Minggu, 08 April 2012

Membaca Takdir Perempuan Pengarang

Fahrudin Nasrulloh
Suara Merdeka, 14 Mei 2006

Judith, adik Shakespeare itu, siapa yang kuasa menakar gairah dan bara hati perempuan yang terperangkap dalam tubuh penyair? Ia bunuh diri pada suatu malam kelam nan pucat di musim dingin dan dikubur di persimpangan jalan tempat bis-bis berhenti menurunkan penumpangnya. (Virginia Woolf, 1882-1941).

Demikian yang pernah dibayangkan Virginia Woolf andai Shakespeare punya adik perempuan yang memiliki bakat yang sama. Bisa saja Judith, sebagaimana yang Woolf bayangkan, tidak akan menciptakan apa pun yang berarti dalam hidupnya.
Ia akan tinggal di rumah, belajar memasak dan menjahit, kawin, melahirkan dan mengasuh anak; tidak terpikirkan sama sekali bahwa ia akan mendapatkan pendidikan sebagaimana yang diperoleh Shakespeare, bahwa ia akan menjadi penulis handal(andal), ia tidak akan seperti kakaknya itu, tidak akan menjadi siapa pun.

Kegelisahan Woolf ini termaktub dalam risalahnya A Room of One’s Own (1929), menukil Simone de Beauvoir, dengan sebuah pertanyaan sederhana: Mengapa, di bidang sastra, karya perempuan Inggris begitu jarang, dan pada umumnya berkualitas rendah? Tak pelak, khayalan Woolf memang mewakili kondisi perempuan pengarang saat itu. Tapi, saat ini, bisa jadi Woolf keliru, setidaknya khayalannya terpecahkan, sebab sekarang telah banyak perempuan yang menekuni dunia kepengarangan. Memang, kadang ada yang tak sia-sia dari secebis khayalan. Dan Woolf, dalam hal ini, tak lebih sekadar membayangkannya.

Khayalan Woolf itu seolah mencecar lungsuran histeris ihwal perempuan sebagai pengarang, bak isyarat bahwa perempuan tidak mengadakan dirinya, ia mengada dalam kesadaran yang lain. Perempuan dan karyanya, bagai secawan anggur dan belati, yang bisa memabukkan, juga mematikan. Nyatanya, sejak dulukala hingga kini, perempuan selalu dianggap ketinggalan dalam segala hal di wilayah kehidupan nyata. Adakah sesuatu ihwal perempuan sekadar ditakdirkan Tuhan menjadi manusia biasa-biasa saja? Semacam pelipur dan pelengkap bagi laki-laki di saat apa saja. “Bagaimana aku menulis puisi, sementara aku harus menyusui bayi,” demikian lenguh Abidah El-Khaliqiy suatu hari. Dalam keadaan serupa itu, gairah menulis bagi perempuan, jika tidak dibilang mustahil, minimal merupakan jalan hidup yang teramat sulit. Dari kubur sunyi ini, seolah bangkit kabar buruk bahwa perempuan menulis untuk alasan yang sama dengan perempuan yang merajut pakaian, memasak atau mengasuh anak; semata demi membunuh waktu senggang. Lebih ironi lagi, ungkap Stendhal, seorang feminis besar, bahwa setiap genius yang dilahirkan sebagai perempuan, ia akan hilang demi umat manusia.

Perang
Dalam konteks yang sama, ketika Kafka dikelimun tanya soal perempuan pengarang, ia hanya bergumam, “Perang dengan perempuan hanya berakhir di atas ranjang.” Bagi Kafka, dalam riuh-senyap misteri batinnya, mungkin perempuan tak lebih dari seonggok daging dengan separuh akal. Demikian pula, secara sarkastis dan agak narsis, G.M. Hopkins berseloroh, “Pena sang penyair dalam arti tertentu adalah penis.” Ya, “penis metaforis,” imbuhnya; ibarat menetakkan bius takwil tak berbayang. Juga sumbar Auguste Renoir, “Aku… tidak bersyair… kalau bukan atas nama zakarku,” yang memaklumatkan estetika kepenyairan pada aras seksual laki-laki. Pun pekik lain (tentu dengan alasan beragam) yang tidak kalah genitnya semisal, “Hidup perempuan hanyalah dari ranjang ke ranjang” (Helen Cixous), “Perempuan adalah penidur, ia hidup dari mimpi ke mimpi” (Keirkegaard), “Adakah ‘benda’ semacam perempuan? Apakah mereka pernah ada? (Sandra M. Gilbert), “Seorang perempuan tidak dapat mengatakan apa yang diinginkannya”(Lacan), “Hai, apa yang dikehendaki kaum perempuan?”(Freud), “Apa yang dapat diinginkan perempuan yang tidak menginginkan apa-apa?” (Susan Gubar). Memang, sejarah sastra Barat, bagi Harold Bloom, adalah riwayat sastra patriarkal, kendati sebagian sejarawan sastra menyangkalnya. Namun, perempuan pengarang, dalam relung batin tersunyi, bisa saja balik berkoar, “Takdir karyaku adalah teluh klitoris yang menggasak birahi kehidupan.”

Sekarang apa yang tersisa dari gerundelan sengkarut tanya di atas? Barangkali saja, ada yang luput dari tangkapan nalar dan sejarah. Tapi kini, dalam konteks kepengarangan di Indonesia, telah muncul sebetik anggapan, dan konon jadi kontroversial, dari Prof Dr Sapardi Djoko Damono bahwa masa depan kepengarangan Indonesia saat ini berada di tangan perempuan. Gosip ini pun kian menjalar, mungkin mewabah, saat digelar seminar nasional Di Gedung Pascasarjana Undip tanggal 1 Maret 2006 lalu, berjudul “Heboh Sastra Perempuan; Laki-laki Pengarang telah Mati?” dengan mendatangkan pembicara seperti Tamara Geraldine, Saut Situmorang, Sitok Srengenge, Hendrarti juga Prof Dr Sapardi Djoko Damono (Baca wawancara Triyanto Triwikromo dengan Prof Dr Sapardi Djoko Damono di Suara Merdeka, 26 Februari 2006 dan 5 Maret 2006).

Ada sejumlah analisa hipotetik yang dikemukakan oleh Sapardi tentang masa depan sastra perempuan itu: (pertama), jumlah perempuan pengarang jauh lebih banyak daripada laki-laki pengarang. (Kedua), tidak ada novel yang ditulis oleh laki-laki yang dicetak ulang melebihi karya-karya para perempuan. (Ketiga), lebih banyak pembaca perempuan ketimbang laki-laki. (Keempat), perempuan pengarang telah menemukan kesadaran akan dunia keperempuanan mereka. (Kelima), perempuan pengarang di berbagai belahan dunia kini memang tampak menonjol.

Pembuktian
Tentu, hipotesa macam ini tidaklah cukup dan, membutuhkan penelitian yang lebih serius lagi. Meski di Indonesia memang, para perempuan pengarang kini telah menjamur, mulai dari Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, Fira Basuki, Dewi Lestari, Herlinatiens, Reike Diah Pitaloka, Dina Oktaviani, dan lain-lain.

Jika dicermati secara umum, adakah sastrawan kita beranggapan bahwa daya hidup pengarang, dengan aneka proses kretifnya, semata cukup ditakrifkan dengan persepsi dan hipotesis temporal? Bukan pada otentisitas bakat dan kreatifitas itu sendiri. Apalagi jika benar bahwa, bakat hanya 1 %, dalih William Faulkner, dan 99 % sisanya adalah kerja keras. Lantas, bagaimana kita mengukur takdir perempuan pengarang di Indonesia? Perempuan pengarang, pasti bakal bertarung dengan dirinya sendiri, mengembara dalam teka-teki bayangannya, mencoba mengongkosi deraan batinnya, dihantui kabut kata dan makna di gurun dunia, sangsi di pedalaman imajinasi, melebur ke kehampaan waktu dan ruang, menembus jasad dan kecamuk pikiran, menumpasi diri dalam ceruk jiwa yang gelisah, bersabung dengan sengkarut ingatan dan keterlemparannya menafsiri tubuh dan dunia sosio-domestiknya.

Tampaknya, pertanyaan krusial yang layak diwedar adalah sejauh mana bakat dan proses kreatif seorang pengarang, dalam hal ini perempuan, menjadi ukuran untuk menentukan masa depan kepengarangan di Indonesia? Jika benar; hakikat kreatifitas adalah menanggulangi kecemasan, maka kecemasan dalam proses kretif, dengan sendirinya, akan selalu menghantui setiap pengarang. Pengarang yang sesungguhnya, bagi Rollo May, tidak membutuhkan ilham atau wangsit. Tindakan kreatif tidak pernah muncul sebagai keberuntungan belaka, atau deus ex machina; semacam berkah Tuhan. Jadi, pengarang, bukan melibatkan diri tanpa keraguan, melainkan tetap melibatkan diri walau dirubung keraguan. Tindakan kreatif adalah kehendak bebas untuk mematri diri pada sepercik tujuan yang belum pasti. Keputusan untuk tetap melangkah di dalam keraguan serupa itu tentu membutuhkan keberanian. Keberanian ini, bahkan jauh sebelum Cervantes (1547-1616), telah ditunjukkan oleh Murasaki Shikibu (978-1026), dalam sebuah novelnya Genji Monogatari (The Tale of Genji). Ialah perempuan Jepang yang dianggap sebagai pengarang novel pertama di dunia. Kendati Cervanteslah, yang diakui, di kemudian waktu, sebagai pengilham karya-karya besar dunia.

Lalu bagaimana dengan soal proses kreatif laki-laki pengarang? Sudah khatamkah dari pembicaraan kritikus sastra? Adakah yang lebih abadi dari gagasan ihwal tubuh laki-laki dan perempuan, selain ingatan yang rawan? Dan jangan bergelak tawa atawa marah, jika ada orang bilang; perempuan adalah manusia terakhir yang tertawa? Menelusuri dua jenis daging ini bagai menghitung butiran debu dalam labirin pikiran tak berujung.

Perempuan, siapa pun ia, yang mulai bahkan sedang menggeluti dunia kepengarangan, boleh jadi bakal merasakan imsomnia di sepanjang hidupnya, menyusuri padang tubuhnya yang terus menggila. Ah, mengapa kita terus berdebat kalut tentang tubuh, jenis kelamin, lekuk dada, emosi, dan kebisuan lain yang bangkit dari pikiran yang terus menguap. Lantas seharkat apakah tubuh?

Ungkapan Foucoult dan Arnauld di atas seperti mengisyaratkan bahwa gagasan tentang pengarang, sejatinya, tak relevan lagi bila dikaitkan dengan tubuh. Tapi pertanyaan yang mungkin tepat; adakah spirit berkarya yang senantiasa membara yang bersemayam dalam tubuh. Dan karya yang unggul tak memiliki tubuh, namun bisa membangkitkan tubuh. Keabadian sebuah karya, menurut Robert Frost, bukanlah karena ia menorehkan luka yang abadi, melainkan lantaran ia mempunyai sebuah kamar rahasia; tempat sumber tenaga dan segala inspirasi yang seakan tiada habisnya. Ah, perempuan pengarang saat ini memang lagi merayakan tubuh dan kata-kata. Akhirnya, bagi mereka yang masih hidup, perempuan atau laki-laki, kuucapkan: Selamat merayakan dunia kepengarangan!

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar