Selasa, 16 November 2010

Kampung Halaman yang tak Kunjung Terumuskan

Raudal Tanjung Banua
http://www.kr.co.id/

DISADARI atau tidak, kampung-halaman telah menjadi ikon tersendiri dalam jagad sastra Indonesia. Tidak hanya sebatas ungkapan ekspresi sebuah karya, namun masuk lebih jauh lagi ke dalam wacana dan gerakan sastra kita, dari dulu hingga sekarang. Dulu misalnya, ada gerakan sastra kembali ke akar yang mengidealkan keragaman karya sastra lewat muatan atau warna lokal. Akar dan lokal, secara simbolik dan geografik merujuk kampung-halaman.

Ada pula diskusi panjang menyangkut sastra di antara bahasa nasional dan bahasa ibu, yang menghasilkan tesis “penyair sebagai Si Malin Kundang” (Goenawan Mohamad) dan “penyair sebagai manusia perbatasan” (Subagio Sastrowardoyo). Lalu, ada Gerakan Revitalisasi Sastra Pedalaman (RSP) yang memaknai ke-pedalaman-nya dari konteks kampung-halaman (daerah). Ada pula sastra eksil yang menjembatani “tanah buangan” dan “tanah asal”.

Yang menarik, dari sekian banyak diskusi, gerakan dan fenomena yang berbau kampung-halaman dalam sastra Indonesia, ternyata belum ada rumusan yang memuaskan tentang itu. GM misalnya, memang mencoba merumuskan kampung-halaman dari suatu asumsi lingual, yakni perihal penyair dengan bahasa ibu non-Melayu (khususnya Jawa) yang mesti “berkelahi” terus-menerus dengan bahasa Indonesia.

Asumsi ini ternyata gagal merumuskan duduk soal, terutama terlihat dekade terakhir ini, bagaimana penyair yang bahasa ibunya dekat dengan rumpun Melayu pun, mengalami kegagapan artikulasi tersendiri dalam mencapai orgasme estetik dan puitik. Ini tentu wajar, sama wajarnya dengan kegagapan artikulasi penyair yang berbahasa ibu lainnya. Karena yang disebut “lingua-franca” itu sesungguhnya tidaklah sepenuhnya merujuk sebagai “murni” bahasa Melayu. Ingatlah pengertian lingua-franca yang berarti bahasa ucap (tak) resmi di sepanjang Nusantara; yang saling lepas dan menyerap, saling lepas dan tangkap, dengan bahasa lainnya di sepanjang kepulauan lalu-lintas dunia ini.

Maka, yang paling konkret untuk melihat kenyataan ini adalah dari karya-karya sastra kita sendiri, sebagaimana Subagio Sastrowardoyo melakukannya dalam tesis “penyair Indonesia sebagai manusia perbatasan” yang relatif memuaskan. Upaya semacam ini jauh dari kepentingan “politis” dan “ideologis” dalam pengertian praktis, sebab tidak mempersoalkan bahasa dan ekspresi puitik dalam hubungan “bangsa dan negara” akan tetapi sebagai teks kreatif seorang kreator. Dalam konteks inilah menarik melihat puisi Marhalim Zaini, khususnya yang terangkum dalam antologi tunggalnya Segantang Bintang, Sepasang Bulan (Yayasan Pusaka Riau, 2003).

Berisi 73 sajak, SBSB merepresentasikan kampung-halaman dari kefasihannya bertutur-kata, membangun rima yang melodius, dan dengan itu “aroma tanah Melayu Riau” — tanah asal penyair– terhadirkan. Selain itu, berbagai kosa-kata bahasa Melayu-lama yang dihimpun dan dihidupkan kembali, menjadi representasi kampung-halaman seperti kayu api-api, terubuk, jembalang, mempelam, persik dan lain-lain. Sehingga menjadi “Roh waktu yang bangkit dari kuburan pulau-pulau” — meminjam selarik puisi Marhalim dalam “Igau Pulau Riau”. Hanya, di luar itu, Marhalim masih perlu secara harfiah menyebut nama-nama tempat tertentu di Riau seperti Batam atau Bengkalis, yang untunglah pukauannya tak kalah mengena: “//Selat Malaka memandangku serupa hantu/setelah dua belas tahun dendam malam/yang terbenam dalam kuburan kenangan//”

Sejumlah kosa-kata Melayu-Riau itu, masuk cukup leluasa ke dalam sajak Marhalim, sebagaimana lazimnya sajak-sajak yang bernafaskan kampung-halaman. Akan tetapi, berbeda dengan penyair asal Riau lainnya, bahkan mungkin dengan penyair daerah lain, kosa-kota itu tidak mengganggu pemaknaan (dari kepala yang beragam), sebab mampu menyatu dengan keseluruhan sajak. Simak misalnya kalimat: telingkah angin menampar-agar sebati seluruh ombak-Sakai yang disesai atau meningkahi kompang waktu. Bandingkanlah dengan sajak Taufik Ikram Jamil, misalnya dalam buku Tersebab Haku Melayu yang memang hanya dimengerti publik Melayu. Ini membuktikan makna “lingua-franca” yang sebenarnya — yang selama ini justru disalah-persepsi. Beruntunglah, sajak terbaru Taufik mulai mengadakan tawar-menawar dengan kenyataan itu.

Upaya Marhalim menghadirkan (atau merumuskan) kampung-halaman secara estetik dalam teks sajaknya, seperti membuat rujukan tempat, memasukkan kosa-kata bahasa ibu atau membangun irama, sebenarnya baru dapat disebut sebagai upaya “taktis”. Untuk masuk ke upaya “strategis”, saya kira ia harus melakukan lompatan yang lebih jauh lagi seperti menggandakan makna, membangun daya ungkap baru, di luar kemapanan berbahasa. Kita tahu, keterampilan berbahasa di kalangan penyair terkini sebenarnya tidak perlu dicemaskan benar, sebagaimana tampak pada Marhalim, akan tetapi sejauh mana hal tersebut tidak bersifat perayaan, inilah yang agak mencemaskan. Kemampuan berbahasa lebih menekankan kelincahan, bukan pada lain tingkatan semisal eksplorasi dan pemaknaan — itulah yang terjadi. Padahal, kita pun tahu, kemampuan berbahasa hanyalah syarat teknis kepenyairan!

Meski pada sejumlah sajak, Marhalim berhasil masuk pada tingkatan “strategis”, namun pada lebih banyak sajak lainnya ia masih terperangkap persoalan “taktis” dan “teknis”. Ini terlihat dari tak tertahannya hasrat untuk merengkuh sebanyak-banyaknya ungkapan, nama dan istilah (juga silsilah) “daerah” ke dalam sajak. Akibatnya ialah, bangunan sajak menjadi rapuh (kalau tidak runtuh), atau cenderung menjadi sketsa. Sebaliknya, bisa pula sangat sesak, sukar meninggalkan jejak kesan yang mendalam. Di sinilah perlu kembali ditimbang: kampung-halaman, sumber berkah atau sumber kutukan? Kalau tidak, kampung-halaman sebagai konsepsi estetis, sebagai solilokui penyair, tak akan kunjung terumuskan.

Ada baiknya kita sedikit berbanding dengan muatan kampung-halaman D Zawawi Imron, terutama pada sajak-sajak awalnya yang begitu intens menggumuli alam Madura. Realitas alam Madura diolah secara simbolik, sehingga maknanya lebih luas dan universal. Rantau dan pelayaran misalnya, tidak hanya bermakna harfiah, namun memiliki dimensi spiritual. Begitu pula daun siwalan, clurit, sapi karapan, pondok garam dan perahu cadik membentuk dimensi makna yang lebih luas, berdimensi dan kaya-raya. Bahasa ungkap yang sederhana simetris dengan kesederhanaan kampung-halamannya. Dan yang paling menarik adalah terciptanya sajak-sajak yang surealis di tengah realitas alam sehari-hari, sebagai antipoda terhadap kemapanan yang ada.

Ini sebuah tantangan menarik buat Marhalim. Sebab bukankah ungkapan “Segantang Bintang, Sepasang Bulan” setara dengan “Bantalku Ombak, Selimutku Angin” atau “Bulan Tertusuk Lalang”, juga “Berlayar di Pamor Badik” — yang menyiratkan kekayaan simbolik kampung-halaman?

Raudal Tanjung Banua, penikmat sastra, tinggal di Sewon, Bantul.

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar