi, yang mencungkilkan feodalisme dan menggerakkan rakyat agar tak berjiwa jajahan. Pemuda juga satu keping koin dengan revolusi. Revolusi yang diartikan perubahan masyarakat secara fundamental di segala segi, meluas dan mendalam. Menurut Pram: “Angkatan mudalah yang membuat revolusi”. Ini termaktub dalam tokoh Pram, seperti Saaman, Midah, Gadis Pantai, Farid, Larasati, dan lainnya.
Karya Pram sendiri sangat memihak pada perempuan, karena dalam karya Pram pribadi para perempuan disifati kuat, pejuang, dan tidak putus asa. Bahkan jika diperhatikan, dialog dalam tulisan Pram, percakapan tokoh perempuan selalu mengalir, menyenangkan, cerdas, dan literair. Misal antara Minke dan Nyai Ontosoroh dalam Bumi Manusia. Berbeda ketika percakapan antara laki-laki dengan laki-laki, terkesan kaku, dingin, dan formal. Misalkan Galeng dengan Syahbandar Tuban dalam Arus Balik.
Buku ini cukup material dalam menggambarkan sosok Pram, juga humanis. Meski semelegenda apapun Pram dan karya-karyanya, bagi orang terdekatnya Pram juga manusia biasa. Dari kesaksian istrinya Maemunah Thamrin, Pram seperti halnya manusia lain: marah ketika rumah dan perpustakaannya dibakar, merasakan lapar, diusir mertua, dan punya banyak anak (sembilan anak). Tapi dia juga anomali bagi istri dan anak-anaknya, semisal dia tidak mau tahu menahu tentang dapur. Atau kisah miris Astuti Ananta Toer anak Pram yang tak pernah dibelikan mainan, karena mainan yang diberikan hanya buku.
Atau kisah Yudistira Ananta Toer yang merasa dingin oleh papinya sendiri. Yudi saat Pram keluar dari penjara ia ingin tidur dekat Pram, tapi Pram menyuruhnya pindah. Yudi mengulangi perbuatannya lagi tidur di dekat Pram, tapi Pram malah menaruh Yudi di kamar mandi. Sampai seminggu kemudian Yudi dibuatkan kamar sendiri. Atau ketika Yudi meminta kacamata pada Pram, karena matanya sudah tidak jelas ketika membaca, tapi Pram malah melempari Yudi dengan asbak. Kata Pram: Jangan pernah mengharapkan sesuatu dari orang lain. Kalau ingin sesuatu berusaha sendiri. Bagi saya pribadi ini begitu menyentuh, saya sampai membayangkan jika saya menjadi Yudi.
Ya, Pram yang sifatnya keras tak lepas dari masa lalu dan keadaan-keadaan yang menimpanya. Akan hidupnya yang pedas, panas, pun bahasa rock-nya cadas. Hingga di akhir hidupnya, Pram menghembuskan nafas terkahirnya dikelilingi dengan orang-orang yang menjadi sahabatnya, bukan mereka yang wah-wah. Pram hidup untuk memberi nyawa pada mereka yang ditindas, mereka yang lemah, dan mereka yang takut. Mengutip Pram: Kamu jangan takut dan maju untuk bicarakan ide-ide kamu. Sekali kamu takut, kamu kalah.
Dalam buku ini saya ingin memberi garis merah pada konsepsi Pramis yang dihadirkan Muhidin dan Pram kaitannya dengan individualisme pengarang. Pram pun menulis:
“Setiap pengarang kreatif hampir selalu seorang individualis, berwawasan mandiri, sulit untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang lain, keadaan lain, apalagi bila sama sekali baru. Seorang individualis hanya mendengarkan apa yang menurut pikirannya sendiri lebih tepat atau lebih baik, tanpa atau kurang mengindahkan yang selebihnya… Kebiasaan kerja ini menimbulkan watak individualis, banyak kali melupakan atau tidak menggubris lingkungannya dengan tata tertibnya. Watak individualisnya menyebabkan ia tidak disukai oleh lingkungannya, apalagi oleh orang-orang yang mengutamakan tata tertib. Sebaliknya kemashurannya menyebabkan ia dikagumi. Ia hidup dalam dua ektremis di dalam masyrakatnya sendiri. Seidak-tidaknya: di Indonesia.” (NSSB: 115-116)
Di sini Muhidin begitu gegabah mengamini kata Pram tentang individualis pengarang. Saya curiganya Pram yang dalam buku Nyanyi Sunyi Seorang Bisu menulis dirinya menderita inco (inferior complex) dan minder akut mengakibatkan Pram berapologi seperti di atas. Bagi saya, jurang kematian pengarang justru hadir ketika pengarang sibuk dengan dirinya sendiri, dengan individualismenya sendiri. Karena ketika pengarang “bertapa dalam altar kesunyian pribadinya” pengarang menempatkan diri sebagai tuan dalam kerajaannya sendiri yang tak mungkin juga dia menjadi penindas baru dan tuan baru. Namun, yang menjadi semacam idiosyncratic pula, Pram dalam buku-bukunya saya rasa telah selesai dengan “individualitasnya”.
Kontradiksi antara individual dan sosial dalam Pramis begitu berbenturan—meski dialektis. Lagi pula konsep sosial tidak bisa sama dengan perjuangan individual yang soliter. Tetap saja meski Pram bilang individualis bagi saya bukan individual yang dimaksud, tapi lebih ke sikap independen. Ia lebih merujuk pada pengertian politis daripada taktis.
Judul Buku: Ideologi Saya Adalah Pramis (Sosok, Pikiran, dan Tindakan Pramoedya Ananta Toer)? Penulis: Muhidin M. Dahlan ? Penerbit: Octopus Publishing House, Yogyakarta? Cetakan: I, 2016 ? Peresensi: Isma Swastiningrum
https://lpmarena.com/2016/05/07/sastra-dan-kemanusiaan-ala-pramis/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar