Rabu, 01 Desember 2010

CAMAR PUTIH KAWALAN ROY

Hasbullah Said
http://kendaripos.co.id/

DIKAMPUS tua nan merah itu, matahari pagi beranjak perlahan lamban menyelinap masuk dibalik celah pepehonan rindang.

Hembusan angin pagi terasa sejuk mengelus tubuh para mahasiswa yang sedang duduk santai diatas bangku-bangku beton di halaman depan gedung kuliah berlantai dua itu, menunggu Dosen yang akan memberikan kuliah perdana, pada pagi itu.

Nampak peci-peci mahasiswa berwarna hitam dasar merah diatasnya, tetap setia bertengger di kepala mereka yang habis dicukur plontos, pertanda bahwa mereka baru saja selesai mengikuti acara malam inugrasi pelantikan sebagai mahasiswa di lingkungan fakultasnya.

Suatu kebanggaan tersendiri dihati masing-masing seusai mengikuti perpeloncoan selama seminggu yang disebut MAPRAM *) dikenal orang sangat keras dan kejam, namun terkontrol dengan pengawasan ketat dari panitia lokal dan pusat sehingga acara MAPRAM berjalan aman dan tertib.

Masa itu, mereka lalui dengan rasa suka duka, bahkan tangis disertai deraian air mata sering terjadi bagi CAMI *) karena mendapat hukuman dari kakak seniornya sebab melakukan suatu pelanggaran tata tertib MAPRAM.

Semua itu masih membekas dihati masing-masing namun tak ada yang menaruh rasa dendam sedikitpun terhadap seniornya, kecuali telah menjadi suatu kenangan indah yang tak terlupakan bagi mereka untuk selama-lamanya. Peristiwa semacam itu sama seperti apa yang telah pernah aku alami dulu, sekalipun kejadiannya telah lama berlalu, …..
***

Perempuan bernama Nelly turun dari atas sebuah mobil mikrolet kampus, kemudian dia berjalan sambil mengepit buku catatan persiapan kuliahnya. Langkahnya perlahan-lahan menuju aula tempat kuliah perdana diadakan khusus bagi mahasiswa baru.

Dia Nelly, mengenakan gaun terusan warna pink sangat serasi dengan warna kulitnya yang putih bersih. Pagi itu, aku bersama beberapa teman mahasiswa baru lainnya masih saja duduk diatas bangku-bangku beton tengah asyik ngobrol bercanda bercerita banyak tentang pengalaman kami masing-masing selama menjalani masa MAPRAM sebagai pengisi waktu lowong sambil menunggu dosen yang akan memberi kuliah perdana bagi mahasiswa baru.

“Eh, itu Nelly si Camar Putih datang.” teriak Andhy di sampingku sambil mencolek pangkal lenganku. Hampir semua mahasiswa perhatiannya tertuju pada Nelly, ketika dia sedang berjalan diatas vaping block masuk menuju ruang kuliah.

Camar putih begitu nama samaran yang diberikan oleh kakak seniorku ketika malam pertama MAPRAM diadakan. Entah mengapa dia diberi nama samaran Camar Putih, mungkin karena dia berpenampilan menarik lagi lincah serta memiliki kulit putih bersih sehingga mengundang inspirasi bagi seniorku memberi gelar Si Camar Putih, begitu pikirku dihati.

Memang saat itu Nelly adalah primadona diantara sekian banyak CAMA-CAMI karena dia memiliki penampilan menarik, membuat banyak kakak seniorku menaruh perhatian padanya.
“Halo Nel, apa kabar ?” begitu tegurku padanya ketika dia sedang berlalu dihadapan kami.
“Halo juga, baik-baik saja.” balasnya sembari melempar senyum padaku.

“Yuk, mari kita masuk Bayu.” katanya lagi mengajakku masuk berjalan beriringan menuju ruang kuliah, setiba didalam kami pilih tempat duduk paling depan agar kuliah dapat kami terima dengan jelas. Dan akhirnya tak lama kemudian kami di susul masuk keruang kuliah oleh teman-teman mahasiswa baru lainnya karena kuliah mata pelajaran Pancasila segera dimulai.

Hari itu, kuliah berakhir dengan sangat lancar dan tertib. Mahasiswa pada berhamburan keluar ruangan bergegas hendak pulang kerumahnya masing-masing, karena hari itu kami mendapat hanya satu mata kuliah saja. Nelly disampingku kulihat sangat gelisah, dia bingung dibuatnya menerima tawaran begitu banyak dari beberapa teman-teman untuk mengantarnya pulang bersama.

“Terima kasih banyak.” begitu jawabnya perlahan sopan menolak ajakan mereka.

“Terima kasih, aku pulang nanti bersama Bayu.” ulangnya sekali lagi dengan senyum menolak secara sopan ajakan Roy.

Oke, baik !” jawab Roy salah seorang teman yang menawarkannya pulang bersama, dengan nada sinis kayak mengancam pada Nelly.

Waktu itu, pergi pulang kuliah aku mengendarai sepeda kumbang metallic warna biru pemberian ayahku sebagai hadiah untukku, karena sangat gembira melihat aku berhasil lulus dalam ujian seleksi masuk ke Perguruan Tinggi Negeri.

Ketika itu, sepeda motor masih jarang dipakai kuliah oleh mahasiswa seangkatanku, itupun kalau ada hanya satu dua orang saja mahasiswa yang memilikinya, dan yang banyak dipakai hanyalah sepeda kumbang metallic merk SIM-KING, karena waktu itu menjadi trend bagi anak-anak muda sebayaku, mengendarai sepeda bila hendak bepergian menuju tempat kuliah atau keperluan lainnya.

Bila sore hari jelang malam, ramai anak-anak muda mengendarai sepeda kumbang merk SIM-KING, bergerombol berkeliling kota utamanya disepanjang Jalan Penghibur dan sekitarnya, mengundang perhatian yang mengasyikkan bagi setiap pengguna jalan dari arah selatan hingga utara pantai itu.

Bunyi lonceng sepeda mereka terdengar berdering bising memekakkan telinga, disertai dengan berbagai macam aksesoris lampu aneka warna warni menghiasi sepeda mereka sangat indah kelihatannya dikeremangan malam membuat suasana pantai Losari semakin ramai.

Kini sepeda milikku kukayuh perlahan hendak pulang kerumah bersama Nelly diboncenganku, melaju diatas aspal dengan terpaan matahari siang yang begitu terik mengirimkan panasnya kebumi membuat peluh mengalir sangat derasnya membasahi hampir sekujur tubuhku.

“Nel, apa tidak ada orang merasa cemburu melihat kita berdua.” tanyaku memancing dia dengan suara tersengal-sengal ditenggorokanku karena kecapaian.

“Ah, peduli setan dengan orang-orang yang melihat kita berdua.” begitu jawabnya dengan nada cuek padaku. Aku diam saja tak menanggapi kata-katanya, kecuali sepedaku terus kukayuh diatas jalan aspal panas membara, terus kukayuh dan kukayuh lagi, hingga tak terasa oleh kami telah hampir tiba dipersimpangan jalan Veteran. Disitu, disudut Jalan tumbuh sebuah pohon cempaka berdaun rimbun, tempat banyak orang berteduh dibawahnya ketika musim panas tiba, untuk menghindar dari sengatan terik matahari siang. Aku ajak Nelly singgah sebentar istrahat sambil menikmati es cendol yang banyak dijual orang disekitar situ.

“Mari, kita singgah sebentar istrahat disini Nel.” kataku sambil mengajak Nelly duduk diatas bangku-bangku dibawah teduhnya pohon cempaka. Kupesan dua gelas es cendol, sekedar penawar rasa haus dan dahaga kami yang tak tertahankan.

“Yuk, mari,” kataku mempersilahkan Nelly mencicipinya.

“Terima kasih.” sahutnya senyum sembari duduk diatas bangku-bangku itu. Aku teringat pagi tadi di kampus ketika Roy mengajak Nelly pulang bareng bersamanya, nampak jelas raut wajahnya kelihatan lain dari biasanya, ketika Nelly menolaknya walaupun dengan secara sopan.

Kukenal Roy, karena dia adalah pengawal Nelly disaat MAPRAM diadakan di Fakultas kami. Diberi kepercayaan oleh panitia pelaksana untuk jemput antar Nelly selama MAPRAM berlangsung. Hal tersebut sama dengan CAMA*) lainnya, mereka diberi tugas untuk antar jemput masing-masing satu CAMI, yang disebut kawalan karena dikhawatirkan terjadi sesuatu yang tak diinginkan terhadap mereka diperjalanan bila pulang malam-malam kerumahnya masing-masing. Selama acara MAPRAM berlangsung tidak diperkenangkan bagi CAMA dan CAMI mengendarai kendaraan bermotor ke kampus kecuali naik sepeda.

“Roy itu pengawalmu khan ?” tanyaku setelah beberapa teguk es cendol meluncur masuk membasahi kerongkongannya.

“Ya, benar, ketika MAPRAM berlangsung.”

“Tadi aku perhatikan ketika kamu diajak pulang bersamanya, sepertinya dia sangat kecewa tidak menerima baik penolakanmu.”

“Ah, orangnya memang begitu, arogan.”

“Aku tak senang dengan cara seperti itu, makanya aku selalu berupaya menghindar darinya.” sambungnya lagi sambil meneguk es cendol yang masih tersisa sedikit didalam gelasnya.

“Ehem, kawalan yang tak tahu berterima kasih, dijaga, dikawal, jemput antar setiap hari dari rumah ke kampus dan sebaliknya.” kataku mendehem berpura-pura membela Roy.

“Pengawal arogan, tak loyal terhadap majikannya.” begitu kilahnya sambil menatap wajahku lekat-lekat.

“Buktinya ?”

“Ah, tak usah kita bicara panjang lebar tentang Roy, cukup aku saja yang mengetahuinya, lebih baik kita pulang saja.” pintanya padaku sambil meloncat naik keatas boncenganku. Sepeda kumbang metallic warna biru kembali melaju diatas aspal yang kian membara menelusuri jalan Veteran kemudian belok ke jalan S. S. Tanpa kami duga sebelumnya, tiba-tiba Roy datang menyusulku dari belakang, sambil berteriak memanggil-manggilku.

“Eh, berhenti bila kamu jantan.” teriaknya mencegat aku sambil berhenti menyilang parkir sepedanya tepat dihadapanku.

“Apa-apaan ini Roy ?” tegurku padanya dengan perasaan was-was.

“Berani-beraninya kamu mengantar pulang Nelly kawalanku.” balasnya emosi dengan nada tinggi. Mendengar ucapannya itu Nelly segera turun dari atas boncenganku lalu ia melangkah kedepan mendekati Roy.

“Roy, sekarang aku bukan kawalanmu lagi karena MAPRAM telah lama usai, engkau tak berhak lagi melarangku, siapa-siapa yang kuhendaki bersamaku mengantarku pulang, bahkan pergi kemana saja yang aku inginkan itu adalah hak pribadiku.” kata Nelly dengan suara yang agak tinggi sambil mengacungkan telunjuknya pada ROY. Karena merasa dipermalukan dihadapanku, maka balik Roy memaki-maki aku dengan kata-kata kasar yang sangat menyakitkan hatiku, sambil melangkah berjalan mendekatiku.

“Pengecut tak tahu diri.” begitu bentaknya padaku dengan emosi yang tak terkendalikan kemudian ia melayangkan tinjunya ke arah wajahku, dan dengan gerakan refleks Nelly loncat ketengah-tengah kami hendak meghalang-halangi Roy, namun terlanjur kepalan tinju Roy bersarang mengenai jidat Nelly membuat seketika ia jatuh tersungkur tak sadarkan diri.

Aku berupaya keras untuk memberikan perlawanan terhadapnya, namun sia-sia adanya karena dalam waktu yang sangat singkat orang pada ramai berdatangan berkerumun disekitar kami untuk melerai.

Selanjutnya aku kebingungan dibuatnya, tak tahu apa yang hendak kulakukan, sementara Nelly masih terkapar lemas tak sadarkan diri diatas jalan aspal dan darah segar terus mengucur tak henti-hentinya dari dalam mulut dan hidungnya. Segera kupanggilkan taxi lalu kelarikan ke salah satu rumah sakit terdekat agar secepatnya mendapatkan pertolongan dari dokter.

Untung saat itu, petugas kepolisian cepat tiba ditempat kejadian untuk mengusut tuntas permasalahan kami, dan akhirnya Roy digelandang oleh aparat kepolisian dengan mengendarai mobil patroli polisi meraung-raung disepanjang jalan menuju Mapolsekta untuk selanjutnya dimintai keterangan serta mempertanggung jawabkan perbuatannya yang tak terpuji dan sangat memalukan itu.

Sementara, aku masih berada di Rumah Sakit itu, menunggui Nelly yang sedang terbaring lemas di ruang UGD. Tak tega hati aku meninggalkannya sendirian dalam keadaan tak sadarkan diri. Segera kuhubungi kedua orang tuanya melalui wartel terdekat, menyampaikan bahwa Nelly kini sedang dirawat dirumah sakit akibat suatu kecelakaan, tak kujelaskan sebab kecelakaan apa sehingga dia dibawa kerumah sakit. Setelah tiba, kedua orang tuanya segera menemui aku dan Nelly diruang UGD, keduanya sangat berterima kasih padaku setelah kujelaskan dari awal hingga akhir kejadian perkara.

“Terima kasih banyak nak.” ujarnya padaku sembari menyalamiku.

“Sama-sama Pak.”

Dari atas pembaringan perlahan-lahan Nelly membuka matanya sambil menatap kedua orang tuanya yang sedang berdiri disamping tempat tidurnya, pertanda bahwa dia telah mulai siuman.

Aku sangat gembira melihat kondisi Nelly perlahan-lahan menunjukkan perkembangan yang semakin membaik.

Hari hampir malam, diluar rumah sakit itu lampu-lampu taman telah mulai menyala terang, aku beranjak berjalan perlahan mendekati Nelly dipembaringannya lalu berujar.

“Aku mohon pamit, semoga lekas sembuh.” begitu ujarku menyalami dia.

“Terima kasih banyak.” balasnya perlahan sembari menatapku senyum.

“Permisi, Assalamu Alaikum.” kataku lagi sambil berjalan keluar dari ruang UGD meninggalkan rumah sakit itu, menuju rumah tempat tinggalku dikeremangan malam nan beku.(*)

*) MAPRAM = Masa Pra Mahasiswa.
*) CAMI = Calon Mahasiswi
*) CAMA = Calon Mahasiswa

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar