Jumat, 25 Februari 2011

Pertolongan Tak Terduga

Gerson Poyk
http://www.suarakarya-online.com/

Tiba-tiba telpon genggamku berdering. “Halo ya, saya sendiri,” jawabku.
“Saya dokter dari Klinik Mata Nusantara. Saya, kami, baru saja membaca tulisan tentang Bapak di koran Jakarta Post. Kami ingin mengoperasi katarak Bapak,” “Terimakasih, tapi saya tak punya uang,” potongku.

“Bapak tidak mau? Operasinya gratis,” kata dokter yang mengaku bernama Rudi itu.
“O, mau, mau! Terimakasih banyak!” kataku. “Kalau begitu, besok jam 9 pagi datang ke klinik kami. Kami tunggu.”
Aku menarik nafas lega, terlepas dari tekanan yang bertahun-tahun aku alami. Tekanan batin, sebutlah begitu. Lima tahun yang lalu, mata kananku sudah dioperasi. Biayanya sekitar delapan juta rupiah. Untung anakku yang tertua membiayai semuanya. Tinggal sebelah mataku lagi yang masih belum beres, katarak masih bersemayam di sana.

Selama lima tahun aku menjadi wartawan freelance bermata satu. Beberapa novel dan ratusan cerpen bisa kutulis dengan mengandalkan benda lembek di bagian depan tengkorak kepalaku.

Bayangkan, betapa kuatnya benda lembek yang bernama mata.Beratus-ratus halaman, berjuta-juta huruf yang sudah kutulis dan kukoreksi dengan satu benda lembek yang bernama mata. Akan tetapi, karena keterbatasan biaya maka aku membiarkan mata yang satu tahun demi tahun tak berfungsi lagi.

Aku jadi sedih. Bagaimana jika mata kananku rusak tiba-tiba? Memang, hampir saja mata kananku itu tertusuk besi solder listrik. Ceritanya, pada suatu hari ketika aku memperbaiki alat solder listrik, cucuku mendekat dan memegang-megang alat itu.

Tiba-tiba mulutnya berbunyi dorr sambil ditusuknya alat itu ke mataku. Untung tak kena. Ujung besi solder itu hanya menusuk tulang mataku. Sejak itu, aku harus berhati-hati dengan cucuku yang usianya berada di fase permainan merusak.

Kalau saja mataku tertusuk, gelaplah dunia ini. Aku akan jadi seperti kakak perempuan yang entah mengapa harus hidup dalam gelap selama tiga puluh tahun. Awalnya, katarak akan dioperasi, tetapi menurut anaknya mereka takut karena harus menandatangi surat yang menyebut-nyebut stroke mata dan kematian.

Kakakku lalu diboyong pulang dan sudah tentu cepat atau lambat buta totalah kedua matanya. Akan tetapi saat ini ia sehat-sehat saja di usianya yang ke sembilan puluh. Ia tinggal dengan anak perempuannya dan lima orang cucu.

Pernah aku memberi ia lima lembar uang kertas sepuluh ribuan, uang itu ditaruhnya di lemari pakaian. Aku pikir, lumayan, kakakku bisa belanja makanan kesukaannya. Tetapi kemudian ia bertanya padaku, berapa nilai uang yang aku berikan padanya.
“Lima puluh ribu,” kataku.
“Ah, kok jadinya lima ribuan?” katanya.
“Pasti sudah diambil seorang cucu,” kataku.

Kakak perempuanku tinggal di Kupang. Dia senang sekali kalau aku terbang dari Jakarta menemuinya. Setelah bosan berlibur di Kupang aku ingin pulang ke Jakarta. Tetapi, kakakku melarang. Ia rindu padaku tamaknya.
“Carilah sebuah rumah untuk kita tinggal bersama seperti dulu.” Aku jadi terharu.

Mengenang masa-masa bersama, ketika aku masih kecil dan dia sudah menjadi gadis remaja yang cantik, putih, segar, rajin dan cerdas.

Aku sangat sayang pada kakakku. Ketika balatentara Jepang mendarat, ia dilamar seorang pegawai negeri. Kalau tidak begitu, mungkin kakakku akan diambil tentara Jepang dan dia akan menghilang. Dan aku sangat benci pada suaminya.

Pernah ketika mereka masih berpacaran, aku mengambil batu agak besar dan melemparkan batu itu ke pintu, kakakku memarahi aku. Sampai sekarang, aku masih gondok pada suaminya walaupun sudah almarhum.

Aku gondok karena kakakku melahirkan sembilan anak bagi suaminya itu. Hati kecilku selalu berkata, sontoloyo betul lelaki itu, apalagi ketika kakakku menjadi buta selama tiga puluh tahun, tiga puluh tahun hidup dalam kegelapan, bayangkan!

Anak-anaknya pun sontoloyo semuanya. Ada lima anak lelaki, tiga jadi nakhoda kapal pesiar dan satu nakhoda kapal tanker yang besar dan berlayar ke seluruh dunia. Lalu, mengapa kakakku dibiarkan buta oleh anak-anaknya? Sontoloyo betul!

Anak peremuanku tidak membiarkan aku buta. Operasi katarak mata kanan seperti yang sudah kukatakan, dialah yang membiayainya.

Yang merepotkan aku adalah, anak lelakiku. Kadang-kadang tampak sontoloyonya, contohnya soal mobilnya yang sukar sekali dipinjam. Beberapa kali aku minta pada anak lelakiku untuk membiayai operasi katarak mata kiriku, ia hanya diam saja. Telinganya, telinga terowongan, permintaanku masuk dari telinga kiri dan keluar ke telinga kanan.

Dia lain dengan anak perempuanku, pelitnya luar biasa, anak lelaki kebanggaanku. Aku bangga karena dia pintar, boleh dikata jenius dalam bidang matematika dan IPA. Tapi kata orang, titik-titik sosial di batok kepalanya tidak ada atau kurang sama sekali.
Bahkan anaknya, cucuku, berkata, “Papa, kalau cabut uang dari dompetnya, sama dengan cabut nyawa.”

Persiapan ke klinik mata tidak terlalu merepotkan. Aku hanya berpuasa agar siapa tahu, barangkali, kalau ada gula darah di tubuhku bisa berkurang.

Nah, yang menjadi masalah adalah kendaraan. Aku pinjam mobil anak lelakiku, tetapi malamnya ia menghilang dengan mobilnya dan pulang di pagi hari. Terpaksa aku berjalan kaki mencari angkot dan bus.
Di klinik mata, aku disambut dokter Rudi, manajer klinik serta dokter Syaukan Tahya, ia yang mengoperasiku.

Akhrinya, sebelum Natal, mata kiriku terang kembali, aku kabarkan ke semua kemenakan, anak angkat, mantan murid magang di sanggar jurnalistikku dan sarjana-sarjana yang menulis skripsi mengenai karya sastraku, bahwa aku tidak menjadi buta seperti kakak perempuanku.

Rencanaku, malam-malam aku akan ‘merayap’ ke Jatinegara, ke emper tempat mangkal para tukang pijat buta untuk mencari tukang pijat buta langgananku.

Dulu, begitu si tukang pijat langgananku memegang betisku, ia langsung kenal, “Pak Wartawan, lama tak muncul,”. Oh, matanya ada di jari.

Dalam pengembaraanku sebagai wartawan dan seniman di benua maritim ini, isi kantong terbatas, hotelku adalah tikar tukang pijat buta di terminal-terminal bus.
Bangun pagi segarnya luar biasa karena ayunan tangan dan jari si tukang pijat buta.

Langkah di ayun ke kamar mandi terminal, kemudian melanjutkan pengembaraan ke terminal lain, ke tikar tukang pijat yang lain untuk menikmati pijatan ajaib si tukang pijat buta. Hal yang mengharukan aku adalah bahwa si tukang pijat buta bahkan dapat menciptakan pekerjaan bagi orang lain.

Ceritanya, pada suatu malam, ketika tubuhku yang pegal linu kuserahkan pada si buta, ia bertanya, “Mau pakai bantal?”
“Mau!”

Ternyata, bantal itu adalah paha seorang wanita gemuk, janda berganda beranak lima. Kepalaku berfilsafat; ini adalah semacam moral rebel orang kecil. Akan tetapi hidungku tersengat bau terasi, dan aku merasa itu bau dari kaki perempuan yang pahanya dijadikan bantal.

Aku memang optimis. Seandainya tak ada yang membiayai operasi katarakku sehingga aku buta total seperti kakak perempuanku, maka aku masih bisa cari makan sebagai tukang pijat buta. Mataku ada di jari, kaki dan tongkat.

Sekarang aku lebih optimis lagi setelah memproleh kemurahan hati dokter-dokter, perawat di klinik mata tersebut. Aku bisa mengetik lagi, seandainya satu mataku buta, maka ada satu mata yang masih bisa berfungsi. Dulu, kalau buta yang satu, seterusnya aku tak bisa melihat lagi.

Ya, mata angan-anganku menjadi tukang pijat buta di Jatinegara sudah kuhapus. Beberapa novel dan cerpen kembali kugarap. Paling tidak, sekarang mataku semakin awas melihat huruf-huruf yang menari-nari di hadapanku. Paling tidak, aku bisa memandang jalanan dengan normal tidak bergelombang lagi.

Paling tidak harga diriku sebagai manusia pulih kembali, aku masih bisa menghasilkan uang untuk biaya hidup sehari-hari dengan usahaku sendiri.

Di tengah kreativitasku yang datang bertubi-tubi, aku bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi anak-anak putus sekolah di sekitar temat tinggalku untuk mengetik ulang naskah-naskahn yang kutulis dengan tangan.

Nanti, jika honorku datang beruntun, aku bisa membiayai sekolah mereka, membiayai anak bungsuku dengan empat anak-anaknya yang suaminya pengangguran. Ya, di usiaku yang menginjak delapan puluh tahun ini, aku bukan parasit yang menempel hidup pada siapa saja. ***

* Depok 18 Januari 2011 (Sebuah memori untuk para cucu, cicit dan piat-piut)

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar