Ahid Hidayat
http://kendaripos.co.id/
DUA bulan belakangan ini adalah bulan yang penuh momen bagi masyarakat Indonesia, terkhusus masyarakat Sulawesi Tenggara. Di bulan April, selain peringatan Hari Kartini 21 April yang secara resmi setiap tahun diperingati kaum hawa seantero Nusantara, seminggu kemudian adalah hari kematian Chairil Anwar 28 April yang biasa dikenang dengan beragam kegiatan sastra. Satu hari sebelum peringatan meninggalnya Chairil Anwar, masyarakat Sulawesi Tenggara merayakan hari jadi Provinsi ini – tahun ini menginjak usia ke-44.
Kemudian kita memulai hari baru di bulan Mei dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei. Bagi masyarakat Konawe Selatan, hari besar nasional ini menjadi kian terasa kebesarannya karena tepat di hari itu, Konawe Selatan resmi berdiri sebagai sebuah kabupaten baru, lepas mandiri dari Kabupaten Konawe sebagai kabupaten induknya. Seminggu kemudian, Kota Kendari merayakan hari jadinya yang ke-176. Tanggal 20 Mei tahun ini tepat pula 100 tahun kebangkitan nasional dan sehari kemudian, jika detik mundurnya Soeharto dianggap sebagai tonggak reformasi, maka tanggal 21 Mei tahun ini reformasi genap sepuluh tahun.
Sejumlah momen itu sejatinya membawa kita kepada momen-momen permenungan tentang berbagai hal-ihwal kehidupan pada umumnya, serta hal-hal yang secara langsung berkaitan dengan momen itu pada khususnya. Pada momen peringatan Hari Kartini, kita bisa bertanya, misalnya, “Seberapa majukah perempuan bangsa kita, setelah Kartini memperjuangkannya lebih dari seratus tahun lalu?” Dalam konteks kelokalan, kita bisa membatasi cakupan pertanyaan tadi dengan mengajukan pertanyaan, “Seberapa majukah perempuan Sulawesi Tenggara saat ini?” Pada momen mengenang Chairil Anwar, pertanyaan yang muncul adalah, seberapa majukah dunia sastra Sulawesi Tenggara?
Demikian pula pada momen-momen lainnya. Setelah 44 tahun berdiri sebagai sebuah provinsi, sudahkah masyarakat Sulawesi Tenggara menjadi masyarakat sejahtera? Setelah 176 tahun berdiri, prestasi apakah yang patut dibanggakan oleh masyarakat Kota Kendari? Setelah 100 tahun lalu para pemuda bangsa kita berbuat untuk bangsa, kini kita sepatutnya merenungi tentang apa yang sudah dan harus kita lakukan dalam memelihara sebuah bangsa besar agar senantiasa “bangun(lah) jiwanya, bangun(lah) badannya” sebagaimana lirik lagu kebangsaan kita yang selalu dikumandangkan pada setiap upacara.
Membangun Jiwa Bangsa
Seni-budaya dapat dikatakan sebagai jiwa sebuah bangsa. Bangsa-bangsa yang kemudian kita kenal sebagai bangsa besar adalah bangsa-bangsa yang “besar” pula seni-budayanya. Kita sampai sekarang masih bisa mengenang kebesaran bangsa Yunani, sekadar satu contoh saja, karena bangsa itu memang menunjukkan jejak-jejak seni-budaya yang mengagumkan. Dari sanalah, antara lain, pemikiran filsafat dan seni budaya berkembang, termasuk pula olahraga.
Dalam konteks membangun jiwa bangsa inilah, maka sejumlah momen yang disebut di awal tulisan ini semestinya tidak berhenti sebagai sekadar upacara seremonial belaka. Diperlukan kesadaran dan kerja sungguh-sungguh dan tanpa pamrih dari berbagai elemen masyarakat, baik pemerintah, kalangan legislatif, para seniman, jajaran pers, serta masyarakat luas untuk bersama-sama memajukan seni-budaya di Sulawesi Tenggara.
Ada banyak alasan mengapa kita di Sulawesi Tenggara, lebih-lebih di Kendari sebagai ibukota provinsi ini, pada momen besar 100 tahun kebangkitan nasional dan momen-momen lainnya yang tak kurang besar pula, mesti bersama-sama secara nyata memberikan perhatian besar kepada pembangunan jiwa bangsa yakni seni-budaya. Alasan paling utama adalah, seni-budaya masih diposisikan sebagai “anak tiri”, kalau bukan “anak haram” pembangunan.
Faktanya, kita akui, dalam sepuluh tahun terakhir ini, pembangunan fisik Kota Kendari, sebagai wajah Sulawesi Tenggara, menunjukkan kemajuan amat pesat. Jalan-jalan membentang, menggelindingkan roda perekonomian warga. Pusat-pusat perdagangan dan ruko-ruko menjamur di sepanjang jalan kota ini. Kafe-kafe dan panti-panti pijat menawarkan hiburan di berbagai tempat. Stadion dan lapangan berbagai cabang olahraga juga sudah ada dengan fasilitas yang cukup lengkap pula. Namun, hingga saat ini provinsi yang terdiri atas beragam kelompok etnik yang memiliki khazanah budaya yang kaya ini belum juga memiliki gedung kesenian yang dengan jadwal tetap menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk menyalurkan kreativitas seni-budaya! Kesenian dan acara-acara budaya, walau dari satu sisi yaa… patut juga disyukuri, masih dilaksanakan sebatas “dalam rangka”.
Ini jauh berbeda dengan program pembinaan dan pengembangan bidang olahraga. Perhatian pemerintah terhadap bidang yang satu ini bukan main seriusnya, dengan dukunan dana yang tidak main-main pula. Lihatlah bagaimana penyelenggaraan Porda terakhir yang berlangsung di ibukota Kabupaten Muna itu. Berapa besar digelontorkan untuk membangun sejumlah fasilitas olahraga itu? Pasti bukan jumlah yang sedikit. Belum lagi Pekan Olahraga Nasional, dan lain-lain.
Perhatian besar terhadap olahraga tentu tidak lepas dari bagusnya manajemen organisasi dan pengelolaan kegiatan olahraga oleh induk-induk organisasi setiap cabang olahraga. Namun, kenyataan bahwa bidang seni-budaya belum mendapat perhatian sebesar perhatian pemerintah terhadap olahraga ini menyisakan sebuah ironi, karena baik di tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota, setidaknya ada satu badan atau dinas yang secara struktural mempunyai tugas dan kewajiban menyelenggarakan program pembinaan dan pengembangan seni-budaya.
Kalangan penggiat dan para birokrat di bidang seni-budaya, karena itu, semestinya mau becermin pada manajemen pembinaan olahraga yang cukup bagus itu. Komitmen pada kerja serta kerja sama menjadi kata kunci yang membuat olahraga dapat merebut perhatian berbagai pihak. Olahraga dikelola demi dan semata-mata demi kemajuan olahraga, bukan demi kepentingan yang lain-lain. Komitmen itulah yang membuat kalangan olahragawan bisa membuka diri bagi siapa pun yang punya niat dan kepedulian untuk memajukan olahraga. Sportivitas, sebuah prinsip dalam olah raga, dipegang teguh para pengelola program bidang keolahragaan. Sebagai contoh, siapa pun yang memimpin Koni tidak menjadi soal, sebab kalangan olahragawan percaya bahwa orang itu (akan) punya komitmen memajukan olah raga – sebuah hal yang kadang menjadi persoalan dalam dunia kesenian. Penataan ulang Dewan Kesenian Sulawesi Tenggara, yang di masa pemerintahan Ali Mazi agak kurang terdengar kiprahnya, sudah semestinya dilakukan.
Kreativitas Perlu Dukungan
Pada rubrik ini awal Februari lalu, penyair Syaifuddin Gani menulis “dunia mengakui bahwa Sulawesi Tenggara memiliki khazanah besar (sastra khususnya dan seni-budaya umumnya, yang) bernilai lokal dan universal”. Gani mencontohkan, betapa kesusastraan Buton, sastra lisan Tolaki, Muna, dan Moronene (sekadar menyebut beberapa nama) adalah aset besar seni-budaya Sulawesi Tenggara. Mengapa masyarakat dari berbagai kelompok etnik di masa lalu mampu melahirkan kreativitas tinggi di dunia seni-budaya? Tentu, antara lain, karena aktivitas seni-budaya mendapat perhatian besar baik dari masyarakat maupun pemerintah. Bagaimana tradisi pernaskahan Buton tidak maju kalau salah seorang sultannya adalah pujangga yang melahirkan ribuan larik kabhanti.
Membangun kesejahteraan masyarakat, yang menjadi program Gubernur Sulawesi Tenggara dalam lima tahun ke depan, tentunya tidak akan lengkap terwujud jika pembangunan kreativitas seni-budaya masyarakat tidak tercakup di dalamnya. Karena itu, bila selama ini Gubernur (yang menduduki kursi ketua Koni Provinsi telah banyak memberikan perhatian terhadap dunia olahraga di daerah ini sehingga bidang itu mampu membawa nama harum Sulawesi Tenggara di tingkat nasional (bahkan internasional), maka sudah saatnya Gubernur pun memberikan perhatian yang sama terhadap pengembangan kreativitas seni budaya Sulawesi Tenggara.
Tentang kreativitas seni-budaya Sulawesi Tenggara, tak perlu lagi dikatakan bahwa potensi di bidang ini amat menjanjikan. Tanpa perhatian yang selayaknya saja, masyarakat seni-budaya di Sulawesi Tenggara telah mampu bicara pada daerah lain bahwa seni-budaya di Sulawesi Tenggara tidak terlalu ketinggalan dari daerah lain. Beberapa buku karya penyair, cerpenis dan novelis Sulawesi Tenggara telah terbit, baik dalam jumlah terbatas seperti antologi puisi Syaifuddin Gani maupun dalam tiras besar seperti novel Krisni Dinamita dan dua kumpulan cerpen Muhammad Syahrial Ashaf. Teater Anawula Menggaa pernah diundang ke acara Hari Anak Nasional dan menjuarai Festival Teater Pelajar tingkat Nasional di Semarang. Beberapa grup musik muncul dan segera menarik perhatian khalayak.
Kreativitas masyarakat di bidang seni-budaya itu membutuhkan perhatian dan dukungan kita secara sungguh-sungguh. Tentu tidak perlu dikemukakan lagi bagaimana bentuk perhatian dan dukungan yang sungguh-sungguh itu. Sekadar contoh, lihatlah bagaimana pemerintah (pusat) menyelenggarakan acara peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional di Gelora Bung Karno yang memberikan kepercayaan untuk menampilkan kreativitas seni (tari, musik, dll.) kepada para seniman Indonesia sendiri! Sementara itu, dua tahun lalu, agar pembukaan MTQ di Sulawesi Tenggara tampil gemerlap, pemerintah provinsi ini tampaknya belum percaya sepenuhnya kepada seniman-seniman di daerah ini, dengan mendatangkan koreografer dari pusat (Jakarta) sana!
Perhatian dan dukungan serius pemda bisa mengantarkan sebuah rombongan pantun dari daerah ini meraih prestasi gemilang. Seperti ditulis Syaifuddin Gani, “Dunia tercengang ketika utusan Sulawesi Tenggara yang diwakili Kabupaten Wakatobi memainkan kabhanti dilengkapi instrumen gambus di Gedung Kesenian Jakarta, tahun silam. Penonton terpesona ketika mendengar puisi kabhanti dilantunkan yang memiliki kekuatan estetik dan puitik yang agung”. Bukan tidak mungkin pada suatu acara nasional di Jakarta, ikon Sulawesi bukan lagi diwakili oleh lagu “Angin Mamiri” atau poco-poco, tetapi oleh nyanyian dari sini dan tarian Lulo misalnya. Bila kita bersungguh-sungguh memajukan seni budaya kita, tentunya.
Saya sendiri memimpikan bahwa pada ulang tahun kesekian, Provinsi Sulawesi Tenggara atau Kota Kendari memiliki gedung kesenian yang ramai dengan berbagai pertunjukan dan diskusi seni, ada galeri lukisan yang menjadi pusat pertumbuhan seni rupa, terbitnya karya-karya sastra dan budaya yang setara dengan karya dari daerah lain, serta para pejabat dan masyarakat terdidik yang melek seni-budaya. Jejak langkah progresif Gubernur Ali Sadikin dalam membangun prasarana dan mengembangkan kehidupan seni budaya di Jakarta pada tahun 1960-an sungguh layak ditiru. Bukankah dulu di masa pemerintahan masih terpusat, salah satu alasan daerah-daerah meminta otonomi adalah, “agar kebudayaan daerah mendapat perhatian lebih layak”?
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar