Selasa, 16 November 2010

Template Afrizal Malna

Ribut Wijoto
Radar Surabaya (7/11/2010)

Dalam beberapa hal, saya adalah penggemar Afrizal Malna. Ketika suatu kali Afrizal bilang bahwa banyak penyair sekarang sebenarnya tidak punya alasan untuk menulis puisi, sungguh, saya terpesona.

Apakah pernyataan itu dilontarkan setelah melalui riset yang panjang, pertimbangan mendalam, atau sekadar ceplosan, saya tidak tahu pasti. Yang pasti, dalam beberapa hari bahkan bulan, pernyataan itu terus terngiang dalam benak saya. Dia seakan merasuk inheren pada otak saya, istilah Jawanya, saya terus kepikiran. Beruntung bagi saya, pernyataan Afrizal tidak sampai membetot mimpi saya. Mimpi saya tetap terisi persoalan-persoalan rumah tangga. Semisal percintaan saya dengan istri saya yang tidak pernah jenuh kami lakukan. Pernyataan Afrizal hanya berkelindan dalam pikiran ketika saya sepenuhnya sadar.

Pernah suatu kali saya iseng menanyakan kepada Afrizal, apakah puisi-puisi yang termuat di media itu bisa dijadikan standar kualitas puisi di Indonesia. Dia menjawab dengan nada datar, “Ribut.., para redaktur itu banyak yang tidak paham puisi”. Waduh! Jawaban apa pula ini. Untung yang ngomong Afrizal Malna, tokoh idola saya. Coba kalau yang ngomong orang lain, saya tentu mendebatnya habis-habisan. Atau setidaknya, saya akan langsung menganggapnya sedang pilek pengetahuan. Tapi ini Afrizal, tokoh idola saya. Engkau tahu, setiap omongan idola adalah spirit menjalani kehidupan. Semisal engkau mengidolakan Amin Rais. Maka setiap omongannya tentang politik, engkau tentu menghargainya, menghormatinya. Nah, ini Afrizal Malna, seorang penyair dan dia berbicara tentang kepenyairan, tidak bisa tidak, saya menghormatinya.

Afrizal, dia telah mendedahkan 2 soal gawat bagi keinginan saya membaca karya puisi-puisi saat ini. Bagaimana tidak, penyairnya dinilai tidak punya alasan menulis puisi sedangkan redakturnya dianggap tidak paham puisi. Klop. Itu artinya, puisi-puisi yang dimuat media massa saat ini adalah sampah. Diam-diam saya berdoa, semoga penilaian ini salah.

Lantas saya berusaha mengabaikan statemen Afrizal. Saya tetap tanpa jemu mengikuti satu dua puisi di media massa. Membacanya. Kadang menyimaknya. Kadang memasuki lanturan imajinasinya. Kadang menyisir asonansinya, rima-ritmenya, pilihan diksinya yang mencengangkan, literasinya, juga tipografinya yang kadang sopan kadang norak. Saya menikmatinya. Bersanding dengan semburan berita, feature, iklan, dan foto lepas; keberadaan puisi tetap menyuguhkan dunia lain. Pada puisi, semua peristiwa penting bisa bertemu dengan peristiwa sepele. Berpadu pula dengan peristiwa seronok. Dan, ini yang paling istimewa, puisi-puisi itu mengajak saya untuk berkontemplasi. Bukankah ini asyik? Sangat berbeda dengan membaca berita. Apalagi baca iklan. Wekss!!

Tetapi begitulah, keasyikan saya membaca puisi tidak sepenuhnya menyebar di seluruh tubuh. Ada beberapa bagian tubuh saya menolak untuk menikmati puisi Indonesia saat ini. Semakin ganjalan itu saya tekan, semakin dia menolak untuk menyingkir. Dia membantah, mengajak beradu argumen, dan saya tidak menanggapinya. Saya hanya memberi saran pada sebagian tubuh saya; pikiran kamu itu tidak bersih, kamu telah dipengaruhi Afrizal Malna, istigfarlah, memohon ampun pada Allah SWT, kembalilah pada jalan yang benar, abaikan orang yang telah memprovokasi kamu, jernihlah memandang fenomena-fenomena baru, jangan terlalu percaya pada status quo. Bukannya menurut, bagian tubuh saya yang menolak puisi Indonesia semakin beringas, dia secara terang-terangan menantang saya. Sekali lagi, saya tetap tidak peduli dengan tantangannya. Saya anggap dia sedang caper (cari-cari perhatian). Maka, saya memilih untuk pamit pergi. Pura-pura sedang ada janji dengan teman.

Saya menuju warung. Memesan kopi dan mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celana. Sembari mengepulkan asal, saya bergumam, ah, hidup memang layak untuk dibuat gembira.

Sebagai penggemar Afrizal, saya merasa mengenal baik puisi-puisi Afrizal. Saya merasa sepenuhnya tahu, puisi Afrizal adalah reproduksi tradisi perpuisian yang sebelumnya pernah ada. Afrizal memahami teknik puisi mulai dari zaman Indonesia masih dijajah Belanda hingga puluhan tahun setelah Indonesia merdeka. Kesemuanya turut membentuk karakter puisi Afrizal. Secara sadar dia mengadopsi dan mengolah kembali sehingga membentuk pola puitik tersendiri. Dari situ, saya bisa katakan, Afrizal telah berkontribusi terhadap tradisi kepenyairan (baca: kesusastraan) di tanah air. Dia tidak sekadar mengekor. Lebih dari itu, dia mencipta ulang.

Mengekor dan mencipta ulang tentu saja berbeda jauh. Tradisi puisi menyediakan pola puitik seperti template website. Pada blog wordpress misalnya, pengguna telah disediakan beragam macam template. Tinggal memilihnya. Usai memilih, pengguna cukup memasukkan tulisan atau foto. Jadilah blog baru. Kegiatan ini yang saya sebut mengekor. Kalau mencipta ulang, pengguna bakal membuat template tersendiri. Setelah jadi, dia baru memasukkan tulisan dan foto.

Begitu pula dengan kepenyairan. Tradisi puisi itu semacam template. Seseorang bisa memasukkan kalimat atau kisah di dalamnya. Lahirlah puisi baru. Semisal template sajak perenungannya Subagio Sastrowardoyo, template sajak lirisnya Sapardi, template sajak mantra Sutardji Calzoum Bachri, atau template pantun. Banyak sekali template puisi yang disediakan tradisi puisi Indonesia.

Nah, Afrizal mempelajari template-template itu untuk menciptakan template baru. Inilah yang saya sebut sebagai penciptaan ulang.

Tidak cukup mencipta template, Afrizal juga membelakkan mata terhadap realitas keseharian sekaligus mendialogkannya dengan ilmu pengetahuan terkini. Dia lahir dan besar di ibukota, Jakarta. Kesehariannya sangat keras. Bayangkan saja, jumlah kantor terbanyak se Indonesia, ada di Jakarta. Supermarket terbanyak di Jakarta. Mobil dan televisi terbanyak ada di Jakarta. Dan di situlah, Afrizal hidup. Imbasnya, ketika menulis puisi, Afrizal tidak bersikukuh membicarakan daun dan laut. Gunung dan sawah. Afrizal menulis tentang deru kereta, barang-barang mewah, coca cola, pemerintahan yang sibuk, keterasingannya terhadap lintasan waktu, identitas-identitas liar di sekujur tubuhnya. Afrizal menulis karena segala peristiwa telah melebihi dirinya. Beri aku waktu, beri aku waktu, untuk berkuasa, tulis Afrizal. Dia bisa sampai pada perspektif itu karena dituntun oleh pemikiran postmodern. Sejak tahun 1970-an dan memuncak pada akhir 1980-an, Indonesia memang sedang mabuk posmodernisme. Tidak terkecuali Afrizal. Maka, Afrizal pun mempertanyakan tubuh, mempertanyakan bahasa, memecah indentitas, menghirup simulakra, merayakan global village. Rosa membesar jadi sebuah dunia seperti Rosa mengecil jadi dirimu, tulis Afrizal pada puisi yang lain. Begitulah, Afrizal menulis puisi dengan mata terbelalak. Tradisi puisi ditangkap sekaligus persoalan kekinian disadap.

Saya tidak tahu pasti, apakah proses itu yang disebut Afrizal sebagai alasan menulis puisi. Apakah proses itu pula yang dianggap Afrizal tidak dipahami para redaktur. Sekali lagi, sungguh, saya tidak tahu pasti. Yang pasti saya tahu, penyair kerapkali berbohong dalam berbicara. Kejujuran penyair hanya ada pada puisi.

________________ Studio Teater Gapus, 2010

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar