K. Ng. H. Agus Sunyoto
pesantrenbudaya.com
Penyebaran Islam di Kalangan Pedagang dan Alawiyin
Pemeluk Islam sudah masuk ke Indonesia sejak pertengahan abad ke-7 Masehi, sejaman dengan era kekuasaan Khalifah Utsman bin Affan. Yang paling awal membawa seruan Islam ke Nusantara adalah para saudagar Arab, Persia dan India yang sudah membangun jalur perhubungan dagang dengan Nusantara jauh sebelum Islam (Wheatley, 1961). Sebuah cerita kehadiran saudagar Persia (tazhi) pada masa kekuasaan Ratu Simha di Kerajaan Kalingga, diberitakan sumber-sumber Cina Dinasti Tang (Groeneveldt, 1960).
S.Q. Fatimi (1963) mencatat bahwa pada abad ke-10 Masehi, terdapat migrasi suku-suku dari Persia ke Indonesia yaitu suku Lor, Yawani dan Sabangkara. Orang-orang Lor mendirikan pemukiman-pemukiman di pantai utara Pulau Jawa yang disebut Loram dan Leran. Terdapatnya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatallah di Leran, Gresik, yang kronogram di batu nisannya menunjuk angka tahun 475 H/ 1082 M adalah petunjuk yang mengarah kepada kebenaran berita kehadiran suku Lor tersebut.
Dalam Kitab Musarar Babon Saka ing Rum yang terdapat dalam Primbon Ramal Jayabaya susunan R Tanoyo (1956), diungkapkan bahwa dalam usaha mengisi Pulau Jawa yang masih dihuni jin, siluman, brekasakan, dan berjenis-jenis makhluk halus, Sultan Al-Gabah, penguasa negeri Rum (istilah orang Jawa untuk menyebut Persia-pen) mengirim 20.000 keluarga muslim Rum ke Pulau Jawa di bawah pimpinan Patih Amirul Syamsu dan Jaka Sengkala. Mereka tinggal di Gunung Kendheng di pantai utara Jawa. Dikisahkan bahwa ke-20.000 keluarga muslim itu diserang makhluk-makhluk halus, banyak yang mati dan tersisa hanya 200 keluarga. Mendapat laporan itu, Sultan al-Gabah marah dan mengirim ulama, orang sakti dan syuhada ke Jawa untuk memasang "tumbal" guna mengusir makhluk-makhluk halus. Akibat keampuhan "tumbal" para ulama, orang sakti dan syuhada itu, terjadi pralaya di Jawa. Catatan yang tergolong historiografi ini, adalah rekaman sejarah masyarakat Jawa yang terkait dengan kehadiran suku Lor asal Persia, yang tinggal di tempat bernama Loram (nama tempat kuno di Kudus, Jawa Tengah - pen) dan Leran (nama tempat kuno di Tuban dan Gresik, Jawa Timur -pen), yang secara historis dapat dihubungkan dengan peristiwa "pralaya" di Jawa pada tahun 928 Saka (1006 M).
Menurut Syihabuddin Akhmad Abdulwahab dalam Nihayah al-Arab (dalam Atjeh, 1985) "Di sebelah timur Tiongkok ada enam pulau yang dinamakan kepulauan Sila. Penduduknya adalah golongan Alawiyin yang datang melarikan diri dari golongan Bani Umayah". Penjelasan ini mengindikasikan bahwa Islam tersebar di sekitar Tiongkok, berlangsung semenjak dinasti Umayyah memburu golongan Alawiyyin pada akhir abad ke-7 Masehi.. Dalam Taiping Yulan disebut kehadiran 500 keluarga Hu (Persia) di kerajaan Dun-sun di Semenanjung Malaysia (Wheatley, 1966) pada pertengahan abad ke-7 Masehi. Digambarkan pula tentang banyaknya kapal Persia pada abad tersebut yang berdagang ke Cina, dan salah satu kapal tersebut dinaiki peziarah Buddhis Yijing yang akan ke India, di mana Yijing bertemu dengan orang bernama Persia (Hu) di Kedah (Wolters, 1967).
Tersebarnya Islam yang dibawa golongan Alawiyin di sekitar Tiongkok sejak abad ke-7, kita ketahui dari catatan Mas'udi tentang keberadaan saudagar-saudagar muslim dari Basrah, Siraf, Oman, dan kota-kota India yang berniaga dengan saudagar-saudagar beragama lain di kota Kanton, Tiongkok pada abad ke-9. Namun akibat serangan tentara pemberontak Huang Chao pada tahun 879 Masehi, sekitar 200.000 orang muslim, Nasrani, Yahudi, dan Majusi tewas oleh senjata atau tenggelam dalam air ketika mereka lari dikejar-kejar (Meynard, 1962).
Hancurnya masyarakat dagang muslim di Kanton tidak bermakna hilangnya pengaruh Islam di Kanton. Meski lambat, Islam terus berkembang di Kanton, provinsi Yangchouw dan Chanchou. Pada tahun 1386 M, terjadi pengungsian besar-besaran penduduk muslim Cina dari Kanton, Yangchou dan Chanchou ke selatan dan menghuni pantai utara Jawa dan pantai Timur Sumatera. Ketika tahun 1405 M Cheng Ho datang ke Jawa, diketahui bahwa di Tuban, Gresik dan Surabaya terdapat masing-masing 1000 orang keluarga Cina muslim (Groeneveldt, 1960). Menurut Parlindungan (2007) muslim Cina di Indonesia menganut mazhab Hanafi, di mana Imam Abu Hanifah pendiri mazhab Hanafi itu diketahui menerima semua pendapat Imam Ja'far Shadiq kecuali tiga perkara (Aceh, 1988).
Pengaruh Pada Bahasa Nusantara
Persinggungan antara para pedagang dan golongan Alawiyin yang kebanyakan dari Persia dengan penduduk Nusantara semenjak abad ke-7, dapat diasumsikan berakibat pada terjadinya proses saling pengaruh dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, religi, dan terutama bahasa di antara keduanya. Dalam konteks bahasa, pengaruh Persia di Nusantara cukup signifikan karena tidak saja sejumlah kata Persia diserap menjadi kosa kata Nusantara, melainkan pola peminjaman kata Arab pun dicapai melalui bahasa Persia, yang kadang-kadang lewat bahasa India pengaruh Persia. Menurut Robert N. Bellah (1970), Islam datang di Indonesia setelah melewati proses akulturasi dengan warisan Budaya Persia, atau lebih luas lagi, Iran (orang-orang Arya), sebagaimana tampak dalam gaya arsitektur bangunan, kesenian, sastra, ilmu pengetahuan yang menunjuk pada suatu kombinasi berbagai unsur peradaban yang berintikan warisan-warisan budaya Irano-Semitis.
Para penyelidik kesusasteraan Indonesia pengaruh Islam, khususnya sarjana-sarjana Barat apabila memperkatakan tentang sumber kesusasteraan Indonesia lama pengaruh Islam kebanyakan merujuk kepada sumber-sumber Parsi dan India (Hamid, 1989). Pengaruh Persia dan India ini memang kelihatan sekali jejak-jejaknya, baik dalam penggunaan kosa kata maupun karya-karya sastera. Beg (1982) yang meneliti sejumlah kamus bahasa Melayu menemukan sedikitnya terdapat 77 kosa kata Persia yang beredar dan digunakan di Nusantara. Beberapa contoh yang paling dikenal, menurut Beg, adalah kata kanduri (kenduri), astana (istana), bandar (pelabuhan), bedebah, biadab, bius, diwan (dewan), gandum, jadah (anak haram), lasykar, nakhoda, tamasya, saudagar, pasar, syahbandar, pahlawan, kismis, anggur, takhta, medan, firman, dsb. Pengaruh Persia yang kuat dalam kebahasaan di Nusantara, yang berhubungan dengan Islamisasi adalah sistem pengajaran membaca Al-Qur'an yang menggunakan istilah-istilah berbahasa Persia untuk menyebut harokat (vokal) dalam bahasa Arab seperti istilah Jabar untuk fatkhah, Jer (Zher) untuk kasroh dan Pes (Fyes) untuk dlomma.
Menurut Nurcholis Madjid (1987) bahasa Indonesia banyak sekali mengandung kata-kata pinjaman dari bahasa Persia...hampir semua kata Arab dalam bahasa Indonesia dipinjam dari dan melalui bahasa Persia. Ini bisa dibuktikan dari kasus ta' marbuthah (huruf "t", yang kalau berhenti, berubah bacaannya menjadi seperti "h", dan kalau disambung dengan huruf hidup tetap berbunyi "t" - ta' maftuhah). Hampir semua kata Arab dalam bahasa Indonesia dengan akhiran ta' marbuthah dibaca (dalam waqaf) sebagai "t" seperti: adat, berkat, dawat, hajat, jemaat, kalimat, masyarakat, niat, rahmat, sifat, tobat, warkat, zakat, dsb.
Masuknya kosa kata Persia dalam bahasa Nusantara itu secara berangsur-angsur diikuti masuknya karya sastera - karya sastera terjemahan dari bahasa Persia dan India seperti Qissah Insyiqaq al-Qamar (Hikayat Bulan Terbelah, yang mengisahkan mukjizat Nabi Muhammad Saw), Rawdat al-Ahbab (Hikayat Nur Muhammad, yang mengisahkan cahaya kenabian yang mula-mula dicipta Allah dari cahaya-Nya), Wafat Nameh (Hikayat Nabi Wafat), Qissah Wassiyah al-Mustafa li Imam Ali (Hikayat Nabi Mengajar Imam Ali), Qissah Amir al-Mu'minin Hasan wa Husain (Hikayat Amir al-Mukminin Hasan dan Husain), Qissah i Ali Hanafiah (Hikayat Muhammad Hanafiah, mengisahkan kepahlawanan putra Ali bin Abi Thalib dengan perempuan dari kabilah Hanafiyah), Qissa i Emir Hamza (Hikayat Amir Hamzah, mengisahkan kepahlawanan Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad Saw), Qissas al-Anbiya (Hikayat Nabi-nabi), Qissa i Bakhtiar (Hikayat Bakhtiar), Tutinameh (Hikayat Bayan Budiman), Keratako wa Damanakala (Hikayat Kalilah dan Daminah), dan sebagainya (Harrison, 1955; Winstedt, 1920 & 1968; Ronkel, 1895 & 1932; Brakel, 1975; Dunia, 1969).
Pengaruh Pada Sastra Islam Nusantara
Di tengah arus masuknya karya sastra terjemahan Persia, terjadi perkembangan dalam karya sastra Islam berbahasa Melayu yang terpengaruh sastra Persia yang ditulis alim ulama seperti Nuruddin al-Raniri dengan karyanya Bustan al-Salatin, Bukhari al-Jauhari dengan karyanya Taj al-Salatin, Abdul Rauf Singkel dengan karyanya Syair Ma'rifah, dan Hamzah Fanzuri dengan karyanya Syair Perahu yang termasyhur yang menjadikannya dianggap sebagai bapak kesusasteraan Melayu modern (Fang, 1975; Dipodjojo, 1975; Al-Attas, 1972).
Sementara itu sedikit berbeda dengan di Sumatera dan Semenanjung Malaya, karya sastera bernafaskan Islam yang menyebar di kawasan pesisir utara Jawa biasanya berbentuk tembang atau gancaran, di antaranya: Serat Anbiya, Serat Pepali, Serat Menak, Suluk, Serat Raja Pirngon (Sedyawati, 2001). Berbeda pula dengan sastera Melayu pengaruh Islam yang ditandai munculnya naskah-naskah terjemahan dari bahasa Persia dan India, sastera Jawa pengaruh Islam hanya sebagian kecil mengambil naskah-naskah terjemahan. Bagian terbesar sastera Jawa pengaruh Islam berisi kisah-kisah lokal yang berkaitan dengan tokoh-tokoh muslim dan latar kehidupan setempat seperti Serat Jayalengkara, Serat Jatiswara, Serat Sastra Gending, Serat Jenggalamanik, Serat Kramaleya, Serat Syekh Jangkung, dan Serat Cabolek. Bahkan selama periode Mataram pada abad ke-16 yang dilanjutkan periode Surakarta pada abad ke-18 kesusasteraan yang ditulis pujangga-pujangga muslim mengambil latar dan tokoh lokal yang bukan muslim seperti Nawaruci, Serat Rama, Serat Arjunasasrabahu, Serat Anglingdarma, Serat Mintaraga, Serat Bima Swarga, Dahyang Saloka, Serat Panji yang diinterpolasi dengan ajaran Islam. Meski cenderung pada kisah-kisah lokal, namun pengaruh sejumlah naskah terjemahan Persia dan India juga berkembang dan digemari masyarakat Jawa.
Serat Menak - yang merupakan naskah terjemahan -- di Jawa berkembang dengan berbagai jenis lakon-lakonnya seperti Menak Sarehas, Menak Lare, Menak Sulub, Menak Serandhil, Menak Kuristan, Menak Kanjun, Menak Kandhabumi, Menak Jobin, Menak Ngambarkustup, Menak Kalakodrat, Menak Kuwari, Menak Cina, Menak Malebari, Menak Purwakandha, Menak Sorangan, Menak Jaminambar, Menak Lakat, dsb. Meski berbeda-beda judul, namun intisari cerita Menak berpijak pada kisah tokoh utama bernama Amir Ambyah putera Abdul Mutalib, seorang bangsawan di Makkah. Amir Ambyah ditampilkan sebagai pahlawan Islam yang berperang dari satu negeri ke negeri lain untuk menyebarkan Islam. Cerita Menak Amir Ambyah bersumber dari Hikayat Amir Hamzah berbahasa Melayu, di mana Hikayat Amir Hamzah berbahasa Melayu sendiri merupakan naskah terjemahan sastera Persia berjudul Qissa i Emir Hamza, sebuah epos Persia yang meriwayatkan tokoh Amir Hamzah (van Ronkel, 1895).
Tokoh Amir Ambyah dalam Serat Menak sebenarnya merupakan penggambaran tokoh sejarah Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi Muhammad yang gugur dalam Perang Uhud-pen) sebagai pahlawan gagah perkasa tanpa tanding. Menurut Resowidjojo (1941) tokoh Amir Ambyah dalam cerita Menak diberi banyak nama antara lain Wong Agung Jayengrana, Wong Agung Menak, Jayeng Jurit, Jayeng Laga, Jayeng Satru, Amir Mukminin, Menak Amir, Jayadimurti, Wiradimurti, Jayeng Resmi, Palugon, Palugangsa, Retnaning Jurit, Kamidil Ngalam, Karabul Maunun. Amir Ambyah dikisahkan memiliki banyak isteri dan anak, hasil perkawinan dengan berbagai puteri raja dari berbagai negeri. Dari pernikahan dengan Retna Muninggar (Mihrnigar) puteri Prabu Nusirwan (Anushirwan) dari negeri Medayin lahir putera bernama Kobat Sarehas (Qobat Shehriar); dengan Dewi Marpinjun adik Retna Muninggar diperoleh putera bernama Rustamaji; dengan Dewi Ismayawati puteri Prabu Tamimasar (Tamim Azhar) dari negeri Ngajrak lahir Dewi Kuraisin (Quraisyin); dengan Dewi Kelaswara puteri Prabu Kelan Jajali raja Kaelani lahir Iman Suwangsa (Badi'uz Zaman); dengan Dewi Sudarawreti puteri Prabu Perid (Farizh) raja Parang Akik adik Prabu Kanjun lahir putera bernama Jayusman; dengan Dewi Sekar Kedhaton puteri Prabu Asan Asir (Hasan al-Misri) raja Mesir lahir putera bernama Umar Mesir atau Maryunani; dengan Dewi Retna Kisbandi anak Prabu Kemar Raja Kuwari lahir putera bernama Hasim Kuwari (Hasyim al-Quwairy); dengan puteri raja Burudaging di negeri Rum lahir putera bernama Hasim Katamsi; dengan Dewi Robingu Sirtupelaeli dari negeri Karsinah, Amir Ambyah tidak memiliki putera.
Pengaruh Pada Seni Pertunjukan
Serat Menak Amir Ambyah di Jawa meski ditulis dalam naskah-naskah tulisan, tetapi sering divisualisasi dalam bentuk pertunjukan Wayang Krucil atau Wayang Tengul. Melalui seni pertunjukan itu, Serat Menak Amir Ambyah yang bersumber pada sastra Persia berjudul Qissa i Emir Hamza yang sarat memuat pandangan-pandangan dan ide-ide serta gagasan-gagasan yang berpihak kepada keluarga Nabi Muhammad Saw, dikenal dan diterima oleh hampir seluruh masyarakat Jawa di pesisir dan pedalaman, bahkan berkembang sampai ke Nusa Tenggara Barat.
Dalam sejumlah lakon, tokoh Amir Ambyah dikisahkan sering terlibat perselisihan dengan mertuanya, Raja Nusirwan yang masih kafir. Ia sering pula dikisahkan berselisih dengan tokoh Jemblung Marmaya (Omar Umayah) yang digambarkan sebagai tokoh berperut buncit (jemblung) berwajah jelek. Tokoh Amir Ambyah sangat dikagumi masyarakat. Popularitas Serat Menak di kalangan masyarakat Jawa pada abad ke-19 dan ke-20, sedikitnya terlihat dengan digunakannya nama-nama tokoh Menak seperti Amir, Ambyah, Maktal, Jumiril, Lukman, Tamtanus, Jayusman, Kuraisin, Sulasikin, Sudarawerti, Muninggar, Kadarwati (Yosodipuro, 2002) untuk menamai anak-anak mereka. Akibat populernya tokoh Amir Ambyah, tidak satu pun masyarakat Jawa yang berkenan menamai anaknya dengan meminjam nama tokoh antagonis Jemblung Marmaya (Omar Umayah) yang digambarkan sangat tidak simpatik, baik fisik maupun perangainya.
Kemasyhuran cerita Amir Ambyah yang di Jawa sering dipergelarkan melalui media wayang krucil atau wayang tengul, berkembang pula di Nusa Tenggara Barat melalui media wayang Sasak. Bentuk wayang Sasak hampir menyerupai wayang gambuh, terbuat dari bahan kulit yang ditatah dan disungging. Dasar cerita yang digunakan adalah hikayat Amir Hamzah. Kata Sasak merupakan sebutan lain dari Pulau Lombok; jadi yang dimaksud di sini ialah wayang dari Pulau Lombok (Haryanto, 1988). Demikianlah, sastra Islam yang terpengaruh Persia berkembang menjadi seni pertunjukan di berbagai daerah dan memberikan pengaruh yang tidak kecil dalam proses dakwah Islam di Nusantara.
Sementara itu penyebaran nilai-nilai Islam lewat jalur seni dilakukan melalui pengembangan asimilatif antara seni budaya setempat seperti wayang beber (karebet), wayang kulit (ringgit purwa), wayang klithik, wayang gedog, wayang Demak, banyolan (mabanyol), pelawak (mamirus), tari-tarian (nirtya), tembang gede, kidhung, macapat dengan seni budaya Islam yang berasal dari Persia, India, Campa, Cina, dan Arab.
Satu hal pasti dari pengaruh Islam dari Persia dan India yang diketahui mempengaruhi lahirnya sejumlah seni tradisional tampak pada kesenian wayang klithik (yang membawakan cerita-cerita Menak), wayang purwa (membawakan cerita Ramayana dan Mahabharata), kentrung (menuturkan kisah para wali penyebar Islam), jemblung (membawakan cerita Menak), genjring (seni sulap bernuansa mistis), debus (seni kekebalan berasal dari tarikat Rifa'iyyah), terbang jidor (pengiring pembacaan shalawat), dan shalawatan.
Menurut Simuh (1988) di Jawa pengaruh Islam aliran Syi'ah terlihat sekali dalam proses Islamisasi melalui seni seperti terlihat pada pertunjukan sandhul, yakni suatu seni yang menggambarkan peperangan antara imam Ali bin Abi Thalib melawan Muawiyyah. Perayaan hari Asyura pada tanggal 10 Muharram yang dirayakan dengan sajian nasi-bubur adalah selamatan dan peringatan bagi imam Husain (cucu Nabi Muhammad Saw) yang terbunuh dalam perang di Karbala tahun 680 Masehi. Simpulan Simuh bahwa seni Sandhul adalah pengaruh Islam Syi'ah, tentu berhubungan dengan Cerita Menak lakon Amir Ambyah, yang menggambarkan tokoh Amir Hamzah bin Abdul Munthalib yang sering berselisih dengan tokoh Jemblung Marmaya (Omar Umayah). Itu berarti, baik seni sandhul maupun cerita Menak, sama-sama menggambarkan kisah perselisihan abadi antara Bani Munthalib dengan Bani Umayyah yang direpresentasikan dalam kisah peperangan imam Ali melawan Mu'awiyah maupun perselisihan Hamzah bin Abdul Muthalib melawan tokoh Umayyah, yang secara psikologis hal tersebut mempengaruhi struktur mental (habitus) masyarakat muslim di Nusantara yang cenderung memihak kepada imam Ali dan Hamzah bin Abdul Muthalib.
2011-08-26
sumber: Jurnal Al-Qurba Vol I No 1
Dijumput dari: http://pesantrenbudaya.com/?id=29
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar