Donny Anggoro
http://www.sinarharapan.co.id/
Namanya Olan, temanku sewaktu di SMA. Badannya kurus pendek, terkesan tidak berbahaya. Wajahnya selalu cerah seperti piring baru dicuci sehingga sering disangka banyak rezeki. ”Anaknya” pintar, selalu dapat rangking, populer dalam pergaulan. Pendek kata tidak ada yang tidak mengenal Olan. Setelah lulus SMA praktis aku tidak pernah bertemu dengannya. Bahkan sampai aku kuliah, lulus, bekerja, berkeluarga dan mengontrak rumah. Sesungguhnya apa yang membuatku tiba-tiba hendak bercerita tentang Olan?
Tentu saja ada yang ingin aku ceritakan kepadamu. Kejadian ini bermula pada suatu malam yang cerah. Ketika aku sedang mengantre karcis di bioskop Megaria bersama istriku. Tiba-tiba seorang lelaki tersenyum kepadaku. Tepat di baris antrean loket sebelah dia menyapa. Mau tak mau kubalas juga senyumannya meski dalam hati aku bertanya: siapa orang ini?
”Mas, siapa sih?” bisik istriku di sebelah. Belum sempat aku menjawab lelaki itu menepuk pundakku.
”Lupa ya? Saya Olan, temanmu SMA.”
”O,” jawabku.
Aku pura-pura ingat. Sekedar basa-basi dan tentu saja tidak ingin mengecewakannya. Namanya juga basa-basi.
”Istrimu?” tanyanya.
”Ya,”
”Kau?”
”Sendirian.”
”Pulang kerja?”
”He-eh,”
Pembicaraan terputus. Di depanku loket karcis sudah dibuka. Dengan segera segenap perhatian beralih ke loket. Seperti dikomando masing-masing segera mengeluarkan dompet dari dalam tas atau saku celananya. Aku sudah tak menghiraukan Olan lagi sampai aku mendapatkan karcis, menonton film dan pulang ke rumah.
Perjumpaanku yang kedua dengan Olan terjadi di sebuah restoran. Kala itu aku hendak makan siang di restoran seberang kantor. Aku sengaja makan di sini karena bosan dengan menu kantin. Selain itu aku juga sedang ingin menyendiri. Cari suasana baru. Restoran ini sepi. Kakiku segera melangkah di pojok. Sekali-kali merasakan makanan mewah, pikirku. Bagiku ini termasuk hiburan. Bisa melupakan sejenak pekerjaan membaca laporan-laporan yang memualkan. Sayang, kesendirianku segera sirna. Seseorang menyapa. Dalam hati aku mengeluh, ada saja yang mengenalku.
”Hai! Ketemu lagi kita!”
Aku bengong. Tentu saja aku tidak ingat kapan pernah bertemu. Dia langsung mendekati diriku. Ia mengulurkan tangannya. Aku menjabat tangannya dengan gaya seorang Walikota berjabatan dengan Sultan, asal sentuh. Sebaliknya, lelaki ini menjabat tanganku dengan erat sekali, meremukkan dan mengguncang-guncang.
”Wah, senangnya. Aku bangga dapat mentraktir seorang seniman!”
Seniman? Apakah potonganku seperti seorang seniman? Orang ini siapa sih? Mati-matian aku berusaha mengingat-ingat.
”Bekerja di mana sekarang?” tanyanya.
”Di situ.” jawabku seraya menunjuk ke arah ruko yang letaknya berseberangan dengan restoran ini.
”Wah, hebat! Gajinya besar dong? Terakhir kita ketemu di bioskop kamu nonton dengan istrimu ya? Kapan menikah?” berondongnya.
Satu-satu aku menjawabnya meski dalam hati terus bertanya-tanya: siapa dia. Untung pertanyaan itu segera terjawab terutama ketika dia menyebut nama SMA-ku. Perlahan aku ingat, dialah Olan. Manusia paling populer di sekolah. Meski bukan termasuk teman dekatnya tapi siapa dulu nggak kenal Olan?
”Meski bekerja masih tetap menulis cerpen kan?”
Aku terkejut. Orang seperti Olan baca juga tulisan saya.
”Masih, masih.”
”Ada rencana membuat buku?”
”Ada. Tapi ditunda dululah. Biaya cetak sekarang mahal. Bukankah penulisnya sendiri juga harus punya duit? Ngomong-ngomong Olan sekarang kerja di mana?”
Olan terdiam sejenak. Ekspresinya berubah. Pertanyaan ini tampaknya kurang mengenakkan hatinya.
”Masih yang dulu…”
”Yang dulu apa? Kita kan sudah lama tidak ketemu…”
”Masak lupa? Waktu SMA…”
”O, jadi kamu pemain band? Musisi?”
Olan mengangguk. Aku segera teringat. Ya, ya. Olan dahulu membentuk band. Dia main gitar. Aku ingat bandnya sering memenangkan penghargaan festival musik sekolah dan tak pernah absen mengisi acara perayaan di sekolah kami.
”Sekarang aku main di Salsa Club setiap malam Minggu.”
”Baguslah. Kapan-kapan aku mampir.”
”Bagus apa? Aku bosan! Main memang rutin tiap malam Minggu tapi hari-hari lain kan sama saja seperti orang menganggur!”
”Bosan?”
”Niatku dulu kan masuk studio, rekaman, masuk tipi. Eh, nyatanya begini-begini terus.”
”Ya, sabarlah…”
”Sabar bagaimana? Aku kan sudah tua?”
”Kan bisa kerja lain? Katamu dulu sempat kerja di periklanan?”
”Iya, sih. Tapi aku masih nggak bisa melupakan obsesiku itu….”
Kami makan sambil ngobrol. Lumayan, katanya Olan yang traktir. Aku bersyukur. Barangkali memang Tuhan sengaja mengutus Olan datang kepadaku. Olan masih seperti dulu. Suka bergurau. Memang kebanyakan gurauan zaman dulu, basi. Tak apalah. Namanya juga ditraktir. Sekarang Olan tampil trendy, rambut disisir mengkilat, handphone tersangkut di pinggang.
”Eh, aku mau beli koran sebentar.” kata Olan.
Olan ngeloyor. Sebentar kemudian dia kembali lagi.
”Penjual koran nggak ada uang kecil. Pinjam dulu ya? Nanti habis makan aku kembalikan!”
Aku menyerahkan dua lembar ribuan.
”Wah, baca koran sekarang harus lebih dari satu, kawan. Sekarang biar kejadiannya sama, wawancaranya sama, beritanya beda!”
Aku menyodorkan selembar ribuan. Olan menghabiskan sisa makanannya sebelum mengambil uang yang kutaruh di depannya. Setelah menggenggam uang Olan menuju kasir. Entah dia bicara apa. Setelah itu dia keluar. Tapi setelah sekian lama Olan belum juga kembali. Aku gelisah. Makanan dan minuman di depanku sudah licin tandas. Aku bangkit dan berjalan ke pintu, celingak-celinguk, lihat kiri-kanan. Olan masih tetap tak kelihatan batang hidungnya.
Penjual koran yang kebetulan sedang mangkal dekat situ segera kutanya apa tadi ada orang kurus pendek membeli koran. Yang ditanya mengangkat bahu. Tapi ia melihat orang keluar dari restoran ini langsung naik metromini. Ha!?
Aku menuju kasir. Belum sempat ngomong kasir menyodorkan rekening.
”Engg…teman saya yang tadi itu ke mana ya?”
Dengan polosnya aku bertanya. Syukur-syukur dijawab.
”Sudah pulang. Katanya buru-buru ada urusan penting di rumah.”
”Lho?”
”O, ya dia juga pesan katanya Bapak yang bayar…”
”Sialan!” umpatku. Kepalang basah aku keluarkan uang dari dompetku.
***
Semenjak itu aku tidak pernah bertemu lagi dengan Olan. Kalau diingat-ingat sungguh menyebalkan. Sial! Aku berpikir teganya dia berbuat begitu? Apa karena iri? Bisa jadi. Bukankah Olan pernah cerita pekerjaannya sekarang membosankan? Tidak sesuai dengan angan-angannya? Aku bersumpah tidak akan bertemu lagi dengannya.
Sebulan kemudian aku ketemu dengan Olan lagi. Kali ini di dalam bis yang penuh sesak. Olan melambaikan tangan memanggilku. Aku tak bisa menghindar. Apalagi Olan berbaik hati menyerahkan tempat duduknya kepadaku. Aku menolak. Olan memaksa. Aku mengalah. Aku duduk. Olan berdiri. Olan memulai pertemuan kali ini dengan guyonannya. Aku menyambutnya dengan tawa dipaksakan demi menghormati lawan bicara. Wajar saja aku merasa hambar. Humor-humornya sudah basi. Yang diceritakan selalu zaman dulu, zaman masih SMA. Memang masih lucu. Tapi bagiku sekarang hambar. Apalagi yang bisa diceritakan Olan selain masa lalu?
Tak disinggungnya pertemuan dulu di restoran. Aku toh sudah melupakannya. Yeah, buat apa diiingat-ingat? Tidak baik di zaman susah begini punya musuh, sekecil apa pun. Lagipula aku ini termasuk pencinta damai. Aku jadi ingat kata seorang teman:”Teman adalah tabungan berharga. Ia bisa bertambah, tapi bisa juga hilang tak berbekas”.
Kali ini Olan tidak menipuku. Dia turun lebih dulu. Aku bersyukur dan berharap tidak akan pernah bertemu dengannya. Tapi seminggu kemudian aku ketemu lagi. Sekarang di TIM, ketika aku sedang menghadiri acara diskusi dan peluncuran buku kawanku seorang penulis. Aku heran. Tumben Olan datang ke acara beginian. Meski aku bukan teman dekatnya aku tahu orang seperti Olan lebih suka nonton film, pergi ke mal, pub atau diskotik. Apalagi kerjaannya main band di pub.
”Wah, hebat ya temanmu? Bukumu kapan?” tanyanya sembari bergurau. Aku cuma nyengir kuda meski dalam hati rada tersindir juga. Memangnya gampang membuat buku? Aku hanya tersenyum, bersalaman dan buru-buru menjauh. Aku tidak mau terjebak dalam obrolan-obrolan hambar. Pokoknya aku harus segera menghindarinya!
Tampaknya Tuhan punya rencana lain. Entah kenapa hari-hari belakangan ini aku ”ditakdirkan” selalu bertemu dengan Olan. Di bus, kelokan jalan, di gang, halte, telepon umum, kompleks perumahan, warung, supermarket, toko buku, mal, bioskop, gedung pertemuan, stasiun kereta, hotel, restoran, wese umum… Dalam setiap pertemuan aku selalu menghindar. Kadang berhasil seperti pertemuanku di TIM tempo hari. Jika gagal terpaksa aku meladeninya seperti ketika bertemu di bus dulu. Begitulah pertemuan-pertemuan kami. Olan memang selalu mampir tidak diundang, tanpa permisi.
Meski akhirnya jadi sering ketemu Olan aku bersyukur selama ini aku belum pernah bertemu dengannya di rumah atau gang menuju rumahku. Memang pernah dia bertanya alamatku. Demi sopan santun aku memberikannya. Aku perhatikan setiap ketemu Olan selalu beralasan ”kebetulan mampir” atau ”diajak teman” (dan temannya sendiri aku pasti selalu tidak pernah melihatnya). Olan selalu sendirian. Tidak pernah kelihatan dia bersama orang lain, meski ia mengaku kepadaku sudah beristri dan beranak satu. Satu hal yang kuingat Olan selalu berpenampilan trendy persis seperti waktu aku ditipunya.
Aku heran. Batinku terus bertanya-tanya kenapa aku selalu bertemu dengan Olan. Seakan dia menguntitku terus. Meski sudah sering terjadi (diam-diam aku menghitung ternyata setiap satu bulan sekali aku ketemu Olan di mana saja!), aku berpikir apa maksudnya Tuhan mengirimkan Olan kepadaku? Apakah dengan bertemu Olan Tuhan berharap aku menjalin persahabatan? Aku pernah ingat sebuah tulisan ”persahabatan terkadang bisa membunuh”. Tetapi tentu saja pertemuanku dengan Olan sama sekali bukan persahabatan. Jadi tidak mungkin ada ”pembunuhan”. Bukankah selama ini kami cuma bertegur sapa? Olan memang sahabatku dulu di SMA. Tidak dekat malah. Hubungan kami dulu juga hanya sekedar ‘say hello’ saja. Tapi kenapa sekarang setelah aku selalu berjumpa dengannya juga hanya sekedar ‘say hello’? Memang kehadirannya tidak seberapa mengganggu tapi kenapa selalu hadir tanpa permisi? Entahlah. Bagiku ini benar-benar peristiwa ajaib. Pernah kuceritakan hal ini kepada istriku. E-eh, dia malah tertawa. Dan pembicaraan tentang Olan segera tergeser topik-topik lain…
Pernah aku iseng-iseng menelepon Olan. Suara di sana selalu bilang ”Nomor telepon yang anda tuju tidak dapat dihubungi atas permintaan pemiliknya.” Lho? Handphonenya? Tidak aktif.
***
Sore ini aku berjumpa lagi dengan Olan. Kali ini di dalam bus. Bus penuh sesak, maklum jam orang pulang kantor. Aku terdesak sampai ke pintu belakang bus karena penuhnya. Dan, ketika aku bergelayutan di tiang dekat pintu bus yang berjubel dengan banyaknya penumpang aku berjumpa dengan Olan. Seperti biasa dia terlebih dahulu menyapa dan mengajakku berguyon. Guyonan hambar yang lagi-lagi membuatku terpaksa menarik urat wajah untuk tersenyum, pura-pura menanggapi.
Dia juga bergantung dekat pintu. Posisi Olan sebenarnya sangat membahayakan. Jika ia lengah dan terlepas dari pegangannya di tiang pintu, dengan mudah ia bisa terjatuh. Sore ini entah kenapa sopir bus yang kutumpangi berinisiatif membawa busnya memasuki jalan tol. Ketika bus memasuki bibir pintu tol kondektur dengan sigap menutup pintu. Dengan susah payah dan dipaksa pintu bus hanya setengahnya tertutup karena penuh sesaknya orang berdiri berjubel di bibir pintu, termasuk aku dan Olan.
Bis melaju kencang. Tiba-tiba terbesit di pikiranku sebuah gagasan ajaib: misalnya bagaimana sekiranya aku mendorong Olan keluar dari bus. Dengan sigap lalu lintas segera mengganyangnya. Aku membayangkan kepalanya yang pecah. Mulutnya yang sedang tak henti berceloteh itu tentu tidak mampu ngoceh lagi selama-lamanya. Olan akan menggeletak di tengah jalan, gepeng seperti dendeng. Semua orang nanti akan memusatkan perhatian, merubung seperti semut. Semua orang tentunya berpihak kepada Olan yang dianggap sebagai korban.
Selanjutnya aku tak akan pernah terganggu. Tak akan pernah lagi terpaksa tersenyum menyambut dirinya, pura-pura senang dengan guyonannya, dengan kehadirannya yang selalu tidak diundang. Selamanya. Ya, selamanya. Tanpa banyak cing-cong lagi aku segera bertindak. Kusentuh pundaknya. Seluruh berat badan dan tenagaku kutumpahkan mendorong Olan. Sial. Di luar dugaan ternyata dia begitu kukuh. Aku tidak berhasil melemparkannya keluar bus! Dia malah berhenti ngoceh dan memandangku dengan heran. Aku jadi panik.
Tapi tekadku sudah bulat. Apapun yang terjadi aku harus mendorongnya! Lagipula di tengah bus yang melaju kencang itu aku yakin benar masing-masing penumpang sibuk dengan pikirannya sendiri sambil bergelayutan atau memegang erat-erat tas serta bawaannya. Ini kesempatan emas. Maka, sebelum kedokku copot dengan cepat seluruh berat badanku kutumpahkan mendorong Olan sekuat-kuatnya! Ya, sekuat-kuatnya! Tubuh Olan mendadak terlempar keluar seiring dengan ributnya bunyi klakson dan ban mobil memekik, berdecit-decit.
***
Setelah kejadian itu aku tidak pernah bertemu lagi dengan Olan. Tentu saja dia sudah pergi selama-lamanya. Aku bersyukur. Biasanya setiap bulan Olan pasti nongol. Menyapa dan mengangguku dengan lawakan-lawakan membosankan. Pikiran tentang Olan segera kugeser urusan-urusan yang lebih penting.
Malam ini setelah menghadiri resepsi pernikahan teman sejawat di hotel aku pulang dengan istriku. ”Hati-hati, jangan sembarangan naik taksi.” pesannya. Aku mencegat taksi. Tentu saja taksi pilihan istriku. Aku segera naik, menjejal ke sudut.
”Mau ke mana Pak?”
Sopir itu menoleh ke arahku. Senyumnya hangat menyapa. Tapi, dengan segera aku terpekik ketika tahu siapa yang duduk di bangku sopir. Olan! Dia berada di depanku sambil mengenakan seragam sopir taksi! Astagfirullah, bukankah dia sudah mati? Bukankah dia sudah menemui ajalnya jatuh dari bis? Tubuhku lunglai. Sayup-sayup masih kudengar suara istriku di sebelah. Dia kebingungan melihatku mendadak pingsan.*
Rawamangun, Februari 2001.
=======
Donny Anggoro lahir di Jakarta, November 1975. Menulis puisi, cerpen, ulasan buku, penyunting sejumlah buku dan wartawan. Dia termasuk salah satu pendiri Cybersastra.net, situs sastra internet pertama di Indonesia bersama kawannya, penyair Nanang Suryadi dan Yono Wardito pada tahun 1999. Karya-karyanya dipublikasikan di beberapa jurnal, majalah, dan surat kabar seperti Hai, Pantau, Aufklarung, Aksara, Genta Budaya, Tradisi, Koran Tempo, Kompas, Lamin Sastra Balikpapan, dan Sinar Harapan. Selain sastra, tulisannya tentang komik dipublikasikan di sejumlah media massa penting seperti The Jakarta Post, Matabaca, dan Kompas. Dia juga menulis kritik film, minat lain yang disukainya di majalah film Movieland, F, situs internet Layarperak.com. dan Layarkata.com.
Pada Agustus 2002 ia diundang sebagai peserta dalam The International Society of Poet’s Convention and Symposium, Washington DC setelah puisi bahasa Inggrisnya termasuk dalam antologi Letters from The Soul yang diterbitkan The International Library of Poetry, 2002. Menjadi juri penghargaan sastra Khatulistiwa Award pada September 2002. Agustus 2005 memenangkan lomba penulisan esei Mata dan Dunia yang diselenggarakan situs budaya internet Rayakultura dan obat tetes mata Rohto dengan Sides Sudyarto DS dan Naning Pranoto sebagai jurinya. Sempat menjadi editor lepas di Tabloid SENIOR (November 2003-Maret 2004).
Naskah dramanya Halo? yang ditulis tahun 1999 diolah menjadi film pendek pada September 2004 oleh siswa SMUN9 Pekanbaru dan dipentaskan untuk acara wisuda mahasiswa KBRI Indonesia di Bangkok, Thailand, Juni 2006. Sekarang dia tinggal di Jakarta bergiat sebagai penulis, editor dan penerjemah lepas. [http://id.wikipedia.org/wiki/Donny_Anggoro]
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Rabu, 01 Desember 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar