(Gambar Instagram @_infocegatansolo, dari dream.co.id)
Taufiq Wr. Hidayat *
Menurut orang bijak, kearifan adalah puncaknya pengetahuan. Kebahagiaan bergantung pada siapa orang, lantaran setiap orang punya kebahagiaannya masing-masing. Ia personal. Seperti keimanan. Tak ada jenis kebahagiaan yang permanen, katanya. Entah siapa orang bijak itu. Kata dia, harapan yang sakit adalah sembuh. Sedangkan yang sembuh, tak ingin sakit. Apalah gunanya kekayaan, jika badan berpenyakit. Itu kata dokter. Lain lagi orang, lain lagi pandangannya. Apalah gunanya sebuah buku bagus bagi orang yang buta huruf, atau orang yang tidak mau membaca, yang pikirannya pintas, praktis, dan picik. Apa artinya dokumen-dokumen penting dalam bentuk kertas bagi seorang penjual kertas selain dijual kiloan. Apa yang diduga, tak sepenuhnya benar. Tetapi tanpa dugaan, alangkah cerobohnya hidup ini.
Maka baiknya, kisah dari Republik Karangkadempel di dunia Pewayangan Jawa ini, kita kunyah pelan-pelan.
Sahdan!
Gareng tergopoh-gopoh. Dia langsung nyelonong masuk ke rumah Petruk. Petruk tidak di dalam rumah. Gareng ke belakang. Dia melihat Petruk sibuk dengan pekerjaannya, membuat meja-kursi kayu yang indah. Gareng langsung membentak. "Gawat, Truk! Bapak sakit! Ya. Romo Semar tergolek sakit di pesarehannya. Parah. Kritis. Sekarat. Apa pun namanya. Pokoknya kita harus segera!”
Petruk memandang sebentar ke arah Gareng. Dia tidak berkata apa-apa. Petruk melanjutkan pekerjaannya, menghaluskan meja.
"Truk! Apa kamu tidak dengar? Tidak punya telinga? Bapak sakit!" kata Gareng lagi.
Petruk diam saja, segala persoalan segawat apa pun memang tak pernah menjadi gawat di hadapan Petruk.
"Apa?" jawab Petruk singkat sambil terus bekerja.
"Jebol tenan telingamu, Truk! Bapak sakit! Betul-betul sakit. Tidak main-main. Tidak pura-pura sakit."
"Paling masuk angin."
"Ini tidak main-main, Truk. Bapak benar-benar sakit. Dan sakitnya Romo Semar Bodronoyo adalah kejadian yang akan menggemparkan negeri ini. Buka lebar-lebar telingamu! Atau apa perlu aku buka pakai linggis? Punya otak apa tidak? Pakai kepala apa dengkul? Diam saja. Mana perdulimu? Mau jadi anak durhaka?"
Petruk diam saja. Tenang. Dia berjalan ke dapur rumahnya. Gareng duduk di tempat kerja Petruk. Petruk keluar lagi membawa sepiring pisang goreng hangat. Melihat adiknya membawa pisang goreng, Gareng menghaluskan nada suaranya.
"Begini lho, Truk. Maksudku datang ke sini tak lain memberitahumu bahwa Bapak sedang sakit. Kukira parah lho, Truk, sakitnya itu. Kita sebagai putra-putranya, seyogianya menjenguknya segera, mengajak dokter ahli," kata Gareng sambil mengambil dua potong pisang goreng dan mengunyahnya cepat-cepat.
"Aaah," Petruk mendesah pelan. Sambil mengunyah, Gareng mengambil tiga potong pisang goreng lagi dari piring, lalu melanjutkan pemaparannya. Petruk sigap, dia segera menjauhkan piring pisang goreng dari hadapan Gareng. Petruk yakin, jika dia sampai terlena pada paparan filosofis kakaknya, maka pisang goreng akan moksa tanpa bekas tanpa disadarinya. Sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, Petruk menjauhkan piring pisang goreng dari jangkauan tangan Gareng. Gareng melirik piring pisang goreng itu, pura-pura memantapkan pandangannya ke wajah Petruk, di mulutnya terkunyah dua potong pisang goreng, di kedua tangannya masih tercengkeram kuat-kuat tiga potong pisang goreng hangat. Sambil menggigit pisang goreng yang pasrah dalam cengkeramannya, Gareng melanjutkan uraiannya.
"Adalah sangat menggemparkan peristiwa sakitnya romo kita, Truk. Kita tahu, kesaktian Bapak tak ada tandingannya. Seluruh dewa dan ksatria di penjuru jagat raya tanpa kecuali takut padanya dan menaruh rasa hormat serta takzim yang mendalam. Semua makhluk hidup di jagat raya ini, gak berani bertingkah di hadapannya. Menggemparkan karena beliau ternyata bisa sakit. Bakteri atau virus apa yang berani-beraninya masuk ke dalam tubuhnya yang luhur dan suci? Kamu tahu, Truk, usia bapak memang sudah tua. Itulah yang mengkhawatirkan. Saya khawatir, kamu juga wajib ikut khawatir sebagai putranya, negeri ini khawatir, seluruh rakyat khawatir, seluruh makhluk khawatir, segala dewa khawatir, segala ksatria khawatir, keculi..." Gareng terhenti, "air, Truk! Keseretan tenggorokanku."
Petruk menuang segelas air dari kendi, disodorkannya. Dengan terburu, Gareng segera menghabiskan segelas air.
"Lega, Truk. Bagi rokokmu, Truk," kata Gareng.
Petruk memberi rokok. Gareng menyalakan rokok, mengepulkan asap. "Kembali pada pembahasan tadi. Sampai di mana tadi, Truk?"
"Kecuali," jawab Petruk.
"Lhaaa.. Iyaaa.. Kecuali para pejabat dan penguasa. Mereka berpura-pura khawatir terhadap sakit yang sekarang diderita Bapak. Bagong sudah menyampaikan kepadaku secara tegas melalui WA tadi malam, bahwa para pejabat, penguasa, dan pemegang modal cuma berpura-pura khawatir pada sakit yang diderita Romo Semar Bodronoyo dengan mengeluarkan statemen-statemen murahan di media massa berisi perhatian-perhatian munafik yang menjijikkan. Mereka sebenarnya berharap agar Bapak lekas masuk kuburan, supaya mereka bebas melakukan kebejatan demi kebejatan terhadap rakyat. Itu terkutuk, Truk! Mereka harus kita hadapi!" Gareng mengepalkan tangan, lalu batuk-batuk.
"Air, Truk! Air!" ujarnya.
Dengan tenang, Petruk menyodorkan segelas air lagi. Petruk sempat melihat kedua mata Gareng melirik pisang goreng. Gawat, pikir Petruk. Pelan-pelan Petruk menyembunyikan pisang goreng di belakang tempat duduknya. Gareng makin berkobar.
"Bagong sudah menghubungi dokter ahli. Dan siang ini kita segera menjenguk Bapak. Bapak harus sembuh, tidak boleh sakit, apalagi mati seperti harapan para penjahat negara itu. Negeri ini akan menjadi jahiliyah, gelap, dan celaka jika Bapak sampai pergi meninggalkan kita menghadap Sang Hyang Maha Tunggal, ayahanda yang selalu dia rindu-rindukan itu. Itu tidak boleh terjadi! Kamu harus paham, Truk!"
"Jika masih kau lanjutkan pidato filsafatmu itu, Bapak akan cepat wafat walaupun sebenarnya belum waktunya wafat. Ayo kita hubungi Bagong, kita jenguk romo bersama dokter ahli," ujar Petruk.
"Mulut sumur! Ayo lekas kita ke padepokan. Bapak sakit, beliau sendirian, beliau butuh teman untuk ini-itu," kata Gareng.
"Tenang, Reng! Tidak perlu ribut seperti monyet. Kita tunggu dulu dokter di sini," jawab Bagong.
"Tapi di padepokan bapak sendirian," ujar Petruk.
"Siapa bilang? Di pedepokan telah berkumpul para pejabat, penguasa, pengusaha, orang kaya, para dewa dan ksatria. Mereka diam-diam berharap agar Semar tua bangka itu cepat masuk liang lahat. Alias modar bin mampus," ujar Bagong.
"Ingat, Gong! Tak satu pun makhluk, semulia apa pun di alam semesta ini, yang bisa masuk ke ruang pesarehan bapak. Seekor semut pun tak berani masuk karena pancaran kewibawaan Romo Semar Bodronoyo, dewa segala dewa, begawan segala begawan. Ruang kamar pribadi Romo Semar hanya bisa dimasuki oleh kita bertiga," bantah Gareng.
"Sudah, Reng! Jangan ribut, mulutmu bau! Tua bangka itu sudah ada yang mendampingi di kamar pribadinya. Tadi malam aku disuruh pulang oleh si wudel bodhong itu," timpal Bagong.
"Siapa, Gong?" Gareng dan Petruk hampir bersamaan.
"Lima ekor anjing selokan," jawab Bagong.
"Edan kamu, Gong! Anjing kau biarkan menjaga bapak yang sakit?" ujar Gareng.
"Memang tahu apa kamu soal anjing, Gong?"
"Dari dulu, anjing ya anjing, siapa bilang monyet. Binatang yang bernama anjing selokan tidak pantas mendampingi Bapak yang bersih dan suci, Gong!"
"Anjing ya anjing, siapa bilang kamu anjing! Apa kamu anjing, Reng? Biar saja, itu mau-mau Semar kok. Aku tidak tahu dari mana datangnya anjing selokan kudisan itu. Tapi, anjing itu diizinkan Semar. Ah! Semar-semar, tua bangka pakai acara sakit segala, pelihara anjing lagi. Anjing sinting!" Bagong menghempaskan puntung rokoknya.
"Tapi, sudahlah. Ayo kita ke padepokan Bapak, kita tunggu dokter di situ," kata Petruk.
"Petruk! Apa kupingmu kesumpal batu? Sudah aku bilang, dokter ditunggu di sini. Kalau gak mau, kalian berdua saja ke padepokan. Kalau Semar sekarat, baru kalian kabari aku," jawab Bagong.
"Bagong! Mulutmu memang mulut monyet! Bicara yang sopan!" timpal Gareng.
"Mulutmu mulut kakus!"
"Apa, Gong? Aku robek mulutmu?"
"Ayo kalau berani! Mau aku mutilasi tanganmu yang bengkok?"
"Kurang ajar!"
"Dengkulmu!"
"Sudah-sudah. Kalau kalian perang tanding, romo malah makin parah, dan dunia bisa kiamat!" lerai Petruk.
***
Sementara di padepokan Kiai Semar Bodronoyo dipenuhi para petinggi, ksatria, dewa, dan konglomerat. Mereka memasang wajah cemas atas sakit Kiai Semar. Namun tak seorang pun yang bisa masuk ke kamar pribadi Kiai Semar, kecuali lima ekor anjing selokan. Para politisi sibuk berspekulasi. Beberapa petinggi berkali-kali menghubungi WA Bagong karena Kiai Semar berpesan bahwa urusan kesehatannya diurus Bagong dibantu Petruk dan Gareng. Tapi Hp Bagong tidak aktif. Media massa berjubel di halaman padepokan.
Tak lama, ketiga putra Kiai Semar tiba di padepokan bersama dokter ahli. Atas izin Kiai Semar, dokter bisa memasuki ruang kamar Kiai Semar. Tampak Kiai Semar terbaring, matanya menyala. Lima ekor anjing selokan di lantai. Gareng kurang nyaman dengan lima ekor anjing itu. Petruk berdiri. Bagong mengepulkan rokok.
"Bagaimana, Dokter?" tanya Gareng.
"Gawat! Kita segera merujuk beliau ke rumah sakit," jawab Dokter.
"Segera, Truk!" ujar Gareng.
Dokter diizinkan keluar dari kamar Kiai Semar. Di luar, dokter dicegat kerumunan media massa untuk wawancara. Para petinggi sibuk pula bertanya. Semua pertanyaan kecemasan tentang sakit Kiai Semar. Tapi di hati para petinggi diam-diam berharap Kiai Semar lekas mati.
Petruk, Gareng, dan Bagong bersiap membawa Kiai Semar ke Rumah Sakit. Tapi tiba-tiba Kiai Semar bangkit dan duduk.
"Tidak usah ke mana-mana," dawuh Kiai Semar.
"Ya sudah, Mar! Kumpul anjing sana!" sergah Bagong.
"Mulutmu, Gong!" kata Gareng.
Siapa berani membantah jika Kiai Semar tidak berkenan, maka tak satu pun makhluk berani.
Kiai Semar pun dawuh.
"Saya tidak sakit. Tidak perlu repot memahamiku. Tubuhku yang begini, ini bukan Semar. Tubuh ini hanya pantulan dan perlambang hakikatku. Kamu Bagong, Petruk, Gareng, aku adalah kalian, orang semua. Aku ini wujud nurani kalian semua. Kalau aku sakit, sebenarnya yang sakit adalah kesadaran dan daya hidupmu. Bukan aku. Aku ada di dalam gerakmu. Bagaimana aku merasa sembuh jika kalian semua tidak pernah bersungguh-sungguh mengobati sakit kesadaran dan daya hidup kalian sendiri? Kalian tidak pernah menjadikanku sebagai teladan hidup dan budaya. Sehingga kalian hanya mencemaskan aku sebagai wadag yang kalian anggap sakit dan tua ini. Kamu semua butuh pemimpin dan teladan, perintis sejati. Tapi tidak ada! Nol puthul. Sehingga tiap gerak rintisan kau hina, gejala kepemimpinan kau musuhi, gairah kecil adanya keinginan untuk baik justru kalian tertawakan. Kalian bersikap sakit. Kalian telah sakit sebelum sakit benar-benar kalian alami. Sejatinya yang kalian tertawakan adalah gelora suci di lubuk hati kalian sendiri. Aku tidak sakit! Kalianlah yang sakit! Lebih baik anjing berhati manusia daripada manusia berhati anjing! Ayo keluar! Obati diri kalian sendiri!" Kiai Semar melemparkan sandalnya ke muka ketiga anaknya itu.
Jagat pun gempar!
Tembokrejo, 2020
_______________________
*) Taufiq Wr. Hidayat dilahirkan di Dusun Sempi, Desa Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Taufiq dibesarkan di Desa Wongsorejo Banyuwangi. Menempuh pendidikan di UNEJ pada fakultas Sastra Indonesia. Karya-karyanya yang telah terbit adalah kumpulan puisi “Suluk Rindu” (YMAB, 2003), “Muncar Senjakala” [PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi), 2009], kumpulan cerita “Kisah-kisah dari Timur” (PSBB, 2010), “Catatan” (PSBB, 2013), “Sepotong Senja, Sepotong Malam, Sepotong Roti” (PSBB, 2014), “Dan Badut Pun Pasti Berlalu” (PSBB, 2017), “Serat Kiai Sutara” (PSBB, 2018). “Kitab IBlis” (PSBB, 2018), “Agama Para bajingan” (PSBB, 2019), dan Buku terbarunya “Kitab Kelamin” (PSBB, 2019). Tinggal di Banyuwangi, Sekarang Sebagai Ketua Lesbumi PCNU Banyuwangi.
http://sastra-indonesia.com/2020/03/kiai-semar-dan-lima-ekor-anjing/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar