Hasbullah Said
http://kendaripos.co.id/
DIKAMPUS tua nan merah itu, matahari pagi beranjak perlahan lamban menyelinap masuk dibalik celah pepehonan rindang.
Hembusan angin pagi terasa sejuk mengelus tubuh para mahasiswa yang sedang duduk santai diatas bangku-bangku beton di halaman depan gedung kuliah berlantai dua itu, menunggu Dosen yang akan memberikan kuliah perdana, pada pagi itu.
Nampak peci-peci mahasiswa berwarna hitam dasar merah diatasnya, tetap setia bertengger di kepala mereka yang habis dicukur plontos, pertanda bahwa mereka baru saja selesai mengikuti acara malam inugrasi pelantikan sebagai mahasiswa di lingkungan fakultasnya.
Suatu kebanggaan tersendiri dihati masing-masing seusai mengikuti perpeloncoan selama seminggu yang disebut MAPRAM *) dikenal orang sangat keras dan kejam, namun terkontrol dengan pengawasan ketat dari panitia lokal dan pusat sehingga acara MAPRAM berjalan aman dan tertib.
Masa itu, mereka lalui dengan rasa suka duka, bahkan tangis disertai deraian air mata sering terjadi bagi CAMI *) karena mendapat hukuman dari kakak seniornya sebab melakukan suatu pelanggaran tata tertib MAPRAM.
Semua itu masih membekas dihati masing-masing namun tak ada yang menaruh rasa dendam sedikitpun terhadap seniornya, kecuali telah menjadi suatu kenangan indah yang tak terlupakan bagi mereka untuk selama-lamanya. Peristiwa semacam itu sama seperti apa yang telah pernah aku alami dulu, sekalipun kejadiannya telah lama berlalu, …..
***
Perempuan bernama Nelly turun dari atas sebuah mobil mikrolet kampus, kemudian dia berjalan sambil mengepit buku catatan persiapan kuliahnya. Langkahnya perlahan-lahan menuju aula tempat kuliah perdana diadakan khusus bagi mahasiswa baru.
Dia Nelly, mengenakan gaun terusan warna pink sangat serasi dengan warna kulitnya yang putih bersih. Pagi itu, aku bersama beberapa teman mahasiswa baru lainnya masih saja duduk diatas bangku-bangku beton tengah asyik ngobrol bercanda bercerita banyak tentang pengalaman kami masing-masing selama menjalani masa MAPRAM sebagai pengisi waktu lowong sambil menunggu dosen yang akan memberi kuliah perdana bagi mahasiswa baru.
“Eh, itu Nelly si Camar Putih datang.” teriak Andhy di sampingku sambil mencolek pangkal lenganku. Hampir semua mahasiswa perhatiannya tertuju pada Nelly, ketika dia sedang berjalan diatas vaping block masuk menuju ruang kuliah.
Camar putih begitu nama samaran yang diberikan oleh kakak seniorku ketika malam pertama MAPRAM diadakan. Entah mengapa dia diberi nama samaran Camar Putih, mungkin karena dia berpenampilan menarik lagi lincah serta memiliki kulit putih bersih sehingga mengundang inspirasi bagi seniorku memberi gelar Si Camar Putih, begitu pikirku dihati.
Memang saat itu Nelly adalah primadona diantara sekian banyak CAMA-CAMI karena dia memiliki penampilan menarik, membuat banyak kakak seniorku menaruh perhatian padanya.
“Halo Nel, apa kabar ?” begitu tegurku padanya ketika dia sedang berlalu dihadapan kami.
“Halo juga, baik-baik saja.” balasnya sembari melempar senyum padaku.
“Yuk, mari kita masuk Bayu.” katanya lagi mengajakku masuk berjalan beriringan menuju ruang kuliah, setiba didalam kami pilih tempat duduk paling depan agar kuliah dapat kami terima dengan jelas. Dan akhirnya tak lama kemudian kami di susul masuk keruang kuliah oleh teman-teman mahasiswa baru lainnya karena kuliah mata pelajaran Pancasila segera dimulai.
Hari itu, kuliah berakhir dengan sangat lancar dan tertib. Mahasiswa pada berhamburan keluar ruangan bergegas hendak pulang kerumahnya masing-masing, karena hari itu kami mendapat hanya satu mata kuliah saja. Nelly disampingku kulihat sangat gelisah, dia bingung dibuatnya menerima tawaran begitu banyak dari beberapa teman-teman untuk mengantarnya pulang bersama.
“Terima kasih banyak.” begitu jawabnya perlahan sopan menolak ajakan mereka.
“Terima kasih, aku pulang nanti bersama Bayu.” ulangnya sekali lagi dengan senyum menolak secara sopan ajakan Roy.
Oke, baik !” jawab Roy salah seorang teman yang menawarkannya pulang bersama, dengan nada sinis kayak mengancam pada Nelly.
Waktu itu, pergi pulang kuliah aku mengendarai sepeda kumbang metallic warna biru pemberian ayahku sebagai hadiah untukku, karena sangat gembira melihat aku berhasil lulus dalam ujian seleksi masuk ke Perguruan Tinggi Negeri.
Ketika itu, sepeda motor masih jarang dipakai kuliah oleh mahasiswa seangkatanku, itupun kalau ada hanya satu dua orang saja mahasiswa yang memilikinya, dan yang banyak dipakai hanyalah sepeda kumbang metallic merk SIM-KING, karena waktu itu menjadi trend bagi anak-anak muda sebayaku, mengendarai sepeda bila hendak bepergian menuju tempat kuliah atau keperluan lainnya.
Bila sore hari jelang malam, ramai anak-anak muda mengendarai sepeda kumbang merk SIM-KING, bergerombol berkeliling kota utamanya disepanjang Jalan Penghibur dan sekitarnya, mengundang perhatian yang mengasyikkan bagi setiap pengguna jalan dari arah selatan hingga utara pantai itu.
Bunyi lonceng sepeda mereka terdengar berdering bising memekakkan telinga, disertai dengan berbagai macam aksesoris lampu aneka warna warni menghiasi sepeda mereka sangat indah kelihatannya dikeremangan malam membuat suasana pantai Losari semakin ramai.
Kini sepeda milikku kukayuh perlahan hendak pulang kerumah bersama Nelly diboncenganku, melaju diatas aspal dengan terpaan matahari siang yang begitu terik mengirimkan panasnya kebumi membuat peluh mengalir sangat derasnya membasahi hampir sekujur tubuhku.
“Nel, apa tidak ada orang merasa cemburu melihat kita berdua.” tanyaku memancing dia dengan suara tersengal-sengal ditenggorokanku karena kecapaian.
“Ah, peduli setan dengan orang-orang yang melihat kita berdua.” begitu jawabnya dengan nada cuek padaku. Aku diam saja tak menanggapi kata-katanya, kecuali sepedaku terus kukayuh diatas jalan aspal panas membara, terus kukayuh dan kukayuh lagi, hingga tak terasa oleh kami telah hampir tiba dipersimpangan jalan Veteran. Disitu, disudut Jalan tumbuh sebuah pohon cempaka berdaun rimbun, tempat banyak orang berteduh dibawahnya ketika musim panas tiba, untuk menghindar dari sengatan terik matahari siang. Aku ajak Nelly singgah sebentar istrahat sambil menikmati es cendol yang banyak dijual orang disekitar situ.
“Mari, kita singgah sebentar istrahat disini Nel.” kataku sambil mengajak Nelly duduk diatas bangku-bangku dibawah teduhnya pohon cempaka. Kupesan dua gelas es cendol, sekedar penawar rasa haus dan dahaga kami yang tak tertahankan.
“Yuk, mari,” kataku mempersilahkan Nelly mencicipinya.
“Terima kasih.” sahutnya senyum sembari duduk diatas bangku-bangku itu. Aku teringat pagi tadi di kampus ketika Roy mengajak Nelly pulang bareng bersamanya, nampak jelas raut wajahnya kelihatan lain dari biasanya, ketika Nelly menolaknya walaupun dengan secara sopan.
Kukenal Roy, karena dia adalah pengawal Nelly disaat MAPRAM diadakan di Fakultas kami. Diberi kepercayaan oleh panitia pelaksana untuk jemput antar Nelly selama MAPRAM berlangsung. Hal tersebut sama dengan CAMA*) lainnya, mereka diberi tugas untuk antar jemput masing-masing satu CAMI, yang disebut kawalan karena dikhawatirkan terjadi sesuatu yang tak diinginkan terhadap mereka diperjalanan bila pulang malam-malam kerumahnya masing-masing. Selama acara MAPRAM berlangsung tidak diperkenangkan bagi CAMA dan CAMI mengendarai kendaraan bermotor ke kampus kecuali naik sepeda.
“Roy itu pengawalmu khan ?” tanyaku setelah beberapa teguk es cendol meluncur masuk membasahi kerongkongannya.
“Ya, benar, ketika MAPRAM berlangsung.”
“Tadi aku perhatikan ketika kamu diajak pulang bersamanya, sepertinya dia sangat kecewa tidak menerima baik penolakanmu.”
“Ah, orangnya memang begitu, arogan.”
“Aku tak senang dengan cara seperti itu, makanya aku selalu berupaya menghindar darinya.” sambungnya lagi sambil meneguk es cendol yang masih tersisa sedikit didalam gelasnya.
“Ehem, kawalan yang tak tahu berterima kasih, dijaga, dikawal, jemput antar setiap hari dari rumah ke kampus dan sebaliknya.” kataku mendehem berpura-pura membela Roy.
“Pengawal arogan, tak loyal terhadap majikannya.” begitu kilahnya sambil menatap wajahku lekat-lekat.
“Buktinya ?”
“Ah, tak usah kita bicara panjang lebar tentang Roy, cukup aku saja yang mengetahuinya, lebih baik kita pulang saja.” pintanya padaku sambil meloncat naik keatas boncenganku. Sepeda kumbang metallic warna biru kembali melaju diatas aspal yang kian membara menelusuri jalan Veteran kemudian belok ke jalan S. S. Tanpa kami duga sebelumnya, tiba-tiba Roy datang menyusulku dari belakang, sambil berteriak memanggil-manggilku.
“Eh, berhenti bila kamu jantan.” teriaknya mencegat aku sambil berhenti menyilang parkir sepedanya tepat dihadapanku.
“Apa-apaan ini Roy ?” tegurku padanya dengan perasaan was-was.
“Berani-beraninya kamu mengantar pulang Nelly kawalanku.” balasnya emosi dengan nada tinggi. Mendengar ucapannya itu Nelly segera turun dari atas boncenganku lalu ia melangkah kedepan mendekati Roy.
“Roy, sekarang aku bukan kawalanmu lagi karena MAPRAM telah lama usai, engkau tak berhak lagi melarangku, siapa-siapa yang kuhendaki bersamaku mengantarku pulang, bahkan pergi kemana saja yang aku inginkan itu adalah hak pribadiku.” kata Nelly dengan suara yang agak tinggi sambil mengacungkan telunjuknya pada ROY. Karena merasa dipermalukan dihadapanku, maka balik Roy memaki-maki aku dengan kata-kata kasar yang sangat menyakitkan hatiku, sambil melangkah berjalan mendekatiku.
“Pengecut tak tahu diri.” begitu bentaknya padaku dengan emosi yang tak terkendalikan kemudian ia melayangkan tinjunya ke arah wajahku, dan dengan gerakan refleks Nelly loncat ketengah-tengah kami hendak meghalang-halangi Roy, namun terlanjur kepalan tinju Roy bersarang mengenai jidat Nelly membuat seketika ia jatuh tersungkur tak sadarkan diri.
Aku berupaya keras untuk memberikan perlawanan terhadapnya, namun sia-sia adanya karena dalam waktu yang sangat singkat orang pada ramai berdatangan berkerumun disekitar kami untuk melerai.
Selanjutnya aku kebingungan dibuatnya, tak tahu apa yang hendak kulakukan, sementara Nelly masih terkapar lemas tak sadarkan diri diatas jalan aspal dan darah segar terus mengucur tak henti-hentinya dari dalam mulut dan hidungnya. Segera kupanggilkan taxi lalu kelarikan ke salah satu rumah sakit terdekat agar secepatnya mendapatkan pertolongan dari dokter.
Untung saat itu, petugas kepolisian cepat tiba ditempat kejadian untuk mengusut tuntas permasalahan kami, dan akhirnya Roy digelandang oleh aparat kepolisian dengan mengendarai mobil patroli polisi meraung-raung disepanjang jalan menuju Mapolsekta untuk selanjutnya dimintai keterangan serta mempertanggung jawabkan perbuatannya yang tak terpuji dan sangat memalukan itu.
Sementara, aku masih berada di Rumah Sakit itu, menunggui Nelly yang sedang terbaring lemas di ruang UGD. Tak tega hati aku meninggalkannya sendirian dalam keadaan tak sadarkan diri. Segera kuhubungi kedua orang tuanya melalui wartel terdekat, menyampaikan bahwa Nelly kini sedang dirawat dirumah sakit akibat suatu kecelakaan, tak kujelaskan sebab kecelakaan apa sehingga dia dibawa kerumah sakit. Setelah tiba, kedua orang tuanya segera menemui aku dan Nelly diruang UGD, keduanya sangat berterima kasih padaku setelah kujelaskan dari awal hingga akhir kejadian perkara.
“Terima kasih banyak nak.” ujarnya padaku sembari menyalamiku.
“Sama-sama Pak.”
Dari atas pembaringan perlahan-lahan Nelly membuka matanya sambil menatap kedua orang tuanya yang sedang berdiri disamping tempat tidurnya, pertanda bahwa dia telah mulai siuman.
Aku sangat gembira melihat kondisi Nelly perlahan-lahan menunjukkan perkembangan yang semakin membaik.
Hari hampir malam, diluar rumah sakit itu lampu-lampu taman telah mulai menyala terang, aku beranjak berjalan perlahan mendekati Nelly dipembaringannya lalu berujar.
“Aku mohon pamit, semoga lekas sembuh.” begitu ujarku menyalami dia.
“Terima kasih banyak.” balasnya perlahan sembari menatapku senyum.
“Permisi, Assalamu Alaikum.” kataku lagi sambil berjalan keluar dari ruang UGD meninggalkan rumah sakit itu, menuju rumah tempat tinggalku dikeremangan malam nan beku.(*)
*) MAPRAM = Masa Pra Mahasiswa.
*) CAMI = Calon Mahasiswi
*) CAMA = Calon Mahasiswa
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar