Edy Firmansyah
http://sastra-indonesia.com/
Ketika memesan buku “Manusia Utama” karya Y. Thendra BP, sebuah buku kumpulan puisi yang dihimpun penulisnya mulai dari tahun 2006 sampai dengan 2011 saya membayangkan sebuah buku puisi gemuk, tebal yang berisi ratusan puisi. Namun ketika buku puisi tersebut sampai di tangan, ternyata saya keliru besar. Buku “Manusia Utama” itu hanya memuat kurang lebih 51 puisi saja.
Barangkali Thendra termasuk penyair yang mengutamakan kualitas sebuah karya daripada sekedar menyelam dalam kuantitas. Dalam artian, Thendra tak lagi risau dengan pertanyaan banyak penyair ‘senior’ yang selalu ribut soal kuantitas ketika muncul penyair baru yang masih muda belia: “sudah berapa banyak puisi yang kau tulis?” “Sudah berapa banyak puisimu yang dimuat di Koran nasional?” Sebaliknya dengan buku puisi tipis itu ia hendak menampik semua pertanyaan itu bahwa seorang penyair yang berhasil tidak ditentukan oleh seberapa banyak puisi dibuat dan diorbitkan, melainkan seberapa dalam puisi dibuat, dibongkar, digali, dirombak, direvisi untuk mampu menyentuh sisi terdalam kemanusiaan. Bukankah dengan menulis sekitar 70-an puisi Chairil Anwar mampu memberi warna baru pada khasanah sastra Indonesia? Itulah mengapa Thendra menulis dalam salah satu sajak pendeknya berjudul April, Haiku, Chairil (yang pernah saya dengar menjadi kredo-nya): aku melangkah/di jalan sajak—/bukan buat ke pesta.
Tentu saja bukan perkara gampang untuk memilih dan memilih kata ketika disusun menjadi puisi agar bisa menciptakan sebuah puisi yang menyentuh kemanusiaan. Karena bukan satu hal yang mudah seringkali tak sedikit penyair tersesat ketika membuat puisi. Alih-alih membuat puisi yang menyentuh, misalnya mengungkap kepedihan perempuan di pelacuran, tetapi kata yang dipilih kata-kata berat dan kadang kata yang tak lazim digunakan sehari-hari yang sengaja ia pungut dari dalam kamus besar bahasa Indonesia hanya untuk menunjukkan keunikan sajaknya. Akibatnya upaya penulis puisi yang hendak mengungkapkan kepedihan pelacur tak sampai pada pembaca. Malah yang terjadi justru pembaca tak bisa memahaminya.
Menurut Putu Oka Sukanta, salah satu penyair lekra terkemuka itu, puisi sebagai sebuah kumpulan kata, harus mampu mengorganisasi dirinya agar makna setiap kata dapat mengungkapkan/ mempresentasikan dirinya untuk dipahami oleh pembaca dan kemanusiaan. Bahkan walaupun puisi otobiografis sekalipun. Artinya, meski puisi merupakan hasil kreasi individu yang berdasarkan sudut pandang subyektif, puisi seharusnya bisa mengungkapkan nilai-nilai kemanusiaan. Sebab penyair dan pembaca adalah manusia, yang terjaring saling menghidupi dengan manusia lainnya dalam berbagai kondisi sosial-ekonomi-politik yang melingkupinya dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan lain kata, pengalaman penyair adalah pengalaman pembaca juga.
Tentu saja untuk mencapai itu semua diperlukan kerja terus-menerus belajar terus menerus tanpa pamrih. Saya sendiri tak tahu bagaimana proses kreatif Thendra untuk mencipta puisi dalam Manusia Utama dan juga karya-karya yang lain. Tapi melalui puisi-puisi di dalam bukunya ini terasa sekali bagaimana Thendra berjibaku dengan kata-kata, dengan pemilihan diksi yang sederhana, memadukan dengan kepribadian penulisnya, bacaan-bacaan yang pernah ia konsumsi juga idelogi dirinya untuk mencipta dan membentuk sajak-sajaknya. Hasilnya adalah bukan hanya sajak-sajak yang berirama aliran keindahan yang menggetarkan, tetapi juga mampu mencipta arus tragis, ironi, dan kegetiran yang dalam. Salah satu contoh sajak Thendra yang cukup berhasil menerbarkan ironi menurut saya adalah sajak berjudul Repromosi sebuah kota:
Siang di kotaku ramah sekali/pohon pohon tumbuh melindungi rumah/kau bisa berjalan di bawah cahaya matahari/yang disaring daun-daun/mendengar kicau burung/angin lembut menyentuh//siang di kotaku ramah sekali/tak ada kemacetan/orang orang tahu aturan/karena pemimpin bijak/rakyat taat pajak//datanglah ke kotaku/kau akan menemukan omong kosong yang indah ini/lebih banyak lagi//
Dikemas dengan semangat humor dan kesannya main-main sebagaimana puisi-puisi mbeling yang sempat booming di era tahun 80-an itu. Tapi lewat puisi itu kita diajak untuk menyaksikan kebusukan sebuah rejim yang korup dan bebal. Dan rejim tersebut justru dibangun dan ‘dibesarkan’ dengan segala pencitraan dan opini-opini yang keluar dari mulut aparat dan pejabatnya penuh dengan kemunafikan. Artinya meski tak langsung sajak ini dengan selera humornya menyeret pembacanya pada pembacaan politik sebuah negara bernama Indonesia.
Tidak dalam sajak itu saja sebuah diksi yang secara tegas mengolok-olok rejim kekuasaan yang kini sedang berdiri ini—yang barangkali oleh kebanyakan penyair justru dihindari—digunakan. Dalam sajak Merak-Bakauheni misalnya, dengan cukup manis penulisnya mengolok-olok Negara metafora kapal tua: ….kapal ini begitu lambat/congkak dan tua/seperti pemerintah/mengigau atas cahaya bawah laut/……
Apakah salah jika seorang penyair berpolitik dengan memilih ideologinya yang notabene menantang langsung rejim Negara yang bebal dan korup? Saya rasa tidak. Sebagaimana diungkapkan Putu Oka Sukanta diatas bahwa seorang penyair suka tidak suka adalah bagian kecil dari masyarakat sekitar dimana ia tinggal. Penyair adalah bagian dari masyarakat. Karena selain penyair terpengaruh oleh bacaan-bacaan yang pernah ia mamah dan tersimpan dalam otaknya, ia juga terpengaruh oleh kondisi sosial-ekonomi-politik masyarakatnya. Dan Thendra secara tegas memilih untuk tidak tercerabut dari akar masyarakatnya. Yakni masyarakat Indonesia pascakolonial yang miskin, lemah dan masih terus tertindas oleh pengelola Negara yang menghamba pada neoliberalisme yang menghisap itu. Itulah mengapa Thendra sempat menyindir penyair yang hanya bergelut dengan kata tapi buta dengan realitas sosial dalam salah satu bait sajaknya berjudul solilokui: yang tidur dalam sajak: rabun senja!
Tapi Thendra juga tak mau ia tercerabut dari akar sastranya. Atau tepatnya tidak mau tercerabut dari akar sastra Indonesia. Sastra Indonesia adalah sastra lingua franca. Sastra yang dibentuk dari perpaduan sastra-sastra berbagai belahan dunia, dari ujung barat ke ujung timur yang Dari ujung selatan ke ujung utara. Bertumpang tindih dengan sastra lokal nusantara yang maha luas. Karenanya ia tak serampangan menulis puisi sekedar menggugat semata. Ia berjibaku betul untuk mampu melahirkan karya puisi yang berhasil yang—meminjam mukaddimah Lekra—tinggi mutu ideologinya juga tinggi mutu artistiknya.
Karena pergulatannya yang intens untuk menciptakan puisi yang berhasil itu, sengaja tidak sengaja, suka tidak suka seringkali pengaruh penyair-penyair yang pernah ia geluti karya-karyanya itu juga larut dalam puisinya. Dalam hal ini memang perlu kemahiran tersendiri dalam meracik puisi sehingga tidak kehilangan karakteristik puisinya sendiri. Dan saya yakin tidak ada penyair atau penulis yang mampu lepas dari pengaruh karya atau tulisan lain.
Saya sering mengibaratkan seorang penulis atau penyair dalam melahirkan karya itu seperti seorang ibu melahirkan. Jika seorang ibu menginginkan anaknya sehat, maka ia harus memakan makanan bergizi dan minuman bergizi. Karena makanan itulah yang menentukan bayi-nya lahir sehat dan montok. Ya, jika si ibu selama masa kehamilannya mengkonsumsi kentaki dan minumnya koka kola dan fanta, dijamin anaknya lahir invalid. Dalam hal ini ibulah yg menentukan makanan untuk janinnya. Sebagaimana karya, penulislah yang menentukan karya macam apa yang harus ia konsumsi untuk melahirkan karya yang “sehat”. Inilah apa yang disebut sebagai pembacaan selektif barangkali.
Dengan pergulatan yang inten dengan karya puisi penyair lain yang diramu dengan kreatifitas dan kecerdasannya Thendra membangun puisi-puisinya. Bergerak dari pengaruh Chairil Anwar, Charles Bukowsky, Jim Morrison, Subagio sastrowardoyo dan banyak lain, Thendra menciptakan puisi dengan ciri khasnya sendiri. Pengaruh sajak Chairil berjudul selamat tinggal, terutama pada bait awal sajak tersebut Misalnya, oleh Thendra diobrak-abrik menjadi haiku yang berbunyi: aku melangkah/di jalan sajak—/bukan buat ke pesta. Syair lagu Jim Morrison, vokalis The Dorrs berjudul “Light My Fire” yang fenomenal itu diramu ulang dalam sajak “Nyalakan Apiku” berkenaan dengan pengaruh itulah diksi-diksi politis dalam sajak-sajak thendra justru diramu dalam tema sajak-sajak cinta. Hasilnya bukan sekadar sajak cinta picisan, melainkan sajak cinta yang menggetarkan. Lunto Kloof, Cinta Pertama yang gagal diselamatkan” yang pernah menjadi salah satu juara dalam lomba puisi cinta Tabloid Nyata beberapa tahun silam itu salah satu contohnya.
Sehingga pembaca puisi yang alergi dengan sajak-sajak lugas yang menggugat dan menantang secara langsung secara politik pada rejim represif semisal sajak-sajak Widji Thukul tak harus menutup mata untuk tidak membaca buku puisi ”Manusia Utama” ini. Karena mereka yang menyukai tema sajak cinta, kepedihan, harapan, kegembiraan, dan kenangan masa silam yang biasa dialami kebanyakan orang akan menemukannya lebih banyak dalam buku puisi ini.
*) Bahan diskusi dalam “dbuku bibliopolis” di Karangrejo Gg. VI no 5, Wonokromo, Surabaya, 16 Mei 2011.
Sumber: http://id-id.facebook.com/notes/thendra-malako-sutan/manusia-utama-puisi-politik-dan-sajak-cinta/224518307574711
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar