Senin, 09 April 2012

Peta Kawin

Sabrank Suparno
http://sastra-indonesia.com/

Tanjung Dungkak, adalah kota kecil dari sekian puluh kota yang pernah aku singgahi. Dibanding Tanjung Benoa Bali, kota ini tak sekedar jauh wilayah teritorialnya, melainkan jauh pula tingkat peradapannya. Kawasan sunyi dari lalu lalang menusia, minim gedung mewah, tak ada kendaraan transportasi dan dunia gemerlap. Keadaan ini berbanding seratus delapan puluh derajat dengan Tanjung Benoa Bali yang tak sepi turis manca negara silih berganti menyinggahi.

Hingga kini aku tak pernah mempertanyakan, apakah hidup di rantau adalah takdir yang aku pesan. Yang aku tau adalah saat kepala bagian kontraktor CV tempatku bekerja menelphon, mengabari perpindahan tempatku selanjutnya setelah libur beberapa minggu.

Kerjaku memang berganti wilayah. Sekali berangkat, tak akan pulang hingga garapan usai. Jarak kepulanganku yang paling pendek sekitar enam bulan, selebihnya hingga empat tahun. Bahkan kepulangan terakhirku, seorang anak kecil yang baru jalan terantanan memanggilku kakek, padahal keberangkatan terahir lalu, anak gadisku masih kelas dua SMP.

Kehidupan kadang seperti diktator. Ia mengangkang berkacak pinggang saat kita besimpuh merunduk di telapak kakinya sekali pun. Kebutuhan hidup menjadi seutas tambang yang dilempar matador dan persis mendadung leher dan kemudian menyeretku seperti sapi atau kerbau dungu.

Meski bertahun tahun di rantau, tetap saja ada secarik goresan yang gagal aku hilangkan. Yakni seperti ada yang tak tercatat di langit dan kitab suci, rindu kampung halaman, rindu ingin pulang. Padahal telapak kakiku sering berkata,”Indonesia adalah kampung halamanku, Indonesia mana yang tak aku singgahi?”

Sejatinya aku bukan keturunan Marcopolus Colombus, sang kakek Amerika itu. Aku ingat, nisan kayu goprak yang tak bernama lagi, adalah kepala Tukejo, buyutku yang asli Jawa. Tapi mungkin Tukejo adalah sejawat Marcopolo, atau sekedar teman gaplei di gardu beratus tahun lalu. Terbukti kedekatan mereka, mewaris kepadaku. Dimana ada pulau, di situ aku berlabuh.

***

Berbeda dengan setahun lalu. Tempat ini sudah berbentuk beton cor yang layak ditiduri. Awalnya hanyalah rawa-rawa. Sejak kali pertama di tempat ini, tugasku setiap hari merubah kawasan ini menjadi bangunan layak huni bagi kapal kapal berlabuh. Tak terasa memang, adonan semen dan pasir yang ditanting tangan kuli anak buahku se ember demi se ember kini telah mengeras, tak berupa lumpur rawa yang membuat badan belepotan dan wajah hingga tak berbentuk saat bekerja.

Kadang aku mendengar senda gurau kawan sepekerjaku saat mereka menyelesaikan lelah. “ Seandainya istriku tau kalau kerjaku begini sengsara, mungkin ia tak sampai hati, makan hasil jerih payahku,” Kawan yang lain segera menyahut! “Lantas kalau gak makan jerih payahmu, istrimu mau makan apa? Yang namanya wanita itu, lobangnya lebar. Dimasukkan apa saja pasti muat. Jangankan uang pas pasan, harta segudang pun tetap kurang. Lha wong kepala bayi saja muat kok.” Seperti biasanya, kedua sahabatku itu larat ke kisah mereka semalam di tepian kolam madu yang jaraknya tujuh kilo meter. Sebuah kubangan segaran yang direguk para perantau sebagai pelepas dahaga.

Selintas aku ingat Rahwana. Ia jadi tersangka saat penculikan Shinta dari pagar Lesmana. Padahal sesungguhnya tanpa diculik pun Shinta tetap keluar dari lingkaran pagar. Kijang kencana yang berlarian di sekitar pagar, membuat lidah Shinta kemecer memilikinya sebelum wanita lain mendapatkannya. Dan betapa indah wanita jika berhias emas kencana dan berlian, apalagi harta melimpah. Andai Shinta keluar pagar tanpa pakaian pun akan ia lakukan jika itu syarat mendapat kijang kencana.

***

Cangkang laut hulu anak sungai Musi ini, soal ikan bakar, aku seperti pemilik restaurant. Senja seusai bekerja, tinggal melempar mata kail, dua kali straekan cukup buat lauk. Berbeda ketika aku di sepanjang pantai Uluwatu Jimbaran. Tiap bobot ikan dihitung harga dollaran.

Terhitung bulan ke enam, dari selatan matahari sudah menyeberangi katulistiwa. Hujan tak akan berkunjung lagi tiap pekan. Dedaunan yang lebat segera rontok di pesta musim gugur. Dan setelahnya, pasti segera berbuah.

Tepat di depan bangunanku, di seberang sungai, pohon beringin itu satu-satunya pohon terbesar di tempatku. Pemukim asli menyebutnya istana kera. Taruan saja memang pohon itu tak sepi ditempati kawanan kera.

Sudah tiga hari ini bunyi kera-kera itu lain dari biasanya. Tak sekedar pating cruet, bunyi mereka disertai perubahan nada. Dari crueeet, crueeet, beberapa hari itu cruet uww, uww. Awal bunyi itu dilantunkan sang raja kera. Sepertinya pernah dirapatkan dalam aturan perundang-undangan perkerahan, bahwa suara khas sang raja kera itu harus disauti semua pejantan kera seantero hutan belantara. Tak pelak, dalam waktu singkat, berbagai penjuru hutan gemontang suara yang sama.

Melihat perkelahian terus menerus tiga hari sesudahnya, agaknya suara itu adalah tanda tiba waktunya diselenggarakan ajang penentuan pejantan sejati. Semua kera jantan harus bertarung dan terseleksi. Hari hari itulah yang paling mengesankan bagi kami. Sambil bekerja, seolah sambil menonton gratis pagelaran teater kera kala memasuki akting antagonis. Namun beberapa kawanku ada yang kerja tak bergaji. Sebab dalam pertarungan kera itu, mereka berjudi menebak kera mana yang kalah. Sedang teman lain yang tak suka berjudi, bertaruh dengan colekan arang di wajah. Siapa yang sering kalah, wajahnya pating celoteng melebihi kera.

Selama tiga hari keramaian pohon istana nyaris menghapus minggu minggu dan bulan sebelumnya. Tak tau persis kapan kera ini mengirim surat kepada buaya. Hingga cangkang hulu sungai itu dipenuhi sembulan ombak ratusan buaya yang nenggak. Ratusan buaya berbondong bondong ke sekitar istana. Bagi buaya, saat petarungan kera adalah pesta bagi bangsanya. Sekian lama melata bertahun-tahun, dalam kesengsaraan (buaya), kera ingin mempersembahkan hal yang paling sisah dalam hidupnya untuk menghibur buaya.

Suara raungan silih berganti. Bagi pejantan yang lari artinya kalah. Tetapi tak sedikit yang memilih mati demi harga diri. Beberapa saat kemudian dua ekor segera melempar bangkai kawan tak bernyawa karena teguh dengan kegigihannya. Kematian mulia bagi manusia, ternyata tidak berlaku bagi kera. Tak sekedar melempar, kera itu sambil berekspresi memoncongkan bibir mengutuk bangkai kawannya. Bangkai bertelantingan di dahan-dahan, dan kemudian terjebur ke sungai. Jangankan sejak bertelantingan jatuh, jauh sebelum pertarungan saja buaya sudah menunggu dengan celangap mulut laparnya.

***

Setelah pertarungan itu, pohon istana yang doyong ke sungai hanya dihuni beberapa ekor saja, yakni pejantan sejati dan beberapa ekor pengabdi. Namun tiap hari tak sepi sekitar sepuluh ekor betina berbanjar mengantri. Para betina yang datang dari penjuruh hutan berarti memasuki masa kawin. Suda jadi resiko pejantan sejati, selalu dikunjungi betina yang ingin berketurunan dominan. Dan kalau pejantan sejati itu tidak mau, sama artinya mampus dikeroyok rombongan betina. Demikianlah kiranya siklus hutan. Untuk memilih pejantan sejati ditentukan lawan pejantan lain. Sedang untuk membuktikan jantan sejati, harus diadu melawan betina.

Aku ingat Sarmin, kawanku SMA. Dia harus mati dirajam hukum Arab Saudi. Saat bekerja menjadi supir pribadi di negara itu, juragannya adalah 5 wanita dalam satu rumah. Selain menyopir mobilnya, Samin juga dipaksa menyupir tubuh mereka secara bergantian. Dua tahun kemudian tubuh Sarnim kurus kekurangan hormon, dan ketika ia menolak ajakan juragannya, mereka beramai-ramai melaporkan ke polisi dengan alasan pemerkosaan.

Tak hanya pertarungan yang menjadi momen berkesan bagiku, masa kawin kera juga tontonan gratis pelepas lelah. Di dahan besar itu pejantan malu-malu, salah tingkah di hadapan sederet betina. Satu di antara betina mendekat. Sementara yang lain seperti tidak ada urusan dengan kedua pasangan itu. Meskipun antri, tetap saja bagi mereka adalah urusan dan kepentinan tersendiri. Mula-mula pejantan mengusap kepala betina, lalu mencari kutu di bulu-bulunya. Setelah keduanya berciuman, tak berselang lama yang memang telanjang sebelumnya, seperti saat aku dan istriku yang kemudian melahirkan kedua anakku.

Itulah saat saat keduanya menjadi pemilik sorga hutan belantara. Jangankan keranya, kutu di bulunya pun memiliki hal yang sama. Betina yang selesai diajak bertamasya pejantan ke ruang-ruang hampa segera pergi tanpa mau tahu apa yang dilakukan pejantan dengan betina giliran berikutnya. Para betina pun hamil dan menyusui bayi mereka sekian bulan sesudahnya.

Waktu bersamaan dengan tontonan pesta perkawinan kera itu, kadang beberapa rekanku langsung ngelonyor ke tempat mandi dan betah berlama-lama. Seperti biasanya, sore seusai bekerja, dua orang temanku sudah berpakaian necis. Mereka pergi ke lembah madu yang berjarak tujuh kilo meter. Sebuah kubangan segaran tempat para perantau mereguk madu pelepas dahaga. Apalagi setelah berguru pada kera, penonton ibarat murit cerdas yang segera memraktekkannya.

Sementara aku dengan sisah dada bergemuruh, sibuk menghalau rasa kangen pada istri di rumah nan jauh. Aku yakin. Aku bukan keturunan Marcopolo yang di mana ada pulau, di situ pula aku mendarat. Tentu, sekalian menjelajahi wanita setempat.

17 Oktober 2011

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar