Kamis, 04 Maret 2021

Isak Zaman

Muhammad Yasir
 
“Esok hari kalian harus angkat kaki dari rumah ini! Tak ada negosiasi dan iba!” Demikian kata seorang peranakan Tionghoa kepada seorang lelaki muda yang baru saja berhenti dari pekerjaannya sebagai seorang jurnalis di perusahaan surat kabar di daerah X, pada suatu waktu di bulan Oktober.
 
Si lelaki muda tak berkata sepatah pun. Dia kalah. Perlahan dalam kekalahannya dia berjalan menerabas gerimis dan kesunyian malam jalanan kota di tepi sungai itu.
 
Di beranda rumah kayu yang menyedihkan, si lelaki muda terperanjat di kursi sembari mendongak ke langit; harap-harap suatu kebaikan datang menolongnya. Akan tetapi, nyaris semalam suntuk tak satu pun datang menolongnya.
 
Menjelang subuh, terdengar langkah kaki dari dalam rumah. Muncul seorang perempuan; seorang Jawa, kuat, dan tak banyak bicara.
 
“Kapan datang?” dia bertanya kepada si lelaki muda.
 
Tak ada gubrisan.
 
“Kabar buruk, lagi?”
 
Si lelaki muda menoleh ke si perempuan, istrinya. Tatkala mereka saling merengkuh, si lelaki muda berkata, “Bukankah hal-hal buruk ialah rezeki kita setiap hari? Oh… Sayang. Besok, kita harus angkat kaki dari rumah ini.”
 
Tak ada percakapan selanjutnya.
 
Keduanya seperti gerimis, seperti kesunyian malam dan pagi akan segera tiba.
 
Ada seorang anak perempuan terbaring di atas selimut dan sekali dua mendengkur. Si lelaki berjalan menghampiri, tangannya yang gemetar mengelus tangan dan rambut si anak perempuan. Dia menciumnya, kemudian berbisik, “Katakan kepada bulan dalam mimpimu bahwa kau memiliki cahaya yang jauh melebihinya, suatu saat.” Setelah itu dia beranjak menuju meja kerja, perlahan sembari memantapkan hati, dia mengambil beberapa buku dan segera memasukkannya ke dalam ransel.
 
Tampaknya, istrinya benar-benar hanyut dalam tidur dan belai lembut angin pagi yang masuk dari lubang-lubang kecil dinding rumah. Tak lama kemudian, si lelaki membuka pintu nyaris tanpa suara dan berlalu pergi dengan kuda besi tuanya. Namun, di balik kaca jendela, istrinya berdiri melelehkan airmata tanpa sepatah kata pun sembari memeluk hangat kemeja suaminya.
 
Itu Selasa yang panas pada minggu terakhir Oktober. Si lelaki dan kuda besinya baru saja tiba di kota Z; sebuah kota persinggahan yang hanya memiliki satu-satunya toko buku. Tak seorang pelanggan pun tampak memilih-memilah buku yang dijual, hanya seorang perempuan tua dengan pakaian serba rapi berdiri di meja kasir; harap-harap seseorang akan datang bertanya tentang hal-hal yang lebih muda dari pengelihatannya. Di luar toko, si lelaki masih menahan diri di depan kaca toko, dia mempertimbangkan sesuatu sebelum masuk ke dalam. Namun, dia tak bisa mengelak dari rintihan anak perempuannya. Sekotak susu jauh lebih berguna daripada sebuah buku yang ditulis dari kebohongan sejarah. Dua menit kemudian, si lelaki perlahan membuka pintu kaca toko buku itu dan lenyaplah segala keraguannya.
 
“Petuah apa yang membawamu ke sini, anak muda?” tanya si perempuan.
 
“Aku memiliki sesuatu yang melekat di kulit, pikiran, dan langkah kaki.”
 
“Bukan petuah rupanya? Atau ini petuah yang lain?” tanya si perempuan.
 
“Pesakitan. Pesakitanlah yang membawaku ke sini,” kata si lelaki.
 
Si perempuan bergeming, tetapi sepasang matanya menatap sesuatu itu.
 
“Aku membawa beberapa buku untuk di jual di sini. Apakah toko ini menerima pembelian?” tanya si lelaki.
 
“Siapa namamu, anak muda?” si perempuan balik bertanya.
 
“Isak Zaman.”
 
Kali kedua, si perempuan bergeming.
 
“Aku membawa beberapa buku…”
 
“Aku tak membeli buku, anak muda. Toko ini hanya menjual buku saja.”
 
Si lelaki tak jadi meletakkan buku yang hendak dijualnya itu, dia memasukannya ke dalam ransel, kemudian berjalan perlahan keluar toko.
 
Pertemuan dengan Isak Zaman menghidupkan kembali kenangan si perempuan tua. Betapa pun, seandainya masih hidup anak lelakinya akan seperti Isak Zaman, akan tetapi cepat-cepat dia mengalihakn fokus pikirannya. Sementara Isak Zaman telah pergi jauh dari toko buku itu bersama kuda besinya.
 
Di kursi panjang taman kota, sepasang burung gereja bertengger membersihkan sayapnya. Ada torotoar penuh bunga tak jauh dari kursi panjang itu. Di sanalah orang-orang berjalan sembari menunduk, tak acuh, semacam ada beban di pundak dan kepala mereka yang sukar diselesaikan. Namun, siapa yang acuh tentang persoalan orang lain. Orang-orang sejak lama telah menjadi individualis atau binatang yang beradaptasi dengan rezim tak karuan dan jahat. Meskipun, ada selembar dua lembar koran yang memberitakan persoalan kehidupan dengan dalam dan kritis, justru para polisi dan tentara lebih dahulu membakarnya sebelum tiba ke tangan para pembaca.
 
Tak lama kemudian, Isak Zaman menepikan kuda besinya di parkiran taman kota. Dia duduk di kursi panjang itu sembari mendongak ke langit. Tak ada yang menarik hatinya. Justru ada kesedihan di sana; wajah anak dan istrinya terbentuk dari awan-awan putih, maka sempurnalah permenungannya di Selasa yang panas.
 
Dalam permenungannya, terbesit dalam pikiran Isak Zaman bahwa dia harus kembali ke toko buku itu dan mencoba merayu si pemilik untuk bersedia membeli buku-bukunya. Namun, tak begitu saja. Kali kedua dia mempertimbangkan. Persoalannya, toko buku itu tak membeli buku melainkan menjualnya. Kata-kata seperti apa yang pantas untuk membuat dia mau membeli buku-buku Isak Zaman.
 
Alhasil, setelah menghabiskan sebatang rokok, Isak Zaman memantapkan diri untuk kembali ke toko buku dan mencoba merayu si perempuan tua.
 
“Aku memiliki seorang anak perempuan yang cantik dan pintar. Aku ingin mengajaknya ke sini, tetapi aku tak ingin dia tahu bahwa akku datang ke sini untuk menyenangkan hatinya. Jadi, apa yang mesti kulakukan agar berkenan membeli buku-buku ini?” kata Isak Zaman dengan nada begitu rendah dan lembut.
 
“Aku tak membeli buku, anak muda. Namun, tunggu sebentar. Duduklah di kursi itu. Aku ingin bercerita sesuatu kepadamu.”
 
Isak Zaman pun mengiyakan.
 
“Mau kopi atau teh? Rokok? Tunggu sebentar.”
 
Sembari menunggu, Isak Zaman memperhatikan seantero sudut toko buku itu. Dia membayangkan bahwa dirinya pemilik toko buku itu tentu dia tak perlu susah payah menipu dirinya sendiri hanya untuk menyenangkan orang-orang yang hidup dalam kebohongan yang sama. Setelah membayangkan, dia beranjak dari kursi dan berjalan ke dapur. Tak lama kemudian, terdengar suara jerit seorang perempuan terputus-putus tak begitu panjang.
 
Dua jam kemudian, Isak Zaman kembali. Raut wajahnya pucat dan gugup. Dia berjalan menuju kasir dan berdiri seolah-olah dia pemilik toko buku yang menunggu para pembaca datang membeli buku-bukunya. Dan, si perempuan tua pemilik toko buku itu, tak pernah terlihat lagi, selamanya.

Palangka Raya, Maret 2021. http://sastra-indonesia.com/2021/03/isak-zaman/

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar