Fahrudin Nasrulloh
Suara Merdeka, 14 Mei 2006
Judith, adik Shakespeare itu, siapa yang kuasa menakar gairah dan bara hati perempuan yang terperangkap dalam tubuh penyair? Ia bunuh diri pada suatu malam kelam nan pucat di musim dingin dan dikubur di persimpangan jalan tempat bis-bis berhenti menurunkan penumpangnya. (Virginia Woolf, 1882-1941).
Demikian yang pernah dibayangkan Virginia Woolf andai Shakespeare punya adik perempuan yang memiliki bakat yang sama. Bisa saja Judith, sebagaimana yang Woolf bayangkan, tidak akan menciptakan apa pun yang berarti dalam hidupnya.
Ia akan tinggal di rumah, belajar memasak dan menjahit, kawin, melahirkan dan mengasuh anak; tidak terpikirkan sama sekali bahwa ia akan mendapatkan pendidikan sebagaimana yang diperoleh Shakespeare, bahwa ia akan menjadi penulis handal(andal), ia tidak akan seperti kakaknya itu, tidak akan menjadi siapa pun.
Kegelisahan Woolf ini termaktub dalam risalahnya A Room of One’s Own (1929), menukil Simone de Beauvoir, dengan sebuah pertanyaan sederhana: Mengapa, di bidang sastra, karya perempuan Inggris begitu jarang, dan pada umumnya berkualitas rendah? Tak pelak, khayalan Woolf memang mewakili kondisi perempuan pengarang saat itu. Tapi, saat ini, bisa jadi Woolf keliru, setidaknya khayalannya terpecahkan, sebab sekarang telah banyak perempuan yang menekuni dunia kepengarangan. Memang, kadang ada yang tak sia-sia dari secebis khayalan. Dan Woolf, dalam hal ini, tak lebih sekadar membayangkannya.
Khayalan Woolf itu seolah mencecar lungsuran histeris ihwal perempuan sebagai pengarang, bak isyarat bahwa perempuan tidak mengadakan dirinya, ia mengada dalam kesadaran yang lain. Perempuan dan karyanya, bagai secawan anggur dan belati, yang bisa memabukkan, juga mematikan. Nyatanya, sejak dulukala hingga kini, perempuan selalu dianggap ketinggalan dalam segala hal di wilayah kehidupan nyata. Adakah sesuatu ihwal perempuan sekadar ditakdirkan Tuhan menjadi manusia biasa-biasa saja? Semacam pelipur dan pelengkap bagi laki-laki di saat apa saja. “Bagaimana aku menulis puisi, sementara aku harus menyusui bayi,” demikian lenguh Abidah El-Khaliqiy suatu hari. Dalam keadaan serupa itu, gairah menulis bagi perempuan, jika tidak dibilang mustahil, minimal merupakan jalan hidup yang teramat sulit. Dari kubur sunyi ini, seolah bangkit kabar buruk bahwa perempuan menulis untuk alasan yang sama dengan perempuan yang merajut pakaian, memasak atau mengasuh anak; semata demi membunuh waktu senggang. Lebih ironi lagi, ungkap Stendhal, seorang feminis besar, bahwa setiap genius yang dilahirkan sebagai perempuan, ia akan hilang demi umat manusia.
Perang
Dalam konteks yang sama, ketika Kafka dikelimun tanya soal perempuan pengarang, ia hanya bergumam, “Perang dengan perempuan hanya berakhir di atas ranjang.” Bagi Kafka, dalam riuh-senyap misteri batinnya, mungkin perempuan tak lebih dari seonggok daging dengan separuh akal. Demikian pula, secara sarkastis dan agak narsis, G.M. Hopkins berseloroh, “Pena sang penyair dalam arti tertentu adalah penis.” Ya, “penis metaforis,” imbuhnya; ibarat menetakkan bius takwil tak berbayang. Juga sumbar Auguste Renoir, “Aku… tidak bersyair… kalau bukan atas nama zakarku,” yang memaklumatkan estetika kepenyairan pada aras seksual laki-laki. Pun pekik lain (tentu dengan alasan beragam) yang tidak kalah genitnya semisal, “Hidup perempuan hanyalah dari ranjang ke ranjang” (Helen Cixous), “Perempuan adalah penidur, ia hidup dari mimpi ke mimpi” (Keirkegaard), “Adakah ‘benda’ semacam perempuan? Apakah mereka pernah ada? (Sandra M. Gilbert), “Seorang perempuan tidak dapat mengatakan apa yang diinginkannya”(Lacan), “Hai, apa yang dikehendaki kaum perempuan?”(Freud), “Apa yang dapat diinginkan perempuan yang tidak menginginkan apa-apa?” (Susan Gubar). Memang, sejarah sastra Barat, bagi Harold Bloom, adalah riwayat sastra patriarkal, kendati sebagian sejarawan sastra menyangkalnya. Namun, perempuan pengarang, dalam relung batin tersunyi, bisa saja balik berkoar, “Takdir karyaku adalah teluh klitoris yang menggasak birahi kehidupan.”
Sekarang apa yang tersisa dari gerundelan sengkarut tanya di atas? Barangkali saja, ada yang luput dari tangkapan nalar dan sejarah. Tapi kini, dalam konteks kepengarangan di Indonesia, telah muncul sebetik anggapan, dan konon jadi kontroversial, dari Prof Dr Sapardi Djoko Damono bahwa masa depan kepengarangan Indonesia saat ini berada di tangan perempuan. Gosip ini pun kian menjalar, mungkin mewabah, saat digelar seminar nasional Di Gedung Pascasarjana Undip tanggal 1 Maret 2006 lalu, berjudul “Heboh Sastra Perempuan; Laki-laki Pengarang telah Mati?” dengan mendatangkan pembicara seperti Tamara Geraldine, Saut Situmorang, Sitok Srengenge, Hendrarti juga Prof Dr Sapardi Djoko Damono (Baca wawancara Triyanto Triwikromo dengan Prof Dr Sapardi Djoko Damono di Suara Merdeka, 26 Februari 2006 dan 5 Maret 2006).
Ada sejumlah analisa hipotetik yang dikemukakan oleh Sapardi tentang masa depan sastra perempuan itu: (pertama), jumlah perempuan pengarang jauh lebih banyak daripada laki-laki pengarang. (Kedua), tidak ada novel yang ditulis oleh laki-laki yang dicetak ulang melebihi karya-karya para perempuan. (Ketiga), lebih banyak pembaca perempuan ketimbang laki-laki. (Keempat), perempuan pengarang telah menemukan kesadaran akan dunia keperempuanan mereka. (Kelima), perempuan pengarang di berbagai belahan dunia kini memang tampak menonjol.
Pembuktian
Tentu, hipotesa macam ini tidaklah cukup dan, membutuhkan penelitian yang lebih serius lagi. Meski di Indonesia memang, para perempuan pengarang kini telah menjamur, mulai dari Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, Fira Basuki, Dewi Lestari, Herlinatiens, Reike Diah Pitaloka, Dina Oktaviani, dan lain-lain.
Jika dicermati secara umum, adakah sastrawan kita beranggapan bahwa daya hidup pengarang, dengan aneka proses kretifnya, semata cukup ditakrifkan dengan persepsi dan hipotesis temporal? Bukan pada otentisitas bakat dan kreatifitas itu sendiri. Apalagi jika benar bahwa, bakat hanya 1 %, dalih William Faulkner, dan 99 % sisanya adalah kerja keras. Lantas, bagaimana kita mengukur takdir perempuan pengarang di Indonesia? Perempuan pengarang, pasti bakal bertarung dengan dirinya sendiri, mengembara dalam teka-teki bayangannya, mencoba mengongkosi deraan batinnya, dihantui kabut kata dan makna di gurun dunia, sangsi di pedalaman imajinasi, melebur ke kehampaan waktu dan ruang, menembus jasad dan kecamuk pikiran, menumpasi diri dalam ceruk jiwa yang gelisah, bersabung dengan sengkarut ingatan dan keterlemparannya menafsiri tubuh dan dunia sosio-domestiknya.
Tampaknya, pertanyaan krusial yang layak diwedar adalah sejauh mana bakat dan proses kreatif seorang pengarang, dalam hal ini perempuan, menjadi ukuran untuk menentukan masa depan kepengarangan di Indonesia? Jika benar; hakikat kreatifitas adalah menanggulangi kecemasan, maka kecemasan dalam proses kretif, dengan sendirinya, akan selalu menghantui setiap pengarang. Pengarang yang sesungguhnya, bagi Rollo May, tidak membutuhkan ilham atau wangsit. Tindakan kreatif tidak pernah muncul sebagai keberuntungan belaka, atau deus ex machina; semacam berkah Tuhan. Jadi, pengarang, bukan melibatkan diri tanpa keraguan, melainkan tetap melibatkan diri walau dirubung keraguan. Tindakan kreatif adalah kehendak bebas untuk mematri diri pada sepercik tujuan yang belum pasti. Keputusan untuk tetap melangkah di dalam keraguan serupa itu tentu membutuhkan keberanian. Keberanian ini, bahkan jauh sebelum Cervantes (1547-1616), telah ditunjukkan oleh Murasaki Shikibu (978-1026), dalam sebuah novelnya Genji Monogatari (The Tale of Genji). Ialah perempuan Jepang yang dianggap sebagai pengarang novel pertama di dunia. Kendati Cervanteslah, yang diakui, di kemudian waktu, sebagai pengilham karya-karya besar dunia.
Lalu bagaimana dengan soal proses kreatif laki-laki pengarang? Sudah khatamkah dari pembicaraan kritikus sastra? Adakah yang lebih abadi dari gagasan ihwal tubuh laki-laki dan perempuan, selain ingatan yang rawan? Dan jangan bergelak tawa atawa marah, jika ada orang bilang; perempuan adalah manusia terakhir yang tertawa? Menelusuri dua jenis daging ini bagai menghitung butiran debu dalam labirin pikiran tak berujung.
Perempuan, siapa pun ia, yang mulai bahkan sedang menggeluti dunia kepengarangan, boleh jadi bakal merasakan imsomnia di sepanjang hidupnya, menyusuri padang tubuhnya yang terus menggila. Ah, mengapa kita terus berdebat kalut tentang tubuh, jenis kelamin, lekuk dada, emosi, dan kebisuan lain yang bangkit dari pikiran yang terus menguap. Lantas seharkat apakah tubuh?
Ungkapan Foucoult dan Arnauld di atas seperti mengisyaratkan bahwa gagasan tentang pengarang, sejatinya, tak relevan lagi bila dikaitkan dengan tubuh. Tapi pertanyaan yang mungkin tepat; adakah spirit berkarya yang senantiasa membara yang bersemayam dalam tubuh. Dan karya yang unggul tak memiliki tubuh, namun bisa membangkitkan tubuh. Keabadian sebuah karya, menurut Robert Frost, bukanlah karena ia menorehkan luka yang abadi, melainkan lantaran ia mempunyai sebuah kamar rahasia; tempat sumber tenaga dan segala inspirasi yang seakan tiada habisnya. Ah, perempuan pengarang saat ini memang lagi merayakan tubuh dan kata-kata. Akhirnya, bagi mereka yang masih hidup, perempuan atau laki-laki, kuucapkan: Selamat merayakan dunia kepengarangan!
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar