Jurnal : Tijdschrift Voor Indische Taal- Land-En Volkenkunde. Deel LXXVIII
Judul Tulisan : De Plechtigheid “Waterscheppen” in Bolaang Mongondow Monajoek Polat Monondeaga
Pengarang : W. Dunnebier
Penerbit : Koninklijk Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Wetenschapen
Tahun Terbit : 1938
Peresensi : Rahmi Hattani
http://sastra-indonesia.com/
“Tonga’ adi’ bobai noloendoe-loendoek-mai i oekoe-oekoed, mangalenja: tajoekan, boeongan, tobokon, le’adan, lamba’an, boeligan
bo tombajangan in toemogogopat’) (bajang in tajoek, bajang in tobok, bajang i le’ad bo bajang i lamba’)” (W.Dunnebier).
Menjelaskan posisi perempuan dalam sejarah Mongondow, mesti dilihat dalam konteks bagaimana budaya Mongondow “mengkultuskan” perempuan, terutama pada prosesi ritual-ritual adat yang dilakukan masyarakat Bolaang Mongondow dahulu kala. Tulisan ini, merupakan sebuah tulisan etnografi yang cukup menarik, dari seorang misionaris yang ditugaskan Belanda di Bolaang Mongondow sekitar tahun 1903. W. Dunnebier yang namanya tidak lagi asing dalam kamus para akademisi Bolaang Mongondow, hampir semua tulisan mengenai Bolaang Mongondow selalu merujuk pada karya-karyanya. Kali ini Dunnebier menuliskan sebuah laporan tentang prosesi upacara adat kuno yaitu Monayuk dan Monondeaga. Tulisan berbahasa Mongondow lampau ini, berlatar tahun 1919. Jika merujuk pada sejarah dinasti-dinasti Bolaang Mongondow, maka tahun 1919 adalah masa dinasti Raja Datu Cornelis Manoppo (H. M. Taulu, 1961).
Kedua upacara adat ini (Monayuk dan Monondeaga) merupakan sebuah upacara adat yang dilaksanakan secara bersamaan pada waktu itu. Saat ini, sebagian kalangan masyarakat Bolaang Mongondow, menganggap bahwa ritual adat Monayuk dilakukan untuk mengobati orang sakit, namun dalam tulisan ini, Monayuk merupakan sebuah upacara yang harus dilakukan oleh orang tua untuk membersihkan jiwa anak-anaknya, demikian halnya dengan Monondeaga, upacara ini bertujuan menegaskan kepada diri seorang anak perempuan bahwa ia telah dewasa, dan untuk itu segala tingkah laku serta ucapannya harus senantiasa berada dalam aturan-aturan adat yang telah ditetapkan. Selain itu, kedua upacara ini dilaksanakan untuk menghormati pesan leluhur, karena dengan upacara adat inilah setiap keluarga di Bolaang Mongondow merasa telah menjaga keturunan nenek moyang mereka dengan baik.
Dunnebier, tidak menyajikan makna-makna atau penafsiran dengan menggunakan cara pandang atau teori-teori tertentu dalam tulisan ini. Tetapi Dunnebier menarasikan dengan apa adanya, mengenai, sebuah keluarga yang bukan berasal dari kalangan bangsawan yang melaksanakan kedua prosesi upacara adat Monayuk dan Monondeaga. Manoe (seorang kepala keluarga) yang pada waktu itu memiliki beberapa orang anak (laki-laki dan perempuan) berkeinginan untuk menyelenggarakan kedua upacara tersebut.
„E, akoeoi naa pinomaja’ kami toloe inta inojod, biniagmai doman ing goejanga boga’, tonga’ oempaka tonga’ totoeoe oekoed in takit i moena, eda’ kinooendaman-bi’ ing goejanga.
Sebab nion, mani’ pokioendam-pa i adi’ minta dodoejoenja nion” (hal. 3).
Demikian Dunnebier menuliskan, dalam konteks ini Manoe merasa memiliki tanggung jawab menjaga keturunannya dengan cara melakukan kedua upacara itu sebagaimana yang dilakukan para leluhurnya. Akhirnya setelah membayar denda kepada Mayor (pihak Belanda) serta Guhanga dan Bobato, ritualpun dilaksanakan. Mengingat biaya yang dikeluarkan cukup besar, maka diperoleh kesepakatan bahwa upacara tersebut dilaksanakan bersama saudaranya yang lain.
Prosesi yang memakan waktu paling lama dalam upacara ini adalah Monondeaga, sesuai namanya, upacara ini dikhususkan bagi anak perempuan yang telah memasuki masa dewasa pertama. Berbeda dengan laki-laki yang baginya hanya dilakukan upacara Monayuk saja, bagi perempuan selain Monayuk, juga disertai dengan Monondeaga. Ritual menarik selama berlangsungnya upacara ini (Monondeaga) adalah “Tobokon” atau “Monobok”, dalam tulisan ini, Monobok (tindik telinga) merupakan tahapan pertama dari Monondeaga, ritual Monobok adalah ritual memberi lubang/menindik pada telinga anak perempuan yang dilakukan oleh dua orang perempuan yang duduk disamping kiri dan kanan anak tersebut. Namun sebelum ritual tersebut dilakukan, sang anak terlebih dahulu, Ompoe-an (semacam doa dalam bahasa Mongondow).
„Ompoe’! dia’-don doman mokohaat ko inimoe, dia’-don
doman mokotongkekeb, dia’-don doman mokotombitoel, dia’-don
doman mokoboengom-boengoi ko inimoe, dia’-don doman mokonoeka-
noeka.Mokoroemba-don kom bobiagmoe,mokononoi-don
doman kong kobobiagmoe, mokolanggo’-don kong kamangmoe,
si aindon pinodoedoei nai ina’moe bo nai ama’moe kon takit i moena, atorang doengkoelon, oea’ nongkon Doemoga.” (hal. 10).
Dari salah satu ritual tersebut, kita bisa menafsirkan bagaimana masyarakat Bolaang Mongondow dimasa lalu memperlakukan perempuan. Penghargaan kepada perempuan yang tercermin dalam prosesi-prosesi adat Monondeaga ini, merupakan salah satu bukti, bahwa dalam perjalanan sejarah Bolaang Mongondow, perempuan diposisikan sebagai manusia yang keberadaannya mesti dijaga dan dihargai. Prosesi Monobok tersebut memberi pesan kepada kita bahwa setiap perempuan dalam tradisi Mongondow tidak sembarangan dalam menghias diri (fungsi dari telinga yang dilubangi/ditindik adalah untuk memakai perhiasan).
Selain Monobok, prosesi selanjutnya adalah Le’ad (meratakan gigi), saat ini prosesi Le’ad lebih sering dilaksanakan menjelang pernikahan, namun dalam tulisan ini Le’ad merupakan salah satu tahapan dalam upacara adat Monondeaga. Tradisi serupa juga terdapat pada masyarakat Bali. Sebelum prosesi ini dilangsungkan, doa-doa (Ompoe-an) tradisionalpun kembali dipanjatkan.
„Ompoe’ ! dia’ doman mokoïmbaloian
dia’ doman mokopoïmponik mokopoïmponag, dia”
doman mokodara-darag, dia’ doman mokoboengom-boengoi pinomaja’
dia’ doman mokotoïngkekeb, si aindon dinoegoe’, aindon
inoekoed podoedoei in takit i moena.”(hal. 12).
Dalam doa tersebut, kita menemukan sekaligus memahami bahwa perempuan Mongondow, mesti senantiasa menjaga tindakannya sebagai seorang perempuan yang telah memasuki masa dewasa. Sebagai perempuan yang telah disempurnakan dengan dilaksanakannya upacara tersebut. Memperhatikan prosesi upacara adat Monondeaga, yang dalam tulisan ini dilangsungkan dalam beberapa tahapan (Monobok, Le’ad, Lamba’an dan Buligan), memberi pengetahuan tersendiri bagi kita, mengenai perempuan Mongondow. Setidaknya dengan adanya upacara adat ini, semakin menegaskan bahwa tradisi Mongondow memposisikan perempuan sesuai dengan keberadaan dirinya sebagai makhluk yang memiliki peran tersendiri dalam kehidupannya. Karena itu, wajib diadakan sebuah ritual khusus untuk menyambut masa kedewasaannya.
Pada substansinya, ritual Monondeaga bisa menjadi basis kajian utama mengenai konsep gender yang kini banyak mendasarkan teorinya pada fatwa-fatwa ilmu pengetahuan modern. Bagaimanapun, ritual ini patut dikaji kembali pemaknaannya dimasa kini, ketika kaum perempuan makin melupakan pentingnya menghargai kearifan tradisi masa lalu yang begitu kaya dengan nilai-nilai kehidupan, moral, dan spiritual. Bolaang Mongondow, memiliki tokoh perempuan yang berperan penuh dalam sejarah perjalanan tanah ini. Inde’ Dou’, seorang Bogani perempuan yang berasal dari timur Bolaang Mongondow, yang oleh sebagian kalangan keberadaannya masih dianggap sebagai mitos, posisinya mesti dikaji kembali dan dijadikan spirit bagi semua kaum perempuan Mongondow, Ba’i Sopina yang dalam cerita lisan digambarkan sebagai sosok pemberani yang memimpin pasukan (menggantikan suaminya) dalam perang Pontodon juga wajib di telusuri kembali perjalanan hidupnya, demikian pula dengan Ny. Nurtina Gonibala yang perannya tak akan pernah terlupakan dalam tubuh PPI Laskar Banteng Bolaang Mongondow setidaknya pantas menjadi inspirasi bagi siapapun yang ingin membangun Bolaang Mongondow.
Untuk itu, sekali lagi basis pengetahuan perempuan Mongondow, mesti diawali dari tradisi Mongondow dan tokoh-tokoh perempuan Mongondow, dan selanjutnya direpresentasikan dalam konteks kehidupan bernegara, hingga perempuan Mongondow mampu menegaskan keberadaannya dalam peta sejarah nasional dan global tanpa kehilangan jati dirinya sebagai orang Mongondow, yang dilahirkan dari leluhur yang menghargai kaum perempuan sesuai dengan posisi dan aturan adat yang ditetapkan. Basis pengetahuan tersebut digunakan sebagai analisa untuk membaca konsep gender dan keberadaan perempuan masa kini. Dengan demikian perempuan Mongondow memiliki paradigma sendiri dalam mendefinisikan situasi kehidupan modern (yang cenderung memarginalkan perempuan) dimana ia menemui segala tantangan dalam menegaskan posisinya sebagai perempuan.
Tulisan Dunnebier ini, bisa menjadi referensi utama bagi semua kalangan yang ingin sepenuhnya mendalami tradisi dan budaya Bolaang Mongondow. Sekalipun kedua upacara yang terdapat dalam tulisan ini tidak atau jarang sekali ditemui dalam kehidupan masyarakat Bolaang Mongondow saat ini, namun Dunnebier telah menyajikan satu informasi penting kepada kita tentang kekayaan tradisi masa lalu, yang dimiliki oleh leluhur kita.
Dijumput dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150818686166215
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar