Selasa, 21 Oktober 2014

KUNTOWIJOYO DALAM MAKLUMAT SASTRA PROFETIK

Imamuddin SA
sastra-indonesia.com


Siapa yang tidak kenal dengan Kuntowijoyo! Ia seorang sastrawan, budayawan, sekaligus akademisi yang lahir di Yogyakarta 18 September 1943. Ia salah seorang maestro yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Karya-karyanya sungguh luar biasa dan menjadi karya besar. Melalui karya-karyanya, Kuntowijoyo mengantongi berbagai macam gelar. Cerpenya yang berjudul “Laki-Laki yang Kawin dengan Peri “(1995), “Resolusi Perdamaian” (1996), “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan” (1997), dan “Jalan Asmara Dana” (2005), meraih penghargaan sebagai cerpen terbaik Kompas.

Cerpenya yang berjudul “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” (1968) memperoleh hadiah pertama dari majalah Sastra. Naskah dramanya yang berjudul “Rumput-Rumput Danau Bento” meraih hadiah harapan dari BTNI (1968). Sedangkan baskah dramanya yang berjudul “Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma, Barda, Cartasm” dan “Topeng Kayu” memperoleh hadiah kedua dari Dewan Kesenian Jakarta.

Kuntowijoyo merupakan seorang sastrawan yang produktif dan konsisten. Ini tampak terlihat dari eksistensi menulisnya hingga akhir hayatnya. Empat hari sebelum meningal dunia (wafat 22 Februari 2005), ia bahkan berhasil merampungkan sebuah artikel yang berjudul “Maklumat Sastra Profetik” yang kemudian dikirimkannya pada majalah sastra Horison. Inilah yang pada gilirannya menjadi karya terakhir yang digurat oleh Kuntowijoyo.

Dengan hadirnya karya terakhir tersebut, Kuntowijoyo tampaknya bermaksud membangun jembatan dalam memahami karya-karyanya dan memberi hujjah dalam menelorkan sastra kreatif bagi sastrawan-sastrawan tunas mendatang. Ibarat ingin merasakan asin, seseorang harus mengetahui bentuk dan warna garam. Kesadaran inilah yang mungkin menuntut Kuntowijoyo untuk membangun jembatan pemahaman dengan menguliti karya-karyanya sendiri melalui “Maklumat Sastra Profetik”. Pada hal, ia sadar betul bahwasanya, seorang pengarang yang berani menguraikan esensi karyanya sendiri sama halnya dengan melakukan tindakan bunuh diri.

Ini merupakan sebuah pengorbanan besar. Tampaknya, tindakan ini dilakukan oleh Kuntowijoyo untuk membentengi menjamurnya karya sastra populer di Indonesia. Kuntowijoyo ingin melahirkan karya-karya yang bermutu melalui tangan-tangan kreatif sastrawan muda Indonesia.

Melalui “Maklumat Sastra Profetik”, Kuntowijoyo berusaha berjuang mengembalikan eksistensi karya sastra Indonesia yang berfungsi untuk “dulce et utile” di tengah maraknya budaya konsumerisme dan glamorisme. Harapan besar Kuntowijoyo untuk karya sastra Inonesia yang akan terlahir kelak yaitu dapat merepresentasikan nilai-nilai kenabian, yang meliputi amar ma’ruf (humanisme), nahi munkar (liberasi), dan tu’minu billah (transendensi). Ketiga unsur itu harus menyelimuti karya sastra Indonesia yang keberadaannya saling mengisi satu sama lain, seperti badan dengan ruh, bukan malah berdiri sendri-sendiri.

Petunjuk yang diberikan oleh Kuntowijoyo tentang gambaran etika sastra profetik yang ditawarkan bertumpu pada dua hal. Menurutnya, sastra profetik itu harus ditulis dari dalam dan dari bawah. Maksudnya menulis dari dalam yaitu sastra profetik hendaknya peristiwa-perstiwa dipahami sebagaimana tokoh-tokohnya memahami dunianya sendiri dalam cerita. Pengarang harus bisa membiarkan tokoh-tokoh imajinernya mereaksi peristiwa-peristiwanya sendiri. Dengan kata lain, “ke-aku-an” tokoh imajiner yang berfikir, berbicara, dan berbuat. Jika tokoh imajiner itu orang sederhana maka pikiran, perkataan, dan perbuatannya juga harus sederhana. Dengan demikian, nilai-nilai yang dimunculkan pengarang tidak akan mengabdi pada ide atau gagasan subjektifnya, melainkan nilai-nilai yang muncul benar-benar terkesan murni dan alami melalui gambaran karakter, konflik, dan beban peristiwa dalam pribadi tokoh imajinernya.

Menulis sastra dari bawah maksudnya pengarang tidak berangkat dari teori dan konsep etika profetik, melainkan pengarang hanya dituntut untuk konsisten dalam pelukisan ceritanya dan koheren dengan tema serta plotnya. Dengan kata lain, pengarang hanya menuliskan apa yang ada dalam pikiran dan apa yang dibisikan oleh hati nurani secara runtut yang bersumber dari realitas kehidupan yang ada.

Sebagai contoh, dalam “Maklumat Sastra Profetik”, Kuntowijoyo membongkar esensi beberapa karyanya agar dapat diteladani oleh pembaca dan sastrawan muda, baik sebagai jembatan pemahaman atas karya maupun sebagai usaha mengembalikan kualitas sastra Indonesia. Paling tidak, ada satu isyarat, membuat cerita itu hendaknya seperti “saya” (Kuntowijoyo). Ada nilai-nilai yang disisipkan dan ceritanya mengalir tanpa kesan menggurui atau mengabdi pada ide subjektif pengarang. Biarkan ide subjektif pengarang itu implisit dan lebur dalam tokoh imajiner.

Beberapa karya yang telah dikuliti oleh Kuntowijoyo dalam “Maklumat Sastra Profetik” yaitu “Mantra Penjinak Ular”, Warsipin & Satinah”, “Sepotong Kayu untuk Tuhan”, “Khotbah di atas Bukit”, “Suluk Awang Uwung”, “Makrifat Daun, Daun Makrifat”, “Topeng Kayu”, “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan”, dan “Gerobak Itu Berhenti di Muka Rumah”. Tindakan pengulitan ini tidak sampai menggores daging cerita. Kuntowijoyo hanya menyayat sedikit kulit ari karyanya. Namun hal itu sudah dapat memberi gambaran umum tentang esensi karyanya.

Dalam “Mantra Penjinak Ular”, Kuntowijoyo menjelaskan bahwa penolakan yang dilakukan oleh seorang buruh rendahan di kecamat untuk menjadi pegawai yang lebih tinggi karena ia tidak ingin menjadi mesin politik dan objektivitas oleh negara. Ia ingin menjadi pribadi yang utuh dan menolak dehumanisasi modern. Tokoh lain, yang membuang ular, memutus mata-rantai mantra penjinak ular, dan tidak memakai sesaji saat mendalang merupakan wujud penolakan terhadap dehumanisasi tradisional. Ia juga menjelaskan bahwa semua tokoh imajiner dalam karya ini tidak pernah tahu-menahu masalah objektivitas modern dan tradisional, padahal objektivitas itulah yang menjadi tema dalam novel itu. Para tokoh hanya bereaksi sewajarnya atas peristiwa yang dihadapi.

Dalam novel “Warsipin & Satinah”, Kuntowijoyo menguraikan bahwa tema utamanya yaitu marjinalisasi umat Isalam yang dilambangkan melalui penyishan imam surau (Pak Modin) dari Pilkades karena dituduh sebagai anggota PKI. Pak Modin akhirnya dipermak daam penjara. Sementara itu, rekayasa politik yang digambarkan melalui tuduhan atas Warsipin yang macam-macam dan akhirnya berujung pada tuduhan menyiapkan pemberontakan. Dalam novel ini, tokoh-tokoh dan para nelayan tidak pernah memahami bahwa mereka sedang menghadapi penindasan negara yang bernama marjinalisasi umat Islam. Mereka hanya tahu sedang berhadapan dengan Muspika, polisi, pengadilan, dan penjara, tetapi tidak pernah tahu bahwa mereka menghadapi negara yang otoriter.

Kuntowijoyo telah menjelaskan bahwa tema transendensi juga menjadi pondasi utama dalam cerpen “Sepotong Kayu untuk Tuhan”. Dalam novel ini dikisahkan bahwa seorang lelaki tua dengan susah payah menebang pohon dan mendorongnya ke sungai untuk sumbangan pembangunan surau. Kayu itu diletakkan di tepi sungai, akan tetapi banjir membawa pergi kayunya dan ia gagal menyumbang. Nilai yang terdapat di dalamnya yaitu nilai sufisme yang berupa keikhlasan dalam beribadah kepada Tuhan, bukan soal sampai atau tidaknya kayu itu untuk disumbangkan.

Dalam novel “Khotbah di atas Bukit”, Kuntowijoyo menegaskan bahwa karya tersebut mengangkat tema transendensi non-teistik yang bersifat a statment of intent, dan bukannya a statment of position, karena ia cenderung pada transendensi teistik Islam. Puisi “Suluk Awang Uwung”, menurutnya bersifat transendensi teistik jawa-Islam. Sedangkan dalam puisi “Makrifat Daun, Daun Makrifat”, karya ini menurutnya jelas-jelas murni transendensi Islam.

Kuntowijoyo juga menegaskan bahwa semua karyanya adalah transendensi, karena ia menganggap hidup ini sebagai misteri yang mengagumkan. Akan tetapi berdasarkan pada uraian sebelumnya, ketransendensian karya itu tidak terikat atau mengabdi pada ide subjektif pengarang, karena Kuntowijoyo selalu menjauh dari tokoh-tokoh imajinernya sehingga ide subjektif pengarang bersifat implisit dan alami. Inilah yang disebut menulis dari dalam.

Selain itu, Kuntowijoyo juga menyatakan secara mutlak bahwa hampir semua karyanya ditulis dari bawah. Karya-karya itu ditulis bukan berpatokan pada konsep teoretis, melainkan menuliskan segala sesuatu yang muncul dalam hati dan pikiran yang berangkat dari realitas yang serba sederhana, yaitu kekaguman atas “misteri kehidupan”. Realitas sederhana itulah pada giliranya akan berposisi sebagai pengalaman. Seperti novel “Pasar” yang diilhami dengan adanya perubahan sosial dari pasar tradisional menjadi pasar modern, novel “Warsipin & Satinah” diilhami dari peristiwa tahun 1978 tentang pencidukan dua orang warga desa oleh tentara yang dituduh akan mendirikan negara Islam, cerpen “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan” diilhami dari adanya adat menjaga kuburan baru selama tujuh hari untuk orang yang meninggal hari Selasa Kliwon di Yogyakarta pada tahun 1990.

Kuntowijoyo menjelaskan bahwa karya sastra itu strukturalisasi dari pengalaman, imajinasi, dan nilai. Akan tetapi, dari ketiga unsur tersebut yang kerap terlupakan oleh pengarang yaitu nilai. Pengarang terkadang terlalu menggebu dengan ide nilai yang ingin disisipkan sehingga terkesan tidak alami dan menggurui. Pengarang kadang pula lupa menyisipkan nilai sehingga timbullah karya ngepop. Minimnya nilai dalam karya sastra mampu mengurangi kualitas karya. Untuk mengantisipasi fenomena tersebut, perlu adanya keseimbangan dalam menyisipkan nilai-nilai.

Sekali lagi, tujuan utama ditulisnya “Maklumat Sastra Profetik” oleh Kuntowijoyo ini untuk menjembatani pemahaman pembaca atas karya-karya Kuntowijoyo dan untuk meningkatkan kualitas karya sastra Indonesia, supaya sastra lebih berperan dalam masyarakat. Kini artikel itu hadir dalam bentuk buku terbitan Grafindo Litera Media Yogyakarta yang dilengkap dengan lampiran karya-karya yang dikupas sendiri oleh Kuntowijoyo dalam maklumat tersebut. Dengan demikian, pembaca tidak hanya mendapat gambaran kulit ari melainkan dapat mendalami esensi karya sendiri.

6 Oktober 2014, Lamongan, Jawa Timur.

http://sastra-indonesia.com/2014/10/kuntowijoyo-dalam-maklumat-sastra-profetik/

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar