Kamis, 03 Desember 2015

Pengaruh Persia pada Sastra dan Seni Islam Nusantara

K. Ng. H. Agus Sunyoto
pesantrenbudaya.com

Penyebaran Islam di Kalangan Pedagang dan Alawiyin

Pemeluk Islam sudah masuk ke Indonesia sejak pertengahan abad ke-7 Masehi, sejaman dengan era kekuasaan Khalifah Utsman bin Affan. Yang paling awal membawa seruan Islam ke Nusantara adalah para saudagar Arab, Persia dan India yang sudah membangun jalur perhubungan dagang dengan Nusantara jauh sebelum Islam (Wheatley, 1961). Sebuah cerita kehadiran saudagar Persia (tazhi) pada masa kekuasaan Ratu Simha di Kerajaan Kalingga, diberitakan sumber-sumber Cina Dinasti Tang (Groeneveldt, 1960).

S.Q. Fatimi (1963) mencatat bahwa pada abad ke-10 Masehi, terdapat migrasi suku-suku dari Persia ke Indonesia yaitu suku Lor, Yawani dan Sabangkara. Orang-orang Lor mendirikan pemukiman-pemukiman di pantai utara Pulau Jawa yang disebut Loram dan Leran. Terdapatnya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatallah di Leran, Gresik, yang kronogram di batu nisannya menunjuk angka tahun 475 H/ 1082 M adalah petunjuk yang mengarah kepada kebenaran berita kehadiran suku Lor tersebut.

Dalam Kitab Musarar Babon Saka ing Rum yang terdapat dalam Primbon Ramal Jayabaya susunan R Tanoyo (1956), diungkapkan bahwa dalam usaha mengisi Pulau Jawa yang masih dihuni jin, siluman, brekasakan, dan berjenis-jenis makhluk halus, Sultan Al-Gabah, penguasa negeri Rum (istilah orang Jawa untuk menyebut Persia-pen) mengirim 20.000 keluarga muslim Rum ke Pulau Jawa di bawah pimpinan Patih Amirul Syamsu dan Jaka Sengkala. Mereka tinggal di Gunung Kendheng di pantai utara Jawa. Dikisahkan bahwa ke-20.000 keluarga muslim itu diserang makhluk-makhluk halus, banyak yang mati dan tersisa hanya 200 keluarga. Mendapat laporan itu, Sultan al-Gabah marah dan mengirim ulama, orang sakti dan syuhada ke Jawa untuk memasang "tumbal" guna mengusir makhluk-makhluk halus. Akibat keampuhan "tumbal" para ulama, orang sakti dan syuhada itu, terjadi pralaya di Jawa. Catatan yang tergolong historiografi ini, adalah rekaman sejarah masyarakat Jawa yang terkait dengan kehadiran suku Lor asal Persia, yang tinggal di tempat bernama Loram (nama tempat kuno di Kudus, Jawa Tengah - pen) dan Leran (nama tempat kuno di Tuban dan Gresik, Jawa Timur -pen), yang secara historis dapat dihubungkan dengan peristiwa "pralaya" di Jawa pada tahun 928 Saka (1006 M).

Menurut Syihabuddin Akhmad Abdulwahab dalam Nihayah al-Arab (dalam Atjeh, 1985) "Di sebelah timur Tiongkok ada enam pulau yang dinamakan kepulauan Sila. Penduduknya adalah golongan Alawiyin yang datang melarikan diri dari golongan Bani Umayah". Penjelasan ini mengindikasikan bahwa Islam tersebar di sekitar Tiongkok, berlangsung semenjak dinasti Umayyah memburu golongan Alawiyyin pada akhir abad ke-7 Masehi.. Dalam Taiping Yulan disebut kehadiran 500 keluarga Hu (Persia) di kerajaan Dun-sun di Semenanjung Malaysia (Wheatley, 1966) pada pertengahan abad ke-7 Masehi. Digambarkan pula tentang banyaknya kapal Persia pada abad tersebut yang berdagang ke Cina, dan salah satu kapal tersebut dinaiki peziarah Buddhis Yijing yang akan ke India, di mana Yijing bertemu dengan orang bernama Persia (Hu) di Kedah (Wolters, 1967).

Tersebarnya Islam yang dibawa golongan Alawiyin di sekitar Tiongkok sejak abad ke-7, kita ketahui dari catatan Mas'udi tentang keberadaan saudagar-saudagar muslim dari Basrah, Siraf, Oman, dan kota-kota India yang berniaga dengan saudagar-saudagar beragama lain di kota Kanton, Tiongkok pada abad ke-9. Namun akibat serangan tentara pemberontak Huang Chao pada tahun 879 Masehi, sekitar 200.000 orang muslim, Nasrani, Yahudi, dan Majusi tewas oleh senjata atau tenggelam dalam air ketika mereka lari dikejar-kejar (Meynard, 1962).

Hancurnya masyarakat dagang muslim di Kanton tidak bermakna hilangnya pengaruh Islam di Kanton. Meski lambat, Islam terus berkembang di Kanton, provinsi Yangchouw dan Chanchou. Pada tahun 1386 M, terjadi pengungsian besar-besaran penduduk muslim Cina dari Kanton, Yangchou dan Chanchou ke selatan dan menghuni pantai utara Jawa dan pantai Timur Sumatera. Ketika tahun 1405 M Cheng Ho datang ke Jawa, diketahui bahwa di Tuban, Gresik dan Surabaya terdapat masing-masing 1000 orang keluarga Cina muslim (Groeneveldt, 1960). Menurut Parlindungan (2007) muslim Cina di Indonesia menganut mazhab Hanafi, di mana Imam Abu Hanifah pendiri mazhab Hanafi itu diketahui menerima semua pendapat Imam Ja'far Shadiq kecuali tiga perkara (Aceh, 1988).

Pengaruh Pada Bahasa Nusantara

Persinggungan antara para pedagang dan golongan Alawiyin yang kebanyakan dari Persia dengan penduduk Nusantara semenjak abad ke-7, dapat diasumsikan berakibat pada terjadinya proses saling pengaruh dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, religi, dan terutama bahasa di antara keduanya. Dalam konteks bahasa, pengaruh Persia di Nusantara cukup signifikan karena tidak saja sejumlah kata Persia diserap menjadi kosa kata Nusantara, melainkan pola peminjaman kata Arab pun dicapai melalui bahasa Persia, yang kadang-kadang lewat bahasa India pengaruh Persia. Menurut Robert N. Bellah (1970), Islam datang di Indonesia setelah melewati proses akulturasi dengan warisan Budaya Persia, atau lebih luas lagi, Iran (orang-orang Arya), sebagaimana tampak dalam gaya arsitektur bangunan, kesenian, sastra, ilmu pengetahuan yang menunjuk pada suatu kombinasi berbagai unsur peradaban yang berintikan warisan-warisan budaya Irano-Semitis.

Para penyelidik kesusasteraan Indonesia pengaruh Islam, khususnya sarjana-sarjana Barat apabila memperkatakan tentang sumber kesusasteraan Indonesia lama pengaruh Islam kebanyakan merujuk kepada sumber-sumber Parsi dan India (Hamid, 1989). Pengaruh Persia dan India ini memang kelihatan sekali jejak-jejaknya, baik dalam penggunaan kosa kata maupun karya-karya sastera. Beg (1982) yang meneliti sejumlah kamus bahasa Melayu menemukan sedikitnya terdapat 77 kosa kata Persia yang beredar dan digunakan di Nusantara. Beberapa contoh yang paling dikenal, menurut Beg, adalah kata kanduri (kenduri), astana (istana), bandar (pelabuhan), bedebah, biadab, bius, diwan (dewan), gandum, jadah (anak haram), lasykar, nakhoda, tamasya, saudagar, pasar, syahbandar, pahlawan, kismis, anggur, takhta, medan, firman, dsb. Pengaruh Persia yang kuat dalam kebahasaan di Nusantara, yang berhubungan dengan Islamisasi adalah sistem pengajaran membaca Al-Qur'an yang menggunakan istilah-istilah berbahasa Persia untuk menyebut harokat (vokal) dalam bahasa Arab seperti istilah Jabar untuk fatkhah, Jer (Zher) untuk kasroh dan Pes (Fyes) untuk dlomma.

Menurut Nurcholis Madjid (1987) bahasa Indonesia banyak sekali mengandung kata-kata pinjaman dari bahasa Persia...hampir semua kata Arab dalam bahasa Indonesia dipinjam dari dan melalui bahasa Persia. Ini bisa dibuktikan dari kasus ta' marbuthah (huruf "t", yang kalau berhenti, berubah bacaannya menjadi seperti "h", dan kalau disambung dengan huruf hidup tetap berbunyi "t" - ta' maftuhah). Hampir semua kata Arab dalam bahasa Indonesia dengan akhiran ta' marbuthah dibaca (dalam waqaf) sebagai "t" seperti: adat, berkat, dawat, hajat, jemaat, kalimat, masyarakat, niat, rahmat, sifat, tobat, warkat, zakat, dsb.

Masuknya kosa kata Persia dalam bahasa Nusantara itu secara berangsur-angsur diikuti masuknya karya sastera - karya sastera terjemahan dari bahasa Persia dan India seperti Qissah Insyiqaq al-Qamar (Hikayat Bulan Terbelah, yang mengisahkan mukjizat Nabi Muhammad Saw), Rawdat al-Ahbab (Hikayat Nur Muhammad, yang mengisahkan cahaya kenabian yang mula-mula dicipta Allah dari cahaya-Nya), Wafat Nameh (Hikayat Nabi Wafat), Qissah Wassiyah al-Mustafa li Imam Ali (Hikayat Nabi Mengajar Imam Ali), Qissah Amir al-Mu'minin Hasan wa Husain (Hikayat Amir al-Mukminin Hasan dan Husain), Qissah i Ali Hanafiah (Hikayat Muhammad Hanafiah, mengisahkan kepahlawanan putra Ali bin Abi Thalib dengan perempuan dari kabilah Hanafiyah), Qissa i Emir Hamza (Hikayat Amir Hamzah, mengisahkan kepahlawanan Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad Saw), Qissas al-Anbiya (Hikayat Nabi-nabi), Qissa i Bakhtiar (Hikayat Bakhtiar), Tutinameh (Hikayat Bayan Budiman), Keratako wa Damanakala (Hikayat Kalilah dan Daminah), dan sebagainya (Harrison, 1955; Winstedt, 1920 & 1968; Ronkel, 1895 & 1932; Brakel, 1975; Dunia, 1969).

Pengaruh Pada Sastra Islam Nusantara

Di tengah arus masuknya karya sastra terjemahan Persia, terjadi perkembangan dalam karya sastra Islam berbahasa Melayu yang terpengaruh sastra Persia yang ditulis alim ulama seperti Nuruddin al-Raniri dengan karyanya Bustan al-Salatin, Bukhari al-Jauhari dengan karyanya Taj al-Salatin, Abdul Rauf Singkel dengan karyanya Syair Ma'rifah, dan Hamzah Fanzuri dengan karyanya Syair Perahu yang termasyhur yang menjadikannya dianggap sebagai bapak kesusasteraan Melayu modern (Fang, 1975; Dipodjojo, 1975; Al-Attas, 1972).

Sementara itu sedikit berbeda dengan di Sumatera dan Semenanjung Malaya, karya sastera bernafaskan Islam yang menyebar di kawasan pesisir utara Jawa biasanya berbentuk tembang atau gancaran, di antaranya: Serat Anbiya, Serat Pepali, Serat Menak, Suluk, Serat Raja Pirngon (Sedyawati, 2001). Berbeda pula dengan sastera Melayu pengaruh Islam yang ditandai munculnya naskah-naskah terjemahan dari bahasa Persia dan India, sastera Jawa pengaruh Islam hanya sebagian kecil mengambil naskah-naskah terjemahan. Bagian terbesar sastera Jawa pengaruh Islam berisi kisah-kisah lokal yang berkaitan dengan tokoh-tokoh muslim dan latar kehidupan setempat seperti Serat Jayalengkara, Serat Jatiswara, Serat Sastra Gending, Serat Jenggalamanik, Serat Kramaleya, Serat Syekh Jangkung, dan Serat Cabolek. Bahkan selama periode Mataram pada abad ke-16 yang dilanjutkan periode Surakarta pada abad ke-18 kesusasteraan yang ditulis pujangga-pujangga muslim mengambil latar dan tokoh lokal yang bukan muslim seperti Nawaruci, Serat Rama, Serat Arjunasasrabahu, Serat Anglingdarma, Serat Mintaraga, Serat Bima Swarga, Dahyang Saloka, Serat Panji yang diinterpolasi dengan ajaran Islam. Meski cenderung pada kisah-kisah lokal, namun pengaruh sejumlah naskah terjemahan Persia dan India juga berkembang dan digemari masyarakat Jawa.

Serat Menak - yang merupakan naskah terjemahan -- di Jawa berkembang dengan berbagai jenis lakon-lakonnya seperti Menak Sarehas, Menak Lare, Menak Sulub, Menak Serandhil, Menak Kuristan, Menak Kanjun, Menak Kandhabumi, Menak Jobin, Menak Ngambarkustup, Menak Kalakodrat, Menak Kuwari, Menak Cina, Menak Malebari, Menak Purwakandha, Menak Sorangan, Menak Jaminambar, Menak Lakat, dsb. Meski berbeda-beda judul, namun intisari cerita Menak berpijak pada kisah tokoh utama bernama Amir Ambyah putera Abdul Mutalib, seorang bangsawan di Makkah. Amir Ambyah ditampilkan sebagai pahlawan Islam yang berperang dari satu negeri ke negeri lain untuk menyebarkan Islam. Cerita Menak Amir Ambyah bersumber dari Hikayat Amir Hamzah berbahasa Melayu, di mana Hikayat Amir Hamzah berbahasa Melayu sendiri merupakan naskah terjemahan sastera Persia berjudul Qissa i Emir Hamza, sebuah epos Persia yang meriwayatkan tokoh Amir Hamzah (van Ronkel, 1895).

Tokoh Amir Ambyah dalam Serat Menak sebenarnya merupakan penggambaran tokoh sejarah Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi Muhammad yang gugur dalam Perang Uhud-pen) sebagai pahlawan gagah perkasa tanpa tanding. Menurut Resowidjojo (1941) tokoh Amir Ambyah dalam cerita Menak diberi banyak nama antara lain Wong Agung Jayengrana, Wong Agung Menak, Jayeng Jurit, Jayeng Laga, Jayeng Satru, Amir Mukminin, Menak Amir, Jayadimurti, Wiradimurti, Jayeng Resmi, Palugon, Palugangsa, Retnaning Jurit, Kamidil Ngalam, Karabul Maunun. Amir Ambyah dikisahkan memiliki banyak isteri dan anak, hasil perkawinan dengan berbagai puteri raja dari berbagai negeri. Dari pernikahan dengan Retna Muninggar (Mihrnigar) puteri Prabu Nusirwan (Anushirwan) dari negeri Medayin lahir putera bernama Kobat Sarehas (Qobat Shehriar); dengan Dewi Marpinjun adik Retna Muninggar diperoleh putera bernama Rustamaji; dengan Dewi Ismayawati puteri Prabu Tamimasar (Tamim Azhar) dari negeri Ngajrak lahir Dewi Kuraisin (Quraisyin); dengan Dewi Kelaswara puteri Prabu Kelan Jajali raja Kaelani lahir Iman Suwangsa (Badi'uz Zaman); dengan Dewi Sudarawreti puteri Prabu Perid (Farizh) raja Parang Akik adik Prabu Kanjun lahir putera bernama Jayusman; dengan Dewi Sekar Kedhaton puteri Prabu Asan Asir (Hasan al-Misri) raja Mesir lahir putera bernama Umar Mesir atau Maryunani; dengan Dewi Retna Kisbandi anak Prabu Kemar Raja Kuwari lahir putera bernama Hasim Kuwari (Hasyim al-Quwairy); dengan puteri raja Burudaging di negeri Rum lahir putera bernama Hasim Katamsi; dengan Dewi Robingu Sirtupelaeli dari negeri Karsinah, Amir Ambyah tidak memiliki putera.
Pengaruh Pada Seni Pertunjukan

Serat Menak Amir Ambyah di Jawa meski ditulis dalam naskah-naskah tulisan, tetapi sering divisualisasi dalam bentuk pertunjukan Wayang Krucil atau Wayang Tengul. Melalui seni pertunjukan itu, Serat Menak Amir Ambyah yang bersumber pada sastra Persia berjudul Qissa i Emir Hamza yang sarat memuat pandangan-pandangan dan ide-ide serta gagasan-gagasan yang berpihak kepada keluarga Nabi Muhammad Saw, dikenal dan diterima oleh hampir seluruh masyarakat Jawa di pesisir dan pedalaman, bahkan berkembang sampai ke Nusa Tenggara Barat.

Dalam sejumlah lakon, tokoh Amir Ambyah dikisahkan sering terlibat perselisihan dengan mertuanya, Raja Nusirwan yang masih kafir. Ia sering pula dikisahkan berselisih dengan tokoh Jemblung Marmaya (Omar Umayah) yang digambarkan sebagai tokoh berperut buncit (jemblung) berwajah jelek. Tokoh Amir Ambyah sangat dikagumi masyarakat. Popularitas Serat Menak di kalangan masyarakat Jawa pada abad ke-19 dan ke-20, sedikitnya terlihat dengan digunakannya nama-nama tokoh Menak seperti Amir, Ambyah, Maktal, Jumiril, Lukman, Tamtanus, Jayusman, Kuraisin, Sulasikin, Sudarawerti, Muninggar, Kadarwati (Yosodipuro, 2002) untuk menamai anak-anak mereka. Akibat populernya tokoh Amir Ambyah, tidak satu pun masyarakat Jawa yang berkenan menamai anaknya dengan meminjam nama tokoh antagonis Jemblung Marmaya (Omar Umayah) yang digambarkan sangat tidak simpatik, baik fisik maupun perangainya.

Kemasyhuran cerita Amir Ambyah yang di Jawa sering dipergelarkan melalui media wayang krucil atau wayang tengul, berkembang pula di Nusa Tenggara Barat melalui media wayang Sasak. Bentuk wayang Sasak hampir menyerupai wayang gambuh, terbuat dari bahan kulit yang ditatah dan disungging. Dasar cerita yang digunakan adalah hikayat Amir Hamzah. Kata Sasak merupakan sebutan lain dari Pulau Lombok; jadi yang dimaksud di sini ialah wayang dari Pulau Lombok (Haryanto, 1988). Demikianlah, sastra Islam yang terpengaruh Persia berkembang menjadi seni pertunjukan di berbagai daerah dan memberikan pengaruh yang tidak kecil dalam proses dakwah Islam di Nusantara.

Sementara itu penyebaran nilai-nilai Islam lewat jalur seni dilakukan melalui pengembangan asimilatif antara seni budaya setempat seperti wayang beber (karebet), wayang kulit (ringgit purwa), wayang klithik, wayang gedog, wayang Demak, banyolan (mabanyol), pelawak (mamirus), tari-tarian (nirtya), tembang gede, kidhung, macapat dengan seni budaya Islam yang berasal dari Persia, India, Campa, Cina, dan Arab.

Satu hal pasti dari pengaruh Islam dari Persia dan India yang diketahui mempengaruhi lahirnya sejumlah seni tradisional tampak pada kesenian wayang klithik (yang membawakan cerita-cerita Menak), wayang purwa (membawakan cerita Ramayana dan Mahabharata), kentrung (menuturkan kisah para wali penyebar Islam), jemblung (membawakan cerita Menak), genjring (seni sulap bernuansa mistis), debus (seni kekebalan berasal dari tarikat Rifa'iyyah), terbang jidor (pengiring pembacaan shalawat), dan shalawatan.

Menurut Simuh (1988) di Jawa pengaruh Islam aliran Syi'ah terlihat sekali dalam proses Islamisasi melalui seni seperti terlihat pada pertunjukan sandhul, yakni suatu seni yang menggambarkan peperangan antara imam Ali bin Abi Thalib melawan Muawiyyah. Perayaan hari Asyura pada tanggal 10 Muharram yang dirayakan dengan sajian nasi-bubur adalah selamatan dan peringatan bagi imam Husain (cucu Nabi Muhammad Saw) yang terbunuh dalam perang di Karbala tahun 680 Masehi. Simpulan Simuh bahwa seni Sandhul adalah pengaruh Islam Syi'ah, tentu berhubungan dengan Cerita Menak lakon Amir Ambyah, yang menggambarkan tokoh Amir Hamzah bin Abdul Munthalib yang sering berselisih dengan tokoh Jemblung Marmaya (Omar Umayah). Itu berarti, baik seni sandhul maupun cerita Menak, sama-sama menggambarkan kisah perselisihan abadi antara Bani Munthalib dengan Bani Umayyah yang direpresentasikan dalam kisah peperangan imam Ali melawan Mu'awiyah maupun perselisihan Hamzah bin Abdul Muthalib melawan tokoh Umayyah, yang secara psikologis hal tersebut mempengaruhi struktur mental (habitus) masyarakat muslim di Nusantara yang cenderung memihak kepada imam Ali dan Hamzah bin Abdul Muthalib.

2011-08-26
sumber: Jurnal Al-Qurba Vol I No 1
Dijumput dari: http://pesantrenbudaya.com/?id=29

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar