Beni Setia
http://www.suarakarya-online.com/
Insya Allah kalau tak ada rintangan, awal Februari mendatang, Tarini Sorrita - penulis yang bekerja sebagai buruh di Hong Kong - akan meluncurkan antologi cerpennya, Penari Naga Kecil, di Surabaya. Peristiwa budaya dengan pelaku khusus buruh migran ini bukan yang pertama kali, karena pada minggu terakhir Desember 2005 pernah dilakukan launching yang serupa - lihat, "Sastra Buruh Migran: Ad-vokasi tentang Kondisi TKI", Suplemen Jatim, Kompas, 22/12. 2005, hlm. H.
Meski respon dari para sastrawan Surabaya yang non-buruh-migran terasa menyakitkan. Kenapa? Karena, dengan arogan mereka bilang, kalau pada dasarnya, ha-kekat dari genre sastra buruh migran itu hanya teks yang ditulis oleh buruh migran, dan melulu berkutetan dalam derita menjadi buruh migran. Maksudnya mungkin terlalu subyektif, maksudnya mungkin tidak mempertimbangkan kekayaan esteti-ka, pola kreativitas dn model ekspresi sastra yang ada, dan mungkin juga imajinasi yang miskin dan empati yang dangkal. Mungkin. Tapi apakah itu salah?
* * *
Per definisi sastra merupakan genre seni yang bergerak di wilayah fiksi dan dengan mempergunakan medium bahasa secara subyektif. Karenanya berseberangan dengan karya ilmiah atau berita yang berada di wilayah fakta, mengutamakan penelitian dan dikomunikasikan dengan medium bahasa obyektif yang mengutamakan validitas dari fakta yang diungkapkan.
Dengan komparasi ini kita tidak lagi tergerak untuk membandingkan puisi dan prosa, sebagai sutu teks yang lebih fiktif atau lebih kongkrit faktanya, dan diung-kapkan dengan medium bahasa yang lebih subyektif atau lebih obyektif. Karena sebuah esei pun lebih berada di dunia sastra bukan karena faktanya yang dievaluasinya dan diperluas eksistensinya dalam wawasan dan referensi minat subyektif dari penulisnya, tapi terutama dikarenakan cara dan gaya [berbahasa] dari si eseis di dalam mengungkapkan hal itu - menggunakan bahasa yang khas personal.
Dengan kata lain, sebuah sastra adalah sebuah sastra. Sangat tergantung dari eksistensi si sastrawan, tergantung dari latar belakang wawasan dan referensi subyektivitas saat memperkaya ilham yang faktual atau imajinatif - di dalam proses diskurus sebelum terpancing mengkongkritkannya di dalam teks sastra. Sehingga sebuah sastra buruh migran tak bisa tidak harus melulu berkutetan dalam permasalahan menggejolaknya rasa tak puas karena diperlakukan majikan secara tak adil - akibat bargaining positon yang jomplang. Sekaligus - supaya orsinil -, harus ditulis oleh TKW atau TKI di LN, yang merasakan langsung situasi eksploitatif akibat kondisi kerja yang tidak genah itu.
* * *
Ada kontroversi tentang apa yang mendorong seorang Multatuli, menulis dan menerbitkan roman Max Havelaar - yang episode Saijah dan Adinda-nya dijadikan film itu. Di satu sisi ada anggapan kalau Multatuli lebih terdorong untuk menuntut haknya sebagai pegawai negeri [Belanda] yang ditempatkan di tanah jajahan, yang diberhentikan secara tidak terhormat karena tak patuh pada atasan dan garis tugas. Ketimbang gagasan mulia seorang humanis, yang ingin berjuang membela hak-hak pribumi negeri jajahan, sehingga rela kehilangan hak azasinya - seperti JH Princen.
Bahwa dengan menulis roman itu ia bukan hanya sekedar menunjukkan nasib pribumi Inlander yang dieksploitasi oleh kapitalisme sistim Tanam Paksa, yang me-rupakan kongkalikong antara aparat korup kolonial dengan penguasa lokal feodalistik yang sejak awal sudah korup. Sehingga ide dasar roman itu mencocoki protes, - tuntutan dari kalangan oposisi di parlemen Belanda -, supaya pemerintah kolonial Belanda melakukan sedikit kebaikan bagi pribumi di negeri jajahan, dalam gerakan politik Balas Budi.
Dan karenanya banyak kalangan merasa kalau justru pencapaian literal karier kesusastraan Multatuli - bahkan sumbangan gaya bahasa Multatuli - lebih dominan dari roman bertendens Max Havelaar itu. Sebuah pencapaian yang sama sekali di luar harapan dan angan-angan seorang Multatuli. Sekaligus tuntutan akan perlunya ada perubahan sikap, agar pemerintahan kolonial Bekanda lebih etis di dalam mem-perlakukan orang jajahan ketika mengeksploitasi kekayaan tanah jajahan diabaikan.
Terlebih lagi keinginannya untuk rehabilitasi nama baik dan jaminan pemenuhan hak pensiun bagi pegawai yang tidak patuh. Terutama karena hal itu dilakukan di puncak kejayaan kolonial Belanda. Kenapa? Karena seorang JH Princen pun, yang melakukan disertir karena simpati kepada perjuangan kemeredekaan Indonesia, dianggap pengkhianat besar, dan tidak diakui lagi sebagai warga negara yang patut dibanggakan. Beda, misalnya, dengan seorang Westerling yang melakukan pembantaian di Sulawei Selatan dan Bandung itu, yang merupakan pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan, yang tetap dibela sebagai warga negara yang terhormat.
* * *
Atau novel berikut ini, yang dengan tegas mengungkapkan nasib buruk buruh tani dalam sistim agroindustri kapitalisme Belanda di awal abad XX di Sumatra, yang ditulis dengan kondisi yang sangat bersipat sastra buruh migran. Lihat novel Kuli Kontrak, yang ditulis oleh M.H. Szekely-Lulofs, yang mengungkapkan pende-ritaan buruh migran [pribumi] kontrak di perkebunan swasta otonom di Deli. Sebuah novel yang ditulis oleh seorang nyonya buruh migran Belanda - meski kelas gajinya eksekutif rendahan tapi empatinya menyebabkan ia ada dan hadir sebagai ka-um marginal - yang bekerja di Indonesia dan terusik oleh penderitaan buruh migran pribumi. Tumbal eksploitasi ekonomi yang dianggap biasa dalam mitos kapital-isme. Sebuah laporan kemanusiaan dalam bahasa Belanda bagi orang Belanda di Belanda - meski kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
Atau karya yang menjadi sangat klasik, yang telah disinggung di atas, yang mengungkapkan nasib rakyat di tengah feodalisme priyayi [pribumi] yang memanpaatkan struktur eksploitatif kolonial di dalam karya Multatuli, Max Havelaar. Yang berbicara tentang padat karya yang tak dibayar sepeserpun - bayarannya masuk ke kantung para penguasa kolonial dan feodal. Teks sastra yang sangat bersipat sastra buruh migran, karena ditulis di dalam bahasa Belanda dan ditujukan untuk orang Belanda di Belanda - kemudian diterjemakhan ke dalam bahasa Indonesia. Dan bagaimana dengan elit pribumi kita? Lantas kenapa mereka mempedulikan orang lain kalau mereka lahir dan datang ke tanah jajahan ini sebagai yang memiliki kekuasaan dan berhak memanpaatkan kekuasaan?
Jawabannya, tak bisa tidak, karena para buruh pribumi itu tidak berdaya, dan karena [di sisi lainnya] mereka lebih paham dan bisa mengungkapkan eksploitasi itu secara literal tertulis. Persis seperti yang dilakukan oleh seorang J.B. Mangunwijaya, yang dengan lugas mengungkapkan fenomena kebodohan orang Indonesia, sehingga kekayaan alamnya dieksploitasi MNC asing - dalam Burung-burung Manyar.
Bedanya, Szekely-Lulufs dan Multatuli mengutamakan simpati humanistik dan mengoperasionalkan empati secara besar-besaran, sedangkan Mangunwijaya tergerak oleh kemarahan akibat kebodohan bangsa sendiri sehingga mandah dan bangga dieksploitasi kapitalisme MNC - karena rasa keadilan yang terusik. Dan karenanya ia menunjuk dan terus menunjukkan adanya ketidakadilan, eksploitasi, dan nasib buruk buruh kecil pribumi yang terpuruk. Tragika salah satu pemilik kekayaan alam In-donesia yang gamang dan lugu di hadapan sistim kapitalisme liberal dunia, yang dengan halus dan sistimatis merampok kekayaan alam Indonesa.
* * *
Katarsis yang dilakukan para buruh migran itu, para TKI dan TKW di LN itu juga ada dalam model dan pola pemahaman yang sama. Pemahaman akan adanya situasi yang eksploitatif tanpa ada seorang pun yang terpanggil dan tergerak untuk menunjukkan dan menggarisbawahi situasi eksploitatif itu. Karenanya mereka tidak terlampau berharap supaya ada pihak yang tergerak untuk melakukan advokasi dan sekaligus memperbaiki nasib mereka dengan deregulasi yang merubah kondisi kerja para buruh migran di negeri asing.
Karena kita tahu: Banyak perusahaan PTKI yang menganggap buruh itu cuma komoditas yang pantas dijual, dan memetik keuntungan dari "penjualan tenaga dan jasa" itu tanpa mempedulikan nasib mereka cq kondisi kerjanya. Kita juga tahu ka-lau Negara cq Kedutaan tidak mau terlalu repot mengurus nasib dan kondisi kerja mereka, selain tak bisa tidak menampung para TKI yang lari dari kontrak - karena ketidakadilan kerja. Bahkan ketika pulang kerja dari LN pun mereka diburu, dieksploitasi dan diperas oleh preman dan calo transportasi - seakan-akan mereka pemenang lotre yang harus berbagi dan bukan buruh migran yang kerja dengan kondisi kerja eksploitatif. Satu manifestasi dari moral bangsa yang tak tahu malu dan sa-ngat egoistik.
Karenanya mereka hanya bisa mengeluh di antara mereka sendiri, meski beberapa orang mempunyai kemampuan dan keberanian buat mengungkapkannya ke ruang publik. Tapi pedulikah kita? Beberapa sastrawan Surabaya menganggap teks mereka sebagai keluh-kesah, dan mengharap agar para buruh migran itu tak menulis sentimentalisme akibat kondisi kerja yang eksploitatif - penderitaan ngenes nelongso mereka di LN. Mungkin juga mereka menuntut teks sastra yang indah dan ekspresis rumit mengobral variasi kata-kata dan kalimat dalam akrobatisasi bahasa.
Mungkin. Dan mungkin para buruh migran itu yang justru sedang menggugat para sastrawan salon Surabaya itu dengan pertanyaan: "Di mana kalian ketika kami dieksploitasi dan terjajah tanpa daya?" Tidak di mana-mana? Karena Multatuli, Szekely-Lulofs, dan Mangunwijaya telah lama meninggal. Memang.***
29 Januari 2006
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar