Rabu, 16 Maret 2011

Hidup Matinya Sastra Indonesia di Tangan Redaktur

Abdul Wachid BS
http://www.kr.co.id/

MATINYA kritik sastra, yang pasti disebabkan oleh tidak adanya karya sastra yang layak untuk dijadikan pembicaraan kritik sastra.

Memang, banyak faktor lain sebagai penyebabnya, antara lain (1) minat baca sastra dari masyarakat yang rendah, (3) persepsi yang salah bahwa karya sastra hanyalah produk khayalan, klangenan, dan karenanya tidak layak sebagai bagian dari sumber untuk keilmuan interdisipliner. Tidak seperti halnya di negara-negara yang sudah pesat perkembangan keilmuannya, yang memposisikan karya sastra sebagai bagian dari inspirasi keilmuan interdisipliner.

Memang, kita melihat realitas, setiap Minggu berbagai koran menyediakan rubrik sastra, berisi cerpen, puisi, dan sketsa pemikiran tentang seni secara umum, sekalipun tidak untuk kritik sastra. Ini merupakan fakta bahwa penerimaan masyarakat pembaca terhadap karya sastra yang tiap Minggu dimuat di media massa, khususnya pembaca yang memiliki daya kritis, masih memposisikannya seperti fungsi kertas koran: setelah dibaca headline-nya, lalu menjadi kertas bungkus.

Apakah salah sikap penerimaan masyarakat terhadap karya sastra koran seperti itu? Sebagai produksen yang baik, tentu tidak akan gampangan menyalahkan bahwa konsumennya adalah bodoh semua, sebab tidak mau mengonsumsi produknya. Kenyataan bahwa masyarakat tidak melakukan respons terhadap karya sastra, tidak berarti masyarakat itu bodoh atau belum melek sastra. Hal itu benar jika kita melihat dari sudut pandang sastrawan.

Tetapi, dari sudut pandang masyarakat, bagaimana? Karya sastra merupakan hasil refleksi sastrawan terhadap realitas sosialnya, karenanya bentuk kebudayaan, pikiran zaman secara po atau kontra terefleksi di dalamnya. Karenanya pula, bentuk dan pikiran di dalam karya sastra semestinya dapat direpresentasikan keterkaitannya dengan kebudayaan yang mengkonstruksinya, atau sebagai refleksi bagi kebudayaan secara luas. Jika sekarang ada fenomena, masyarakat mencuekkan karya sastra (juga di koran), itu artinya karya sastra yang ditulis tersebut tidak mampu sebagai bagian dari perkembangan produk budaya yang tengah terjadi di dalam masyarakatnya. Karenanya, karya sastra yang demikian tidak diapresiasi oleh masyarakatnya, juga tidak menjadi perhatian kritikus sastra.
Mengapa karya sastra yang ditulis sastrawan tidak mendapat sambutan kritik?

Tahapan kritik itu berangkat dari apresiasi (apresiation) secara umum, kemudian oleh pembaca ahli berdasarkan wawasan keilmuan tertentu dilakukan penilaian-penilaian (values), di situlah kritikus melakukan penghakiman (judgment) tentang baik-buruknya karya sastra tersebut berdasarkan argumentasi yang kuat. Jadi, bukan penilaian yang bersifat samar-samar (impresif), subjektif, dan tanpa argumentasi yang memadai. Jika demikian, idealnya karya sastra yang memiliki mutu, secara bentuk ia berdiri di antara konvensi agar masih dapat dirunut jejak pemaknaannya oleh pembaca, sekaligus memiliki inovasi agar segar dan tidak dicap sebagai pembebek karya sastra sebelumnya. Bila ada sesuatu yang baru, masyarakat pastilah memberi perhatian, mungkin dicaci seperti fenomena Inul Daratista, atau langsung dipuji, atau dicaci dulu kemudian dipuji. Secara isi juga demikian, sepanjang sejarah karya sastra yang baik selalu menawarkan sudut pandang yang berbeda dari karya sastra sebelumnya.

Persoalannya, jika karya sastra tidak direspons oleh masyarakat pembaca umum apalagi pembaca ahli, berarti memang karya sastra yang dimuat di koran tiap Minggu itu tidak ada sesuatu yang baru, alias biasa-biasa saja. Bahkan, banyak karya sastra yang sekadar bertarget asal dimuat dan mendapat honor, dengan melakukan reproduksi bentuk dan isi dari kecenderungan karya sastra yang sering dimuat di suatu koran. Memang, puisi tetap ditulis, tetapi dengan cara menulis ”puisi yang baik dan benar”, demikian pula ”cerpen yang baku”, juga ”novel yang sesuai dengan kaidah-kaidah”. Segala itu serba lewat begitu saja senyampang dengan datangnya koran besok pagi, koran yang kemarin tidak dibaca lagi, sebab memang tidak ada sesuatu yang baru yang ditawarkan di dalamnya. Sementara itu, masyarakat dan pers hanya akan memperhitungkan hal yang baru, yang luar biasa, dan hal itu tidak dapat disalahkan sebab sebagai tandingan hal yang rutin keseharian, yang biasa.

Namun demikian, kita tidak perlu pesimis, alasan regenerasi sastrawan dan karya sastranya memang tetap perlu, dalam hal ini peran koran amatlah menentukan bagi proses ”menjadi” perkembangan sastra. Namun pula, koran perlu memerankan fungsi kritik dengan memilih karya sastra yang benar-benar mempertimbangkan aspek kesastraan, juga aspek inovasinya. Tanpa pertimbangan itu, koran tidak akan memperoleh keuntungan apapun, sebab dibukanya rubrik sastra hanya menambah biaya cetak saja, jika pertimbangan eksistensial tidak diperhitungkan.

Tidak masalah dengan memunculkan karya dari sastrawan yang baru muncul, asal mutu sastra tetap menjadi pertimbangan utama. Sebab jika tidak demikian, justru koran turut mempurukkan matinya dialektika antara munculnya karya sastra yang cerdas, mencerdaskan masyarakat pembaca, yang melahirkan kritik sastra yang cerdas pula. Bahkan, memunculkan secara berselang-seling nama lama dan nama baru dengan karya sastranya menjadi penting sebagai perbandingan perkembangan sastra, sekali lagi tetap mengutamakan tolok ukur mutu sastra. Dilihat dari ini saja, betapa besar peran kritik sastra yang diperankan redaktur sastra untuk menyeleksi karya sastra yang bermutu.

Sesungguhnya, antara karya sastra yang baik dan kritik sastra yang bermutu, seperti antara telur dan ayam. Karya sastra yang baik akan mendorong munculnya kritik sastra yang cerdas. Demikian pula, kritik sastra yang cerdas itu pun kemudian merangsang lahirnya karya sastra yang berbobot. Tiadanya karya sastra yang bermutu, tidak berarti kritik sastra turut macet. Sebab kerja kritik sastra tatkala memberi penilaian berarti ada yang dibandingkan dengan tolok ukur karya sastra yang telah ada. Dengan begitu semestinya kritik sastra tetap ditulis berdasarkan perbandingan dengan karya sastra yang ada sebelumnya yang dipandang memiliki mutu sastra. Dari itu, memberi rangsangan akan munculnya karya sastra yang bermutu di kemudian hari.

Tetapi, apa kritik sastra kini juga turut tidak bermutu? Di luar lingkup akademik sastra memang demikianlah halnya. Di samping persilangan lontaran pemikiran seni secara teoritik, semestinya koran menyadari perlunya perdebatan wacana yang berangkat dari karya sastra. Mengapa objek kesusastraan tersebut justru tidak pernah disentuh? Sekalipun koran bukanlah satu-satunya faktor penentu perkembangan sastra, namun koran memang mempunyai potensi besar memerankan hal tersebut.

Jadi, jika dirunut urutannya, perjalanan sastra di koran sebagai berikut. Taksonomi kesusastraan ialah antara karya sastra dan kritik sastra. Kritik sastra dapat melahirkan teori sastra, dan menyumbangkan perannya kepada sejarah sastra untuk melakukan kualifikasi-kualifikasi. Dan kritik sastra itu hasil dari studi terhadap karya sastra. Sementara itu karya sastra di Indonesia penyebarannya yang terpenting melalui koran (dan majalah) sekalipun kemudian dijadikan buku. Sedangkan karya sastra di koran dan majalah, kemunculan pertamanya ditentukan oleh redaktur sastra dalam penyeleksian. Dengan begitu maju-mundurnya kesusastraan berada di tangan redaktur sastra.

Jadi: ”Redaktur Sastra yang terhormat. Jika kerinduan terhadap munculnya karya sastra yang bermutu, gelisahnya terhadap stagnasi kritik sastra, dan merasa tidak sehatnya ekologi sastra, maka Andalah sesungguhnya yang paling bertanggung jawab tentang hal-hal tersebut!’
Terima kasih.

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar