Tu-ngang Iskandar *
Aceharts Yogyakarta
Kita mulai saja dengan menjelaskan bahwa seni adalah
sebuah kebutuhan hidup, seperti halnya perut yang membutuhkan lobang
pembuangan. Maka sebagai makhluk yang berekspresi, seni merupakan suatu ruang
bagi tersalurnya ekspresi secara baik, supaya hidup tidak melarat seperti
kejadian kembung perut akibat angin tersumbat.
Sebagai makhluk yang memiliki rasa, kehidupan manusia
tidak pernah lepas dari peristiwa seni, karena seni adalah juga rasa, lalu
terjadilah suatu peristiwa dalam hidup seperti saat berkaca, berhias, memilih
barang-barang, berbicara, bergerak, dan lainnya, sungguh pun waktu penghayatan
terhadap rasa atau peristiwa yang menjadi pengalaman estetik hanya sesaat saja,
namun pengalaman akan rasa itu sangat membahagiakan manusia. Oleh karena itu
manusia ingin mempertahankan kebahagiaan itu dengan memperpanjang, bahkan
mengabadikan rasa estetik yang tidak abadi itu melalui karya seni yang
diciptakan.
Sebagai seni, tidak pun kemanfaatannya hanya sebagai
media untuk melampiaskan kemarahan, melakukan kritik, pemujian dan lainnya.
Namun dari itu, perannya dalam mengembangkan kesadaran dan membantu memajukan
sistem sosial melalui berbagai bidang adalah wajib tidak diabaikan. Diantara
nya pada bidang pendidikan, seni telah menjadi mediator penyampaian pesan dalam
proses belajar mengajar. Berbagai metode yang menghadirkan seni telah
dikembangkan, baik melalui musik, permainan (game), ilustrasi, poster, lukisan,
seni peran, humor dan lainnya. Lalu di bidang industri, seni juga memiliki
fungsi yang tidak bisa disanggah, keberadaan seni yang menciptakan
produk-produk kreatif dan estetis telah mendatangkan nilai ekonomis yang tinggi
dan mampu membangun tatanan sejahtera masyarakatnya. Sebagai bukti, Jepang
misalnya, sebuah bangsa di benua Asia yang berhasil membangun masyarakatnya dan
mensejajarkan dirinya secara cepat dengan Negara-negara Barat setelah kalah
pada perang dunia ke-II, dan tiada lain diri kunci keberhasilan Jepang adalah
karena pemanfaatan yang maksimal terhadap nilai-nilai kearifan yang tersisa
dalam kebudayaannya, terutama dari keseniannya yang sangat menonjol dan telah
menciptakan iklim kreativitas yang luar biasa.
Di Indonesia juga ada Bandung, Yogyakarta, dan Solo yang
juga berhasil mensejahterakan masyarakatnya dengan mempertahankan seni sebagai
basis kreativitas. Dalam bidang kesehatan pun, seni tidak hanya menjadi media
terapi psikis dan kejiwaan karena mampu untuk meningkatkan kemampuan kognitif,
ingatan, mengurangi stres dan depresi, meningkatkan kemampuan mata, telinga dan
panca indera lainnya. Dan dalam bidang keagamaan pun juga, kemunculan seni
sangat berguna untuk menjadi media dalam menyampaikan nilai-nilai islami, lihat
saja karya-karya dalam bentuk seni sastra yang diciptakan para ulama tempo
dulu, diantaranya yaitu Ali Ibn Abi Thalib melalui Nahjul Balaghah (puncak
kefasihan), Rumi dengan al-Mastnawi, al-Ghazali dalam karya Kimiya al-Sa’adah
(Kimia kebahagiaan), dan Ziryab, penyair muslim Andalusia yang mengalahkan
kedigjayaan para seniman kerajaan melalui untaian bait syair syahdunya. Begitu
pun sang penyair sekaligus ulama besar Aceh Hamzah Fansury era kesultanan Aceh
Darussalam yang mencerahkan keluhuran pekerti masyarakat dengan Syair
masyhurnya “perahu”. Tidak hanya seni sastra, seni rupa, seni pertunjukan dan
musik pun telah menunjukkan perannya yang nyata melalui ornament-ornamen,
arsitektur-arsitektur, kaligrafi, tari-tarian, irama-irama dalam membaca
Al-Qur’an, shalawat, dan zikir.
Dari uraian diatas, seni seyogyanya menjadi salah satu
barometer dalam membangun manusia, terutama karena seni memiliki hubungan
integralistik dengan kehidupan, baik secara vertikal maupun horizontal. Secara
horizontal, kesenian mempererat tali persaudaran, merawat kasih sayang,
memperhalus budi, mempertajam solidaritas sesama, dan memperkaya khazanah
kehidupan. Sedangkan secara vertikal, kesenian meretas jalan menuju Sang
Pencipta, mendekat dan bersahabat dengan-Nya, sehingga para sufi sejak era
klasik hingga zaman sekarang mengekspresikan puncak spiriualitas mereka dalam
aneka karya seni. Karenanya, seni menjadi salah satu sasaran pembangunan yang
perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, terutama pemerintah.
Sejarah telah membuktikan bahwa puncak kegemilangan suatu bangsa sangat
ditentukan oleh kualitas seni budaya.
Untuk menjadikan kesenian sebagai salah satu ranah
penting pembangunan Aceh, meniscayakan langkah-langkah struktural, kultural,
dan sosial menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah, kaum intelektual/
ulama, seniman dan masyarakat. Pra-syarat penting yang harus ditancapkan
pemerintah adalah komitmen dan kehendak politik untuk merumuskan berbagai
kebijakan pelestarian dan pengembangan seni, baik berupa regulasi, apresiasi,
maupun penciptaan kondisi dan lingkungan yang kondusif bagi sebuah kreativitas.
Dengan demikian, kita tidak lagi mengatakan bahwa seni terpisah dari
pembangunan apalagi kehidupan, sehingga masyarakat memiliki masa lalu yang
dapat dirangkul dan masa depan yang diimpikan. Kaum intelektual/ulama
berkewajiban untuk meneliti, menulis, dan mengembangkan berbagai khazanah
kesenian. Karena sejatinya kita adalah makhluk dengan keindahan, keberagaman,
dan berfikir, maka dengan seni kita akan semakin kritis memandang dunia yang
semakin kacau balau ini. Hegel lewat tulisannya dalam Philosophy of Fine Art
berpendapat, bahwa seni bersikap kritis terhadap dunia untuk menciptakan rasa
rindu akan perasaan keindahan yang mampu menyingkirkan segala buruk dan tercela
dalam realitas politik praktis. Maka dari itu, kegagalan karya seni memainkan
posisi kritisnya adalah akar dari krisis kultural. Ambillah yang baik dari yang
lama dalam kesenian, dan perbaharuilah bila ada yang lebih baik. Semoga seni
selalu bermanfaat bagi kita makhluk hidup. Wallahu ‘A’lam.
*) Penulis adalah mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, aktivis untuk seni Aceh, inisiator Seniman Perantauan Atjeh (SePAt).
*) Penulis adalah mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, aktivis untuk seni Aceh, inisiator Seniman Perantauan Atjeh (SePAt).
Tu-ngang Iskandar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar