Budi P Hatees
Harian Analisa, 2 Des 2012
USAI membaca dua esai di media ini, “Sastra Sumatra Merdeka Bukan Slogan Kosong” ditulis Yulhasni, dan “Sastra Sumatra Merdeka” ditulis Afrion, saya teringat pada para elite di daerah sekitar awal dekade 2000. Mereka berteriak tentang pentingnya desentralisasi dalam membangun daerah. Mereka mengasumsikan, desentralisasi itu syarat utama untuk mewujudkan reformasi yang berhasrat besar membangun otonomi daerah. Otonomi daerah itu, konon, dibayangkan sebagai sebuah keadaan yang memposisikan pemerintah daerah sebagai pemegang kekuasaan atas berbagai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara di aras lokal.
Dalam sejumlah seminar dan diskusi, misalnya yang ditaja Forum Gubernur se-Sumatra, perkara desentralisasi ini mengerucut jadi semacam slogan untuk mengurangi campur tangan Jakarta terhadap urusan rumah tangga di daerah. Kemudian disepakati, daerah-daerah di Pulau Sumatra akan membangun berbagai fasilitas untuk menyaingi Jakarta, seperti jaringan listrik yang terkoneksi dari Lampung sampai Aceh karena sumber energi listrik terbesar di negeri ini ada di Pulau Sumatra guna mendukung investasi di sector angroindustri dan agrobisnis terutama sawit dan karet.
Bahkan, para Gubernur se-Sumatra sampai pada kesimpulan pentingnya Pulau Sumatra memiliki jaringan rel kereta api, maskapai penerbangan sendiri dan terakhir harus ada jembatan yang menghubungkan Pulau Sumatra dengan Pulau Jawa. Perkembangan selanjutnya kita tahu, semangat yang digaungkan para Gubernur se-Sumatra itu justru meredup karena tak dibarengi dengan penguatan pemikiran terkait pentingnya sebuah nasionalisme yang khas Pulau Sumatra, yang mampu merekatkan seluruh warga bangsa di Pulau Sumatra.
Upaya daerah membangun Forum Gubernur se-Sumatra untuk merebut posisi sentral, justru menegaskan fakta yang sebenarnya bahwa posisi Jakarta sebagai sentral tak akan tergoyahkan. Penyebabnya, agenda yang dirancang para kepala daerah itu adalah agenda-agenda yang memiliki ketergantungan dengan Jakarta. Terutama karena peraturan perundang-undangan sebagai orde bagi seluruh warga bangsa dan Negara selalu memposisikan Jakarta sebagai pusat segala sesuatu. Seperti telah dibayangkan, bukan keberhasilan atas perjuangannya yang dirauf para Gubernur se-Sumatra, sebaliknya justru kekecewaan.
Jejak-jejak dari keinginan para Gubernur se-Sumatra ini muncul dalam esai Yuhasni dan Afrion. Keduanya menawarkan gagasan pentingnya melawan Jakarta sebagai sentral dalam dinamika kehidupan kesusastraan di Negara ini. Meskipun perlawanan yang dimaksud tak jelas hendak mengobarkan apa, kecuali sejumput keluh-kesah yang terdengar seperti ratapan.
“Gerakan Sastra Sumatera Merdeka,” tulis Yulhasni, ” muncul sebagai akibat terjadinya hegemoni pusat (baca : Jakarta) terhadap berbagai bentuk penciptaan karya, distribusi karya, bahkan sampai penyelenggaraan kegiatan sastra.” Afrion, yang banyak mengamini Yulhasni, mengerucut pada gagasan bahwa Sastra Sumatera Merdeka harus membatasi dominasi teks buku sejarah sastra Indonesia terbitan Jakarta dalam menguasai pangsa pasar daerah.
Yulhasni dan Afrion meratap? Ya, karena persoalan yang dipersoalkan sesungguhnya sangat sepele. Kedua penyastra ini mengasumsikan, karya-karya sastra yang ditulis para sastrawan dari Pulau Sumatra (khususnya Sumatra Utara) bernasib lebih malang dibandingkan nasib karya yang ditulis sastrawan dari Pulau Jawa (Jakarta). Menurut mereka, karya sastrawan dari Jakarta menjadi bacaan sebagian besar pembaca sastra di negeri ini karena didukung penerbit buku yang bonafit dan distribusi yang luar biasa.
Taruhlah mereka benar, tapi bagaimana mereka akan mengatasi semua hal yang diratapi itu, sehingga karya sastrawan Sumatra Utara menjadi bacaan bagi masyarakat Sumatra Utara?
Masa lalu sastrawan Sumatra Utara, setidaknya, tak bisa disamai dengan sastrawan masa sekarang. Nama-mana besar sastrawan Sumatra Utara tak cuma tercatat, tetapi juga memiliki fenomena sendiri dalam menentukan perkembangan kesusastraan di Tanah Air. Sastrawan Sumatra Utara hari ini, nyaris tak punya sejarah untuk menandainya. Karya mereka, yang bertebaran di ruang-ruang sastra media cetak, juga yang diterbitkan dalam bentuk antologi kolektif, hampir tak punya teriakan. Karya-karya itu lahir dengan suara yang hanya terdengar di Sumatra Utara.
Barangkali persoalannya bukan pada hagemoni Jakarta, tapi karena wibawa karya sastra para sastrawan Sumatra Utara memiliki nasib yang buruk dalam masyarakatnya. Begitu sastrwan Sumatra Utara menyiarkan karyanya, gemanya hanya akan sampai pada radius beberapa meter, hanya di seputaran para sastrawan. Keadaan semacam itu, kiranya siapa pun tahu, bukanlah lantaran kesalahan Jakarta yang terlalu hagemoni. Jakarta tak mengurusi sastra dan sastrawan Sumatra Utara, karena sastra dan sastrawan Sumatra Utara punya batas sendiri bagi pengaruhnya.
Berbeda halnya dengan Bangka-Belitung yang masih dalam wilayah Pulau Sumatra. Kehadiran kesusastraan modern di provinsi itu, sejak novel Laskar Pelangi muncul, benar-benar menjadi sebuah pertanda perubahan sosial, yang kemudian diikuti oleh perubahan-perubahan sosial yang lebih merata. Padahal, sejarah sastra di daerah itu sangat muda, bahkan provinsi itu sendiri hanya sebuah provinsi yang muncul kemudian setelah dimekarkan dari Provinsi Sumatra Selatan.
Bila membandingkan masyarakat sastra di Bangka-Belitung dengan masyarakat sastra di Sumatra Utara, bisa disebut masyarakat sastra Sumatra Utara harus belajar dari masyarakat sastra Bangka-Belitung. Dengan kata lain, persoalan yang dipersoalkan Yulhasni dan Afrion sesungguhnya persoalan yang perlu dijawab sendiri oleh keduanya.
Tanggung jawab keduanya, untuk menghasilkan karya sastra yang lebih diminati masyarakatnya, harus ditagih. Artinya, persoalan sesungguhnya adalah persoalan ketidakmampuan merebut agenda estetika dalam berkesusastraan, yang kemudian dialihkan menjadi agenda merebut politik dalam berkesusastraan.
Merebut agenda politik di aras reformasi, seperti yang dilakukan para Gubernur se-Sumatra, tidak akan membawa hasil apapun. Kekecewaan demi kekecewaan akan menghampiri, yang lebih menegaskan betapa kerja-kerja pergerakan harus didukung dengan peikiran yang andal. Ada subtansi intelektual yang jelas ranah ontologism, aksiologis, dan epistimeloginya. Jika tidak, maka gerakan apapun termasuk Sastra Sumatra Merdeka akan terperangkap menjadi gerakan primordial yang menjauh dari ranah intelektual.
Daripada mengurusi masalah dominasi Jakarta, yang dalam derajat tertentu memang benar demikian, jauh lebih bagus bila para sastrawan merebut agenda estetika dalam berkarya. Dengan begitu, titik utama yang perlu menjadi perhatian adalah membenahi kualitas karya sastra yang ada di Sumatra Utara, membangun infrastruktur yang mampu membuat karya sastra Sumatra Utara menjadi dominan bacaan masyarakat Sumatra Utara. Dengan begitu, bukan mustahil suatu saat karya-karya sastra dari Sumatra Utara akan mendorong pemerintah untuk menjadikannya sebagai bagian dari kurikulum pengajaran di dunia pendidikan.
Akhir kata, kita tak bisa menimpakan kesalahan pada Jakarta atas ketidakmampuan kita menghasilkan karya sastra yang layak dibaca masyarakat Sumatra Utara.
Dijumput dari: http://www.analisadaily.com/news/read/2012/12/02/91308/merebut_agenda_politik_bersastra/#.UNeDmax2Na8
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar