Neva Tuhella
harian.analisadaily.com
PASIE KARAM merupakan judul yang dipilih tiga kurator Antologi Puisi Temu Penyair Nusantara 2016. Dewan Kurator terdiri dari D. Kemalawati, Fikar W. Eda dan Mustafa Ismail. Ketiganya, penyair asal Aceh.
Ada 163 penyair se-Nusantara yang pusinya di muat dalam antologi setebal 460 halaman ini. Termasuk di dalamnya 13 penyair yang berasal dari Rusia, Singapura dan Malaysia.
Dalam kata sambutan antologi ini, Bupati Aceh Barat, Dr. (H.C.) H. T. Alaidinsyah menulis: budaya literasi kita masih lemah. Masih lebih kuat budaya lisan yang lebih kuat mengajarkan manusia berpikir pragmatis. Lebih banyak melibatkan perasaan ketimbang pemikiran. Bicara besok, berpikir hari ini, belum membudaya.
Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Drs. Reza Fahlevi, MSi. Menyebutkan penerbitan Pasie Karam ini sebagai upaya menjadikan masyarakat Aceh berprinsip Think Globaly, Act Localy.
Ketua Dewan Kesenian Aceh Barat (DKAB) Teuku Dadek, sebagai penyusun antologi ini, menyatakan pula dalam pengantar penyusunan. Ada dua jalan keluar dari berbagai penderitaan manusia, yakni jalan estetika dan etika. Puisi adalah jalan estetika untuk membebaskan manusia dari penderitaan.
Tak tanggung-tanggung. “Ada 1.000 puisi yang masuk ke meja kurator. Dilakukan kurasi (seleksi) longgar. Tidak terlalu ketat,” menurut Dek Nong (panggilan akrab D. Kemalawati). Tujuan dari seleksi yang tidak terlalu ketat ini, agar yang muncul tidak nama penyair itu-itu saja. Seperti Taufiq Ismail, Ahmadun, Sosiawan Leak, Isbedy Setiawan, Hasbi Burman, Siti Zainon. Suminto dan lainnya. Buktinya memang cukup banyak puisi-puisi generasi muda. Bahkan penyair muda asal Riau yang masuk seleksi Muhammad De Putra masih berstatus siswa SMP.
Bedah pasie karam
Agenda Temu Penyair Nusantara, digelar selama dua hari (27-30 Agustus). Merupakan rangkaian Pekan Kebudayaan Kabupaten Aceh Barat. Diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Pesta budaya berlangsung selama sepuluh hari (21-31 Agustus).
Pasie Karam, pada malam pertama pertemuan dibedah oleh penyair dan kritikus sastra Profesor Abdul Hadi W.M. Dikatakannya Pasie Karam sebagai buku yang enak dibaca dan penting.
Enak dibaca, tetapi tidaklah enak dibahas dalam pertemuan dengan acara yang padat. Memang acara bedah buku berlangsung hanya sekitar satu setengah jam. Lebih banyak waktu aksi baca puisi para penyair yang hadir sekitar 50 orang.
Kelompok Musik Rangkaian Bunga Kopi, pimpinan Fikar W. Eda membuat pembacaan puisi bergelora dan bersemangat. Pesta Baca Puisi para penyair, yang keesokan malamnya masih di sambung di pentas terbuka, di Lapangan Teuku Umar Meulaboh.
Pasie Karam untuk dibaca sebagai hal yang penting. Karena terbitnya antologi ini memberikan kesaksian. Selama lebih dari dua dekade penulisan puisi di Indonesia begitu suburnya. Penyair bermunculan di hampir seluruh pelosok tanah air.
Komunitas-komunitas sastra juga berkembang di banyak kota dan kegiatan sastra tersebar. Hampir merata kota-kota penting di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Madura dan lain-lain.
Kearifan melayu nusantara
Menurut Abdul Hadi, dalam kearifan Melayu Nusantara, ada empat pandangan yang menonjol mengenai hakikat sajak. Pandangan pertama, sajak pada hakikatnya adalah permainan kata-kata yang indah. Permainan itu bisa kurang bermakna dan bisa juga bermakna. Contohnya, “Pak Pung pak Mustapa/ Pak Dullah di rumahnya/ Ada tepunh ada kelapa/ Ada gula di tengahnya”.
Pandangan kedua mengatakan, sajak itu pada hakikatnya adalah ekspresi jiwa yang bersifat individu. Pandangan ketiga, pendapat hakikat sajak yang baik itu. Bukan hanya karena bahasanya yang indah saja. tetapi oleh karena berisi atau mengandung pengajaran (hikmah).
Dalam antologi Pasie Karam, saya menemukan beberapa sajak yang bernada pengajaran. Misalnya sajak Kisah Pengembara Ameer Hamzah (hal. 37) dan Kartini dan Cut Nyak Dien D. Kemalawati (hal. 86). Ke dalam katagori pandangan ketiga ini, termasuk sajak-sajak yang mengungkapkan masalah sosial atau kritik sosial. Khususnya seperti tampak dalam sajak-sajak Rendra.
Pandangan yang keempat yang berpendapat, sajak yang baik hasil renungan penyair. Secara mendalam terhadap pengalaman batinnya sendiri. Bisa juga pengalaman sosialnya. Ini kita temui dalam sajak-sajak Hamzah Fansyuri, Sanusi Pane, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Subagio Sastrowardojo. Juga Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum bahri dan lain-lain. Sajak-sajak yang bertolak dari wawasan estetik ini tak banyak saya temui dalam antologi Pasie Karam ini.
Sajak Kartini dan Cut Nyak Din, sedikit sajak yang kental dengan pengajaran. Sajak ini dapat disebut sebagai sajak ide. Mengemukakan ide tertentu. Sajak yang berkomunikasi dengan fikiran, sebab bukan dari perasaan.
Kartini dan Cut Nyak Din sama-sama pahlawan/ Sama-sama bangsawan dan rupawan/ Kartini melawan tradisi/ Cut Nyak Dien melawan kafir kompeni/ Kartini menuangkan perlawanannya ke dalam tulisan/ Cut Nyak Dien memimpin pasukan di medan pertempuran/ Kartini mengeram bara pada leleaki suami yang hatinya mendua (hal. 86).
Dalam sajak seperti ini, kata-kata diukir seperlunya. Kata-kata yang terlalu puitik tidak diperlukan. Sebab, yang dituntut adalah sampainya ide atau pikiran yang ingin diungkapkan kepada pembaca. Contoh sajak ide lain dalam antologi ini adalah sajak Amir Hamzah. Ini sajak yang mengandung kritik. Ukuran kritik ialah nilai-nilai dan pandangan hidup Islam sebagaimana diyakini banyak orang Islam di dunia.
Seorang Syeikh di Mekkah bercerita kepada saya/ Tahun lalu ia datang ke Jakarta/ Terbang dengan pesawat Garuda Indonesia/ Ia ingin melihat-lihat wajah negeri Muslim Pancasila// Dalam pesawat cuma ia yang berbangsa Arab/ Ditangannya seuntai tasbih menari-nari/ Tiba-tiba ia mengucap istighfar berulang-ulang/haram… haram… haram…/ Seorang pramugasri yang pakek rok mini/ Bertanya mengapa?/ Sang Syeikh justru menutup mata/ Sejenak ia berfikir:/ Apakah saya tidak salah naik pesawat?/ Mengapa ada pramugari tidak berjilbab?/ Bukankah mereka muslimah? (hal. 37).
Penyair asal Rusia, Victor Pogadaev turut serta dalam antologi ini. Victor juga sejarawan dan penasehat editor sektor “Ensiklopedia Asia”. Di Institut Ketimuran Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia. Dia menghadirkan salah satu dari tiga puisinya: Tsunami Jangan Terulang Lagi. Puisi Pogadaev ini bermakna keprihatinan. Meminta agar bencana tsunami jangan terulang lagi.
Ada perkataan seperti logam panas/ Seperti fajar berseri-seri di langit/ Seseorang menulis di dinding dengan arang/ Tsunami jangan berulang lagi//Siapa menulis, korban yang tak bernama/Penyelamat dari negara yang jauh?/ Perkataan berseri-seri di batu: Tsunami jangan berulang lagi (hal. 396).
Kopi menjadi ikon Kota Meulaboh. Beberapa penyair, terutama dari luar Aceh, begitu genes menyuguhkan kopi dalam bentuk puisi yang cair. Kopi memang tak pernah tidak disuguhkan di mana pun itu. Kedai Kupie ada di setiap sudut jalan Kota Meulaboh. Sambil minum kopi, dimana kita berada antologi puisi Pasie Karam tidak akan pernah jemu kita membacanya. Terlebih membahasnya. Dapat dibayangkan 300 buah lebih puisi dikandungnya. Penulisnya, dari yang baru seumur jagung, sampai yang sudah uzur.
***
http://harian.analisadaily.com/rebana/news/membaca-kearifan-penyair-nusantara/269684/2016/11/13
harian.analisadaily.com
PASIE KARAM merupakan judul yang dipilih tiga kurator Antologi Puisi Temu Penyair Nusantara 2016. Dewan Kurator terdiri dari D. Kemalawati, Fikar W. Eda dan Mustafa Ismail. Ketiganya, penyair asal Aceh.
Ada 163 penyair se-Nusantara yang pusinya di muat dalam antologi setebal 460 halaman ini. Termasuk di dalamnya 13 penyair yang berasal dari Rusia, Singapura dan Malaysia.
Dalam kata sambutan antologi ini, Bupati Aceh Barat, Dr. (H.C.) H. T. Alaidinsyah menulis: budaya literasi kita masih lemah. Masih lebih kuat budaya lisan yang lebih kuat mengajarkan manusia berpikir pragmatis. Lebih banyak melibatkan perasaan ketimbang pemikiran. Bicara besok, berpikir hari ini, belum membudaya.
Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Drs. Reza Fahlevi, MSi. Menyebutkan penerbitan Pasie Karam ini sebagai upaya menjadikan masyarakat Aceh berprinsip Think Globaly, Act Localy.
Ketua Dewan Kesenian Aceh Barat (DKAB) Teuku Dadek, sebagai penyusun antologi ini, menyatakan pula dalam pengantar penyusunan. Ada dua jalan keluar dari berbagai penderitaan manusia, yakni jalan estetika dan etika. Puisi adalah jalan estetika untuk membebaskan manusia dari penderitaan.
Tak tanggung-tanggung. “Ada 1.000 puisi yang masuk ke meja kurator. Dilakukan kurasi (seleksi) longgar. Tidak terlalu ketat,” menurut Dek Nong (panggilan akrab D. Kemalawati). Tujuan dari seleksi yang tidak terlalu ketat ini, agar yang muncul tidak nama penyair itu-itu saja. Seperti Taufiq Ismail, Ahmadun, Sosiawan Leak, Isbedy Setiawan, Hasbi Burman, Siti Zainon. Suminto dan lainnya. Buktinya memang cukup banyak puisi-puisi generasi muda. Bahkan penyair muda asal Riau yang masuk seleksi Muhammad De Putra masih berstatus siswa SMP.
Bedah pasie karam
Agenda Temu Penyair Nusantara, digelar selama dua hari (27-30 Agustus). Merupakan rangkaian Pekan Kebudayaan Kabupaten Aceh Barat. Diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Pesta budaya berlangsung selama sepuluh hari (21-31 Agustus).
Pasie Karam, pada malam pertama pertemuan dibedah oleh penyair dan kritikus sastra Profesor Abdul Hadi W.M. Dikatakannya Pasie Karam sebagai buku yang enak dibaca dan penting.
Enak dibaca, tetapi tidaklah enak dibahas dalam pertemuan dengan acara yang padat. Memang acara bedah buku berlangsung hanya sekitar satu setengah jam. Lebih banyak waktu aksi baca puisi para penyair yang hadir sekitar 50 orang.
Kelompok Musik Rangkaian Bunga Kopi, pimpinan Fikar W. Eda membuat pembacaan puisi bergelora dan bersemangat. Pesta Baca Puisi para penyair, yang keesokan malamnya masih di sambung di pentas terbuka, di Lapangan Teuku Umar Meulaboh.
Pasie Karam untuk dibaca sebagai hal yang penting. Karena terbitnya antologi ini memberikan kesaksian. Selama lebih dari dua dekade penulisan puisi di Indonesia begitu suburnya. Penyair bermunculan di hampir seluruh pelosok tanah air.
Komunitas-komunitas sastra juga berkembang di banyak kota dan kegiatan sastra tersebar. Hampir merata kota-kota penting di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Madura dan lain-lain.
Kearifan melayu nusantara
Menurut Abdul Hadi, dalam kearifan Melayu Nusantara, ada empat pandangan yang menonjol mengenai hakikat sajak. Pandangan pertama, sajak pada hakikatnya adalah permainan kata-kata yang indah. Permainan itu bisa kurang bermakna dan bisa juga bermakna. Contohnya, “Pak Pung pak Mustapa/ Pak Dullah di rumahnya/ Ada tepunh ada kelapa/ Ada gula di tengahnya”.
Pandangan kedua mengatakan, sajak itu pada hakikatnya adalah ekspresi jiwa yang bersifat individu. Pandangan ketiga, pendapat hakikat sajak yang baik itu. Bukan hanya karena bahasanya yang indah saja. tetapi oleh karena berisi atau mengandung pengajaran (hikmah).
Dalam antologi Pasie Karam, saya menemukan beberapa sajak yang bernada pengajaran. Misalnya sajak Kisah Pengembara Ameer Hamzah (hal. 37) dan Kartini dan Cut Nyak Dien D. Kemalawati (hal. 86). Ke dalam katagori pandangan ketiga ini, termasuk sajak-sajak yang mengungkapkan masalah sosial atau kritik sosial. Khususnya seperti tampak dalam sajak-sajak Rendra.
Pandangan yang keempat yang berpendapat, sajak yang baik hasil renungan penyair. Secara mendalam terhadap pengalaman batinnya sendiri. Bisa juga pengalaman sosialnya. Ini kita temui dalam sajak-sajak Hamzah Fansyuri, Sanusi Pane, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Subagio Sastrowardojo. Juga Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum bahri dan lain-lain. Sajak-sajak yang bertolak dari wawasan estetik ini tak banyak saya temui dalam antologi Pasie Karam ini.
Sajak Kartini dan Cut Nyak Din, sedikit sajak yang kental dengan pengajaran. Sajak ini dapat disebut sebagai sajak ide. Mengemukakan ide tertentu. Sajak yang berkomunikasi dengan fikiran, sebab bukan dari perasaan.
Kartini dan Cut Nyak Din sama-sama pahlawan/ Sama-sama bangsawan dan rupawan/ Kartini melawan tradisi/ Cut Nyak Dien melawan kafir kompeni/ Kartini menuangkan perlawanannya ke dalam tulisan/ Cut Nyak Dien memimpin pasukan di medan pertempuran/ Kartini mengeram bara pada leleaki suami yang hatinya mendua (hal. 86).
Dalam sajak seperti ini, kata-kata diukir seperlunya. Kata-kata yang terlalu puitik tidak diperlukan. Sebab, yang dituntut adalah sampainya ide atau pikiran yang ingin diungkapkan kepada pembaca. Contoh sajak ide lain dalam antologi ini adalah sajak Amir Hamzah. Ini sajak yang mengandung kritik. Ukuran kritik ialah nilai-nilai dan pandangan hidup Islam sebagaimana diyakini banyak orang Islam di dunia.
Seorang Syeikh di Mekkah bercerita kepada saya/ Tahun lalu ia datang ke Jakarta/ Terbang dengan pesawat Garuda Indonesia/ Ia ingin melihat-lihat wajah negeri Muslim Pancasila// Dalam pesawat cuma ia yang berbangsa Arab/ Ditangannya seuntai tasbih menari-nari/ Tiba-tiba ia mengucap istighfar berulang-ulang/haram… haram… haram…/ Seorang pramugasri yang pakek rok mini/ Bertanya mengapa?/ Sang Syeikh justru menutup mata/ Sejenak ia berfikir:/ Apakah saya tidak salah naik pesawat?/ Mengapa ada pramugari tidak berjilbab?/ Bukankah mereka muslimah? (hal. 37).
Penyair asal Rusia, Victor Pogadaev turut serta dalam antologi ini. Victor juga sejarawan dan penasehat editor sektor “Ensiklopedia Asia”. Di Institut Ketimuran Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia. Dia menghadirkan salah satu dari tiga puisinya: Tsunami Jangan Terulang Lagi. Puisi Pogadaev ini bermakna keprihatinan. Meminta agar bencana tsunami jangan terulang lagi.
Ada perkataan seperti logam panas/ Seperti fajar berseri-seri di langit/ Seseorang menulis di dinding dengan arang/ Tsunami jangan berulang lagi//Siapa menulis, korban yang tak bernama/Penyelamat dari negara yang jauh?/ Perkataan berseri-seri di batu: Tsunami jangan berulang lagi (hal. 396).
Kopi menjadi ikon Kota Meulaboh. Beberapa penyair, terutama dari luar Aceh, begitu genes menyuguhkan kopi dalam bentuk puisi yang cair. Kopi memang tak pernah tidak disuguhkan di mana pun itu. Kedai Kupie ada di setiap sudut jalan Kota Meulaboh. Sambil minum kopi, dimana kita berada antologi puisi Pasie Karam tidak akan pernah jemu kita membacanya. Terlebih membahasnya. Dapat dibayangkan 300 buah lebih puisi dikandungnya. Penulisnya, dari yang baru seumur jagung, sampai yang sudah uzur.
***
http://harian.analisadaily.com/rebana/news/membaca-kearifan-penyair-nusantara/269684/2016/11/13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar