Rabu, 11 Juli 2012

Perempuan Dalam Tradisi Mongondow

Jurnal : Tijdschrift Voor Indische Taal- Land-En Volkenkunde. Deel LXXVIII
Judul Tulisan : De Plechtigheid “Waterscheppen” in Bolaang Mongondow Monajoek Polat Monondeaga
Pengarang : W. Dunnebier
Penerbit : Koninklijk Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Wetenschapen
Tahun Terbit : 1938
Peresensi : Rahmi Hattani
http://sastra-indonesia.com/

“Tonga’ adi’ bobai noloendoe-loendoek-mai i oekoe-oekoed, mangalenja: tajoekan, boeongan, tobokon, le’adan, lamba’an, boeligan
bo tombajangan in toemogogopat’) (bajang in tajoek, bajang in tobok, bajang i le’ad bo bajang i lamba’)” (W.Dunnebier).

Menjelaskan posisi perempuan dalam sejarah Mongondow, mesti dilihat dalam konteks bagaimana budaya Mongondow “mengkultuskan” perempuan, terutama pada prosesi ritual-ritual adat yang dilakukan masyarakat Bolaang Mongondow dahulu kala. Tulisan ini, merupakan sebuah tulisan etnografi yang cukup menarik, dari seorang misionaris yang ditugaskan Belanda di Bolaang Mongondow sekitar tahun 1903. W. Dunnebier yang namanya tidak lagi asing dalam kamus para akademisi Bolaang Mongondow, hampir semua tulisan mengenai Bolaang Mongondow selalu merujuk pada karya-karyanya. Kali ini Dunnebier menuliskan sebuah laporan tentang prosesi upacara adat kuno yaitu Monayuk dan Monondeaga. Tulisan berbahasa Mongondow lampau ini, berlatar tahun 1919. Jika merujuk pada sejarah dinasti-dinasti Bolaang Mongondow, maka tahun 1919 adalah masa dinasti Raja Datu Cornelis Manoppo (H. M. Taulu, 1961).

Kedua upacara adat ini (Monayuk dan Monondeaga) merupakan sebuah upacara adat yang dilaksanakan secara bersamaan pada waktu itu. Saat ini, sebagian kalangan masyarakat Bolaang Mongondow, menganggap bahwa ritual adat Monayuk dilakukan untuk mengobati orang sakit, namun dalam tulisan ini, Monayuk merupakan sebuah upacara yang harus dilakukan oleh orang tua untuk membersihkan jiwa anak-anaknya, demikian halnya dengan Monondeaga, upacara ini bertujuan menegaskan kepada diri seorang anak perempuan bahwa ia telah dewasa, dan untuk itu segala tingkah laku serta ucapannya harus senantiasa berada dalam aturan-aturan adat yang telah ditetapkan. Selain itu, kedua upacara ini dilaksanakan untuk menghormati pesan leluhur, karena dengan upacara adat inilah setiap keluarga di Bolaang Mongondow merasa telah menjaga keturunan nenek moyang mereka dengan baik.

Dunnebier, tidak menyajikan makna-makna atau penafsiran dengan menggunakan cara pandang atau teori-teori tertentu dalam tulisan ini. Tetapi Dunnebier menarasikan dengan apa adanya, mengenai, sebuah keluarga yang bukan berasal dari kalangan bangsawan yang melaksanakan kedua prosesi upacara adat Monayuk dan Monondeaga. Manoe (seorang kepala keluarga) yang pada waktu itu memiliki beberapa orang anak (laki-laki dan perempuan) berkeinginan untuk menyelenggarakan kedua upacara tersebut.

„E, akoeoi naa pinomaja’ kami toloe inta inojod, biniagmai doman ing goejanga boga’, tonga’ oempaka tonga’ totoeoe oekoed in takit i moena, eda’ kinooendaman-bi’ ing goejanga.
Sebab nion, mani’ pokioendam-pa i adi’ minta dodoejoenja nion” (hal. 3).

Demikian Dunnebier menuliskan, dalam konteks ini Manoe merasa memiliki tanggung jawab menjaga keturunannya dengan cara melakukan kedua upacara itu sebagaimana yang dilakukan para leluhurnya. Akhirnya setelah membayar denda kepada Mayor (pihak Belanda) serta Guhanga dan Bobato, ritualpun dilaksanakan. Mengingat biaya yang dikeluarkan cukup besar, maka diperoleh kesepakatan bahwa upacara tersebut dilaksanakan bersama saudaranya yang lain.

Prosesi yang memakan waktu paling lama dalam upacara ini adalah Monondeaga, sesuai namanya, upacara ini dikhususkan bagi anak perempuan yang telah memasuki masa dewasa pertama. Berbeda dengan laki-laki yang baginya hanya dilakukan upacara Monayuk saja, bagi perempuan selain Monayuk, juga disertai dengan Monondeaga. Ritual menarik selama berlangsungnya upacara ini (Monondeaga) adalah “Tobokon” atau “Monobok”, dalam tulisan ini, Monobok (tindik telinga) merupakan tahapan pertama dari Monondeaga, ritual Monobok adalah ritual memberi lubang/menindik pada telinga anak perempuan yang dilakukan oleh dua orang perempuan yang duduk disamping kiri dan kanan anak tersebut. Namun sebelum ritual tersebut dilakukan, sang anak terlebih dahulu, Ompoe-an (semacam doa dalam bahasa Mongondow).

„Ompoe’! dia’-don doman mokohaat ko inimoe, dia’-don
doman mokotongkekeb, dia’-don doman mokotombitoel, dia’-don
doman mokoboengom-boengoi ko inimoe, dia’-don doman mokonoeka-
noeka.Mokoroemba-don kom bobiagmoe,mokononoi-don
doman kong kobobiagmoe, mokolanggo’-don kong kamangmoe,
si aindon pinodoedoei nai ina’moe bo nai ama’moe kon takit i moena, atorang doengkoelon, oea’ nongkon Doemoga.” (hal. 10).

Dari salah satu ritual tersebut, kita bisa menafsirkan bagaimana masyarakat Bolaang Mongondow dimasa lalu memperlakukan perempuan. Penghargaan kepada perempuan yang tercermin dalam prosesi-prosesi adat Monondeaga ini, merupakan salah satu bukti, bahwa dalam perjalanan sejarah Bolaang Mongondow, perempuan diposisikan sebagai manusia yang keberadaannya mesti dijaga dan dihargai. Prosesi Monobok tersebut memberi pesan kepada kita bahwa setiap perempuan dalam tradisi Mongondow tidak sembarangan dalam menghias diri (fungsi dari telinga yang dilubangi/ditindik adalah untuk memakai perhiasan).

Selain Monobok, prosesi selanjutnya adalah Le’ad (meratakan gigi), saat ini prosesi Le’ad lebih sering dilaksanakan menjelang pernikahan, namun dalam tulisan ini Le’ad merupakan salah satu tahapan dalam upacara adat Monondeaga. Tradisi serupa juga terdapat pada masyarakat Bali. Sebelum prosesi ini dilangsungkan, doa-doa (Ompoe-an) tradisionalpun kembali dipanjatkan.

„Ompoe’ ! dia’ doman mokoïmbaloian
dia’ doman mokopoïmponik mokopoïmponag, dia”
doman mokodara-darag, dia’ doman mokoboengom-boengoi pinomaja’
dia’ doman mokotoïngkekeb, si aindon dinoegoe’, aindon
inoekoed podoedoei in takit i moena.”(hal. 12).

Dalam doa tersebut, kita menemukan sekaligus memahami bahwa perempuan Mongondow, mesti senantiasa menjaga tindakannya sebagai seorang perempuan yang telah memasuki masa dewasa. Sebagai perempuan yang telah disempurnakan dengan dilaksanakannya upacara tersebut. Memperhatikan prosesi upacara adat Monondeaga, yang dalam tulisan ini dilangsungkan dalam beberapa tahapan (Monobok, Le’ad, Lamba’an dan Buligan), memberi pengetahuan tersendiri bagi kita, mengenai perempuan Mongondow. Setidaknya dengan adanya upacara adat ini, semakin menegaskan bahwa tradisi Mongondow memposisikan perempuan sesuai dengan keberadaan dirinya sebagai makhluk yang memiliki peran tersendiri dalam kehidupannya. Karena itu, wajib diadakan sebuah ritual khusus untuk menyambut masa kedewasaannya.

Pada substansinya, ritual Monondeaga bisa menjadi basis kajian utama mengenai konsep gender yang kini banyak mendasarkan teorinya pada fatwa-fatwa ilmu pengetahuan modern. Bagaimanapun, ritual ini patut dikaji kembali pemaknaannya dimasa kini, ketika kaum perempuan makin melupakan pentingnya menghargai kearifan tradisi masa lalu yang begitu kaya dengan nilai-nilai kehidupan, moral, dan spiritual. Bolaang Mongondow, memiliki tokoh perempuan yang berperan penuh dalam sejarah perjalanan tanah ini. Inde’ Dou’, seorang Bogani perempuan yang berasal dari timur Bolaang Mongondow, yang oleh sebagian kalangan keberadaannya masih dianggap sebagai mitos, posisinya mesti dikaji kembali dan dijadikan spirit bagi semua kaum perempuan Mongondow, Ba’i Sopina yang dalam cerita lisan digambarkan sebagai sosok pemberani yang memimpin pasukan (menggantikan suaminya) dalam perang Pontodon juga wajib di telusuri kembali perjalanan hidupnya, demikian pula dengan Ny. Nurtina Gonibala yang perannya tak akan pernah terlupakan dalam tubuh PPI Laskar Banteng Bolaang Mongondow setidaknya pantas menjadi inspirasi bagi siapapun yang ingin membangun Bolaang Mongondow.

Untuk itu, sekali lagi basis pengetahuan perempuan Mongondow, mesti diawali dari tradisi Mongondow dan tokoh-tokoh perempuan Mongondow, dan selanjutnya direpresentasikan dalam konteks kehidupan bernegara, hingga perempuan Mongondow mampu menegaskan keberadaannya dalam peta sejarah nasional dan global tanpa kehilangan jati dirinya sebagai orang Mongondow, yang dilahirkan dari leluhur yang menghargai kaum perempuan sesuai dengan posisi dan aturan adat yang ditetapkan. Basis pengetahuan tersebut digunakan sebagai analisa untuk membaca konsep gender dan keberadaan perempuan masa kini. Dengan demikian perempuan Mongondow memiliki paradigma sendiri dalam mendefinisikan situasi kehidupan modern (yang cenderung memarginalkan perempuan) dimana ia menemui segala tantangan dalam menegaskan posisinya sebagai perempuan.

Tulisan Dunnebier ini, bisa menjadi referensi utama bagi semua kalangan yang ingin sepenuhnya mendalami tradisi dan budaya Bolaang Mongondow. Sekalipun kedua upacara yang terdapat dalam tulisan ini tidak atau jarang sekali ditemui dalam kehidupan masyarakat Bolaang Mongondow saat ini, namun Dunnebier telah menyajikan satu informasi penting kepada kita tentang kekayaan tradisi masa lalu, yang dimiliki oleh leluhur kita.

Dijumput dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150818686166215

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar