Sabtu, 16 April 2011

Barongsai, Barong, Reog, Dst

Viddy AD Daery*
Seputar Indonesia, 9 Des 2007

PROTES sekelompok masyarakat Indonesia yang reaktif terhadap dugaan ”Reog dipulung Malaysia” berakhir antiklimaks dan memalukan karena Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta yang mewakili pemerintah negeri jiran itu menjawab bahwa tidak benar Malaysia mengambil alih Reog Ponorogo menjadi milik asli mereka.

Yang terjadi adalah sekelompok besar masyarakat Jawa—sebagian besar asal Ponorogo yang pernah disewa pemerintah penjajah Inggris 1870-an untuk membangun Malaysia sebagai kuli kontrak penggarap hutan menjadi perkebunan kopi dan karet, membawa juga kesenian reog dan wayang kulit, Marhabanan, Ludruk, Ketoprak dan, sebagainya.

Hanya saja,ludruk dan ketoprak kini sudah tidak lagi eksis di Malaysia. Malah, keputusan Pemerintah Malaysia yang terbaru seperti dikatakan Menteri Pariwisata/ Pelancongan Malaysia Tengku Adnan Mansur yang beristri artis Indonesia Enny Beatrice menyatakan bahwa semua kesenian Indonesia akan dihentikan ”penayangannya” oleh pemerintah Malaysia.

Hal itu tentu justru akan merugikan masyarakat Jawa di Malaysia, guru-guru seni Indonesia yang disewa Malaysia,dan para perajin seni yang banyak mendapat pesanan dari Malaysia, sedangkan pesanan dari pemerintah Indonesia sendiri sangat kurang kalau tidak nol besar.

Kesenian Dibawa dan Dikreasi Baru

Kasusnya adalah ada ”mukimin” alias imigran Jawa yang membawa kesenian reog ikut hijrah ke Malaysia. Seperti imigran Jawa dikontrak penjajah Belanda untuk hijrah ke Suriname (Amerika Selatan) sebagai kuli kontrak, mereka membawa kesenian ludruk, melahirkan ”Kabaret Captain Does”.

Selain itu,tahanan tentara sewaan Jawa semasa Perang Banten yang dibuang Belanda ke Sri Lanka dan Afrika Selatan. Di dua tempat itu mereka membawa kesenian debus dan pencak silat. Ada juga imigran Jawa hijrah ke Pulau Christmas dan Pulau Cocos Keeling (di Samudera Indonesia, tetapi masuk wilayah Australia) sebagai kuli kontrak penambangan dolomit dan fosfat, juga hijrah ke New Caledonia (di Samudera Pasifik) sebagai kuli perkebunan tebu.

Mereka membawa wayang kulit.Tetapi, karena yang hijrah adalah para kuli,bukan pakar dalang, mereka ”memodifikasi” wayang kulit versi mereka,hasilnya agak penceng-pencengdan waguserta ceritanya agak sederhana dan ngawur. Kenapa para reaktifis Indonesia tidak memprotes Suriname, Sri Lanka,Afrika Selatan,Australia,New Caledonia, dan sebagainya?

Padahal, jelas-jelas Australia mencetak wayang-wayang versi Melayu-Jawa Samudera Indonesia itu di prangko-prangko filateli Australia.Juga, buku-buku panduan turisme Afrika Selatan selalu menonjolkan masyarakat Melayu-Banten-Jawa sebagai obyek wisata budaya yang mempunyai kesenian debus dan makanan rijstaffel atau nasi campur ala Belanda-Afsel.

Kasus Reog Ponorogo dikreasi imigran Ponorogo menjadi Tari Barong saya kira amat mirip dengan proses wayang kulit Jawa dikreasi menjadi wayang wagu di Pulau Christmas dan Pulau Cocos Keeling. Toh, wayang Indonesia juga mengkreasi wayang India. Untung India tidak pernah memprotes Indonesia di zaman Kerajaan Kediri atau zaman Majapahit dulu. Reog Ponorogo mungkin juga ”diilhami”seni Barongsai dari daratan China karena orang-orang China sudah banyak yang mengembara di Nusantara sejak zaman Singosari, ketika utusan Kubilai Khan disuruh mengancam raja-raja Singosari.

Jadi, benar pepatah ”tak ada yang baru di bumi ini.” Namun,yang perlu kita banggakan, meskipun kita juga bangsa peniru (pemulung juga), kita mampu mengkreasi baru dengan lebih indah dan lebih artistik dari aslinya. Konon, Borobudur meniru Angkor Wat di zaman Raja Campa Indrawarman (kini Kamboja dan Vietnam) yang bersahabat baik dengan raja-raja Mataram kuno.

Tetapi, banyak budayawan yang menilai bahwa Borobudur lebih indah dan lebih halus daripada Angkor Wat. Tentu bisa jadi, orang Campa menilai sebaliknya . Wayang Indonesia sangat luar biasa detail sunggingannya dibanding wayang India dan wayang Thailand, dua sumber yang menjadi inspirasi wayang Indonesia/ Jawa.

Juga kesenian yang diimpor dari Arab dan Turki di zaman pasca-Sunan dan abad sultan-sultan (sekitar abad 16 dan 17 M),misalnya Tari Zapin dan Teater Indra Bangsawan. Toh, Tari Zapin Melayu/Indonesia lebih rumit dan indah daripada zapin asli Arab yang sangat sederhana dan cuma meloncat-loncat.

Tari Zapin ini populer di seluruh wilayah kesultanan Melayu, mulai Jambi, Palembang, Riau, sampai Johor, Malaka, dan seluruh semenanjung Malaya. Maka, orang-orang Jambi, Palembang, dan Riau tidak pernah memprotes Malaysia, mungkin karena mereka lebih sadar keserumpunan ketimbang orang Jawa.

Psikologi Orang Kalah?

Mengapa orang-orang Jawa memprotes Malaysia mulai lagu Rasa Sayange sampai Reog Ponorogo, sementara mereka tidak takut diprotes Amerika waktu para artis Indonesia menyanyi lagu rap dan tari hip-hop serta break dance? Saya kira, penyebabnya, bangsa kita mengidap sindrom ”anti menggaruk kuduk sendiri” dan juga mengalami psikologi orang kalah.

Karena sekian lama dikhianati pemerintahnya sendiri,mereka mencari pelampiasan dengan memusuhi saudaranya yang dikiranya lebih yunior atau lebih lemah. Malaysia adalah murid Indonesia sejak zaman Kerajaan Malaka berguru kepada Majapahit di abad 15, sampai zaman merdeka, bahkan sampai zaman modern karena sampai 1970-an, antara lain di daerah Sabah, ada serombongan petani Indonesia di bawah koordinasi Cak Kadar, budayawan dari Surabaya, yang ditugasi pemerintah Indonesia untuk memberi pelajaran budi daya tanaman kelapa sawit kepada petani Sabah, Malaysia Timur.

Apa yang terjadi sekarang? Kelapa sawit Indonesia jeblok karena mismanagement sehingga dibeli dan dikelola perusahaan kelapa sawit Malaysia. Malaysia memang banyak mendapatkan devisa utama dari perdagangan global minyak bumi, kelapa sawit,dan turisme. Menurut budayawan M Sobary, para wartawan senior Malaysia pernah berguru ke kantor berita Antara Indonesia.

Hanya saja, perlu disayangkan karena kini Sobary menuduh Malaysia maling. Suatu tuduhan yang berbahaya sebelum dibuktikan di pengadilan. Apalagi, Sobary seorang budayawan yang mestinya amat berwawasan luas.Tapi siapa tahu, Sobary juga sedang mengidap psikologi pecundang.

Maka, kondisi sekarang dibalik, Indonesialah yang kini banyakberguruke Malaysia, dengan banyaknya mahasiswa Indonesia belajar di Malaysia dan sangat banyak TKI mengais rezeki ringgit di negeri itu. Meski mereka sangat sering disiksa majikan-majikan etnis China dan India, toh tetap saja mereka ke sana mencari hidup karena Indonesia sendiri tidak bisa memberi harapan hidup karena kekayaan negara dirampok para pemimpin dan komplotannya.

Psikologi orang kalah inilah yang menjadikan sebagian rakyat Indonesia menjadi sensitif dan reaktif dengan proporsi yang kurang mendahulukan akal dan nalar. Memang amat disayangkan, Indonesia yang dipuji secara tepat oleh Koes Plus sebagai ”Kolam Susu” telah memberi manfaat kepada banyak bangsa mulai Arab, China, India, Barat, bahkan sesama rumpun Melayu, sejak zaman awal Masehi bahkan mungkin sebelum Masehi (seperti diceritakan dalam karya sastra Arab kuno ”Sindbad Si Pelaut”), sampai zaman modern kini.

Namun, rakyatnya justru dimiskinkan kezaliman para pemimpinnya sendiri, bagai peribahasa ”Anak ayam mati di lumbung padi”.

Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/12/barongsai-barong-reog-dst.html

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar