Jumat, 20 Januari 2012

CAHAYA DI UFUK KEJUANGAN

Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-indonesia.com/

1.
Sebelum mengakhiri buku pengembaraan panjangnya di Bali, K’tut Tantri dalam “Revolt in Paradise” (Revolusi di Nusa Damai) menulis sebagai berikut : “Di atas kota, bintang-bintang memancarkan cahayanya yang gemerlapan, dan aku teringat akan sebuah kisah di masa bocah, yang mengatakan : Mereka yang ingin memperoleh ketenangan, haruslah berani meninggalkan kesenangan dan harta dunia, dan pergi berkelana mencari tempat bintang suci.
Kalau pencarian itu berakhir, maka bintang suci itu akan muncul dengan sendirinya di atas kepala. Tetapi yang dapat melihatnya hanyalah mereka yang telah banyak merelakan pengorbanan. Aku telah mengunjungi berbagai negeri untuk mencari bintang suci itu, tetapi tak pernah menemukannya. Bintang-bintang di atas kota New York bersinar dengan sejuk dan tenang. Adakah diantaranya terdapat bintang suci itu? Dan apakah dia akan muncul dengan sendirinya di hadapan mataku? Aku menyelidikinya dengan penuh harapan..”

2.
Cahaya berbinar mengikuti ufuk-induknya. Jikalau manusia mengejar seberkas sinar, dan bukan sekedar bayang-bayang di kesemestaan, sepatutnya dia mengejar juga nilai yang diwedarkan oleh sendratari agung semesta nan rampa-rancak itu. Kita misalnya memulai sebuah episode kehidupan dengan lantunan nurani sendiri—karena memang begitulah fitrahnya. Kesejatian pribadi, ibarat tembang yang bergema di angkasa, mengatasi warna-warna yang berpencaran. Dan di kala kita berusaha untuk merekamnya dalam indera kita yang terbaik, kita sudah mulai dengan langkah lugas. Cahaya bintang yang berada di atas diadem yang terbuat dari logam dan batu mulia, mungkin hanya terjadi, lantaran ada diejawantahkan oleh pengorbanan diri kita sendiri. Kehidupan terasa utuh, karena kita mau “basah kuyup” dan “jungkir balik” untuk menyelamatkan oranglain yang terinjak atau tersungkur.

3.
Kehidupan tak bisa ditakik-takik seperti perca atau karet cair. Namun demikian, manakala kita mengambil pelbagai perumpamaan seputar hidup, maka pertama-tama yang nampak adalah sebagai berikut : pertama, adakah manusia mengenal bentuk kesenggangan yang lain artinya daripada santai biasa, yang antara niat untuk menikmati saat-saat kosong itu bukan untuk sebuah hajat badaniah, melainkan sesuatu yang bermakna bakti. Kedua, tatkala seorang manusia menciptakan andalan-andalan dalam upaya mencapai prestasi gemilang, dia justru membentuk impian khusus yang bersifat dedikatif, bukan ambisi-ambisi kosong. Ketiga, kita memiliki “diri kita sendiri”, sebagai keabsahan nan tak tak terganggu oleh sifat-sifat sementara yang naïf. Manakala pembicaraan tentang martabat ini menjadi serangkum kepribadian, maka kitapun bisa mengaitkannya dengan krida yang lebih langgeng, lebih berkualitas.

4.
Kenalkah pada seseorang seperti Mahatma Gandhi dan Sri Ramakhrisna Paramahamsa yang pernah mewarnai alam pikiran India selama setengah abad berselang, dan membuat tiap mata menatap benua tersebut dengan rasa kagum bercampur khidmat? Pada Gandhi, kita melihagt bagaimana wajah politik sebagai kancah-juang dikawinkan dengan manis pada “olah brata” yang kita kenal di sini sebagai lampah kebatinan ini. Kombinasi yang tepat antara kedua unsur itu ternyata membuahkan kelompok-kelompok pendukung yang merasakan, bahwa Gandhi bukan hanya seorang yang memiliki sikap akurat, melainkan juga seorang yang lugas. Artinya, jikalau dia mencintai manusia, maka sebagai konsekuensi logisnya kudu membenci kebatilan-kedurjanaan, yang merupakan musuh kemanusiaan nomor wahid. Sedangkan pada Sri Ramakhrisna, kita temukan alam pertapaan India—seperti halnya dunia Timur pada zaman penuh kegelisahan—di mana tokoh ini memisahkan pemikiran pandangan, bagaimana kita perlu mempersembahkan kehidupan sama sekali pada Yang Maha Pengasih, tanpa alas pijak politik manapun, kecuali rasa agamawi nan terlembut. Cara begini, boleh jadi cocok dengan abad ke-19 yang lebih meminta kepasrahan sebagai totalitas, tanpa laternatif apapun. Sedangkan Gandhi, kreasi politiknya mengantar manusia pada perjuangan kongkrit, dengan mempergunakan senjata-senjata modern yang dimungkinkan, bahkan kalau perlu dengan kompromi pada system penjajahan. Tetapi, wujud juang Gandhi juga sudah kedaluwarsa.bkarena kita yang berada di abad ini, rupanya lebih suka mengorbankan hal-hal prinsipil, apalagi kemudahan dan kemungkinan hidup yang mengacu pada comforbalitydan enjoyment jadi lidah nan menderi-deru.

5.
Perjalanan gelombang tekad para Pandawa sendiri, tatkala memperebutkan Indra prastha dengan pihak Kurawa, bukan hanya lewat potensi pengerahan sesuatu nan putih belaka, kita lihat bagaimana diperlukan juga strategi juang yang meminta ketangguhan, sikap bijak, dan terkadang disertai sedikit agak keras. Dengan langkah seperti ini diinginkan agar masyarakat menjadi sesuatu yang komplit. Masalahnya, apakah kita perlu menggugat (kalau ada, dan perlu digugat : lembaga yang memiliki wibawa, ataukah sebuah guyub biasa?). atau, kudu menembus kebekuan-kebekuan yang dianggpa jadi perinta ng (kalau pikiran orang sudah sampai pada kegersangan yang membuat kita memandang oranglai sebagai lawan)—dan justru karena itu, tendensi kepahlawanan menjadi teramat lengkap, bahkan menguyupkan diri sendiri.

6.
Sarana yang dikehendaki oleh Abad Pemikiran Sekarang, lebih ditekankan pada sesuatu yang nampak, tergeyong-geyong, kendatipun banyak di antaranya adalah justru batu sanding bagi hidup yang tentram. Salah satu faktor penyebab, kenapa manusia mengalami goncangan, keretakan, dan kebimbangan yang berlebih-lebihan, adalah ini : tiadanya lagi rasa kepemimpinan murni. Boleh jadi, ungkapan begini tak enak untuk didengar. Namun demikian, saya pikir, tiap kelompok yang hadir di tengah gumelarnya kebudayaan, niscaya kepingin menam,pilkan sang pemimpin(dengan kadar yang paling positif menurut wawasan kelompok). Sampai-sampai ada yang dicetuskan sekolah bagi calon pemimpin bangsa (yang sebenarnya susah dirumuskan, apakah hal begini sifatnya yang luar biasa!). tatkala kita mendengar bahwa saran-saran yang tertuju kepada pembangunan watak angkatan muda, harus lebih banyak mendengarkan uluran tangan angkatan tua, terasa sedikit ganjalan (karena angkatan muda lantas hanyasebagai epigon yang tanpa inisiatif dan idealism sendiri)—dan dengan cara ini, kita merasa, betapa impian wangi yang musti diimpikan, juga impian wangi seluruh generasi.

7.
Bincang-bincang tentang mencapai harmoni, adalah ibaratnya bincang-bincang tentang keindahan rembulan di langit, sementara para bocah dolan yang dolanan di pelataran itu hanya menciptakan beberapa gambaran ideal tentang langit, makhluk langit, suasana langit, dan bukan tentang bagaimana menurunkan butir-butir bintang itu ke bumi, supaya hangatnya kulit meteor ruang angkasa itu dapat pula dirasakan oleh warga dunia yang banyak ingin tahu ini. Bincang-bincang tentang mencapai kebahagiaan yang selaras dengan alam yang “lebih tua”, agaknya tidak terbatas kepada siapa pemeluknya, siapa pencetusnya, siapa penggugah senandungnya. Masyarakat adalah produk dari sebuah kurun sejarah yang panjang, di mana di dalamnya terkandung berbagai sentra ketegaran peradaban. Masyarakat adalah sebuah hamparan amat kompleks, di mana satu sama lain anggotanya mencari kesetimbangan dalam geraknya (dan karena itu, rujukan yang tepat senantiasa dicari sepanjang masa)—dan dalam tilikan demikian, tidak dipersoalkan benar-salahnya. Adalah wajar, bahwasanya kembang dari hayat ini adalah tokoh yang mengabstrakkan kuntum falsafah melalui medium-medium yang diyakini. Walaupun beberapa di antaranya seperti pletik-pletik lintang terakhir di kumparan galaxy yang semayup pada nilakandi terjauh!

8.
Primanya kekuatan setiap bangsa adalah bagaimana dia ditelentang-telengkupkan menurut sendi-dasarnya sendiri. Mungkin juga, dalam istilah ini : menurut nada dan Pathet yang dimiliki oleh tiap metrum. Setiap budayawan, yang bukan hanya sibuk menuju bukit pertapaan, melainkan juga sibuk membangun kanal, bendungan, jembatan dan bengkel kerja bagi anak rakyat, barangkali lebih tepat dikatakan bukan hanya sibuk menjual asset bumi warisan ini sebagai atraksi bagi mata dan telinga orang luar, tetapi ikut ngopeni, nyengkuyung, mengayomi dan membela mati-matian khasanah kultural yang diemban negrinya ini, agar lebih awet-sejahtera. Kalau itu yang jadi soal, maka kita bisa dengan sadar mengatakan, bahwa ada saatnya sosok Gandhi yang realistis-fanatik bertemu dengan sosok Sri Ramakhrisna yang altrustik-religius dapat mengembalikan teduhnya suasana pagi-baru, walau tanpa rasa teduh yag panjang.

* Tanggungjawab posting atas PuJa [PUstaka puJAngga]

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar