Binhad Nurrohmat
http://www.sinarharapan.co.id/
Bila ada seorang sastrawan Indonesia secara eksplisit menampakkan sikap kekecewaan lewat cara berburuk sangka atau marah-marah gara-gara karya sastranya tak masuk sebuah antologi sastra sebenarnya itu kecenderungan lama yang sudah berulang kali terjadi dan menjangkiti nyaris setiap antologi sastra kita. Kekecewaan semacam itu cenderung juga akan memancing tanggapan ”baik-baik maupun emosional.”
Penyusun antologi sastra dan sastrawan biasanya sama-sama saling bersikukuh dengan sikap dan pendapat masing-masing. Penyusun antologi sastra tak mau mengalah begitu saja, sedangkan sastrawan sulit bersikap bijaksana menghadapi kenyataan karyanya tak masuk antologi sastra. Urusan terus bersambung dan melebar.
Kecenderungan itu biasanya menyimpan endapan kepentingan pribadi yang menonjol, lebih mengandalkan dukungan argumentasi retoris ketimbang argumentasi analitis dan bahkan acap berlanjut terkesan naïf kekanakan ”meremehkan” antologi sastra. Intinya, kekecewaan itu lebih banyak yang tak mengerti latar ihwal dan telah khilaf memahami paradigma antologi sastra yang sebenarnya: pemetaan ”capaian-capaian puncak mainstream sastra” pada masa tertentu berdasarkan capaian estetik maupun tematik, sesuai ketetapan kriteria yang telah dipilih penyusunnya.
Sekadar contoh, sebuah antologi puisi memasukkan puisi Taufik Ismail dan WS Rendra dan tak memasukkan puisi Si Polan yang konon banyak menulis puisi cinta yang bertahun-tahun hanya mengeram di laci meja tulisnya, juga tanpa puisi Sitok Srengenge maupun puisi Jamal D Rahman. Antologi puisi ini ”sah” dan memenuhi kategori antologi puisi yang baik bila pilihan kriterianya, misal, berdasarkan capaian puncak mainstream puisi tema protes atau kritik sosial pasca-kemerdekaan Indonesia sampai sebelum rezim Soeharto lengser.
Konsekuensi praksis yang tak bisa dihindari dari paradigma antologi sastra adalah tak semua nama sastrawan dan karyanya bisa masuk antologi sastra. Antologi sastra memetakan prestasi puncak dan bukan koleksi selengkapnya nama sastrawan dan karyanya. Penyair tahun 40-an bukan hanya Chairil Anwar. Novelis tahun 30-an bukan hanya Armijn Pane. Penyair tahun 70-an bukan hanya Sutardji Calzoum Bachri. Tapi, Chairil adalah pencapai puncak mainstream estetik maupun tematik puisi yang ”mewakili” para penyair lain semasanya. Demikian halnya Armijn Pane dan Sutardji yang menjadi ”wakil” masanya masing-masing.
Kerja penyusun antologi sastra tak bisa dianalogikan sebagai kerja tukang sensus yang wajib mencatat nama-nama sastrawan dan karyanya selengkap-lengkapnya. Antologi sastra yang baik bukan kumpulan dokumentasi nama sastrawan dan karyanya selengkap-lengkapnya. Sebuah antologi sastra yang baik selain harus memiliki paradigma juga harus menetapkan seperangkat kriterianya sendiri yang setepat dan serepresentatif mungkin dan diterapkan oleh penyusun antologi sastra secara ketat dan akurat. Kriteria antologi sastra bisa sangat beragam sesuai ketetapan penyusun meskipun paradigmanya tak berbeda.
***
Publik sastra kita masih bisa mengenang dengan baik polemik antologi puisi Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ, 1996) dan Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (Korrie Layun Rampan, 2000). Antologi-antologi yang lain sejenis ini juga tak bisa mutlak mengelak dari cecaran ekspresi kekecewaan yang datang ”hanya” dari komunitas sastrawan sendiri. Banyak penyusun antologi sastra terpaksa mengalami semacam paranoid: tegang duluan sebelum menerbitkan antologi sastra sebab telah menduga bakal muncul kekecewaan beberapa sastrawan. Kitab Horison Sastra Indonesia (Horison, 2002) pun terpaksa harus menghadapi hal demikian.
Mengapa nyaris selalu ada sastrawan yang eksplisit menampakkan sikap kecewanya tiap kali terbit antologi sastra dan acap melantur-lanturkannya kemudian membesar dan meruncing menjadi polemik hiruk-pikuk? Sastrawan kita mungkin mengidap pemahaman bahwa nama sastrawan dan karyanya yang masuk antologi sastra adalah wujud pengakuan yang signifikan dunia sastra terhadap kesastrawanan dan karyanya, sehingga ketika karya seorang sastrawan tak masuk sebuah antologi sastra akan menilai eksistensi kesastrawanannya tak diakui dunia sastra. Sastrawan merasa disikapi tak adil oleh dunia sastra bila karyanya tak masuk antologi sastra dan eksistensi kesastrawanannya terusik.
Latar psikologis ini akan memeram banyak potensi kekecewaan yang tak mudah untuk dipahamkan dan bisa lega menerima kenyataan. Barangkali juga latar persoalan bukan hanya kekecewaan atau ”keterusikan eksistensial” itu, kepentingan tertentu maupun aspirasi sejarah juga bisa potensial menjadi latar lain pemicunya.
Sikap pro-kontra yang menyertai polemik antologi sastra acap menciptakan front-front yang saling bersitegang pendapat dan menyulut perbalahan yang tak singkat dengan melibatkan banyak pihak. Toh buku antologi sastra masih terus diterbitkan meski ancaman polemik tampak tak kunjung padam juga dan (seperti biasanya) selalu tanpa melahirkan solusi mencerahkan atau pengertian yang bijak. Seolah-olah polemik seputar antologi sastra selama ini hanya menciptakan arena ”konflik wacana” yang sebenarnya banyak memubazirkan energi pikiran dan waktu banyak penulis maupun pembacanya dan jelas miskin manfaat.
Kita tak asing dengan antologi artikel sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, psikologi maupun demokrasi. Antologi-antologi artikel non-sastra ini nyaris tak memunculkan kekecewaan yang eksplisit dari para penulis yang artikelnya tak masuk di dalamnya. Antologi sejenis ini banyak sekali diterbitkan dan mendapat sambutan positif publik ditandai oleh antusiasme apresiasi dan diserap pasar pembaca. Alat ukur sambutan positif itu bisa berupa resensi yang semarak di media massa maupun diskusi dan banyak antologi sejenis ini yang mengalami cetak ulang secara signifikan.
Barangkali ”keikhlasan menulis” seorang penulis artikel politik membuat penulis tak perlu harus ”kebakaran jenggot” ketika karyanya tak masuk sebuah antologi artikel politik. Penulis artikel politik itu bekerja bukan untuk menjadi ”hero” melainkan ekspresi aspirasi pribadinya pada dunia politik. Sikap dewasa demikian tampak tak dimiliki beberapa sastrawan kita.
Mengapa antologi sastra sering disikapi dan bernasib buruk tak sebagaimana antologi tulisan non-sastra? Selain disebabkan sinyalemen ”keikhlasan” yang meragukan itu, juga piciknya rasa ”tahu diri” beberapa sastrawan terhadap posisi kesastrawanan dan karyanya dalam peta capaian-capaian mainstream estetika sastra di masanya. Dua hal ini membuat beberapa sastrawan yang karyanya tak masuk antologi sastra bersikap tak dewasa.
Dalam ungkapan yang lain sastrawan mestinya tak usah kecewa karyanya tak masuk antologi sastra; tugas utama sastrawan menulis dan menulis sebaik-baiknya. Bila karyanya baik sejarah akan merawatnya dan mengenang kesastrawanannya. Sejarah selalu mengajukan, membela dan menguji kembali bukti-bukti yang telah ada. Kekecewaan sastrawan hanya karena karyanya tak masuk antologi sastra adalah indikator lemahnya kepercayaan diri sastrawan terhadap diri dan karyanya sendiri disebabkan terlanjur menganggap bahwa waktu yang semasanya adalah satu-satunya penentu ukuran nilai karyanya, penentu sejarah karyanya.
Apresiasi yang buruk apalagi sinisme yang muncul dari dalam komunitas sastrawan terhadap antologi sastra akan melongsorkan citranya sehingga publik tak memiliki gambaran yang ”menjanjikan” dan positif dan efeknya akan mengasingkan antologi sastra dan seisinya dari daftar agenda perhatian publik luas.
Polemik seputar antologi sastra barangkali sebuah fakta yang bisa dijadikan indikator signifikan antologi sastra masih dianggap penting dalam dunia sastra kita. Anggapan itu tak keliru. Sebab artefak karya sastra itu teks, tulisan, sehingga buku dan alternatif medium yang sefungsi lainnya jadi penting dan representatif.
Kini sastrawan dan penyusun antologi sastra sangat penting untuk memahami paradigma antologi sastra maupun pada pilihan kriteria penyusunnya. Penerapan pemahaman ini akan menghasilkan antologi sastra yang representatif serta dapat dipertanggungjawabkan dan bisa ”menepis” kemungkinan muncul kekecewaan dari luar maupun dari dalam komunitas sastrawan sendiri.***
*) Penulis adalah penyair
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar