Rabu, 20 September 2017

Novel Tak Bertuan

(Expresi diantar­­­­­­­a nilai-nilai moral dan agama)
Awalludin GD Mualif

Novel sebagai bagian dari karya sastra, mempunyai bentuk dan proses penceritaanya sendiri yang terikat dalam hukum-hukumnya. Proses dan bentuk yang menghasilkan kecemasan, ketakutan serta harapan, sebab akibat, penyampaian gagasan, nilai pesan-pesan dalam frame dan dunia yang diciptakan penulisnya. Seperti Tuhan yang menciptakan semesta, sebagai latar bagi insan, demikian juga manusia (penulis) mencipta karya sastra, dimana unsur sastra menjadi latar bagi para tokoh yang digambarkan oleh penulis.

Sang penulis dan tokoh

Tentu saja penulis boleh membuat alur cerita sesuai dengan gagasan yang akan disampaikan tanpa harus terhubung alam dan Tuhan. Latar, alur, tema masuk ke dalam sebuah novel, dan sosok tokoh yang dihadirkan dalam balutan cerita. Tanpa tokoh yang bergerak di latar, alur dan tema, maka novel hanya menjadi karya sastra yang membisu bagi pembaca. Karena kehadiran tokoh dapat membentuk jalinan makna bagi pembaca. Di situlah novel akan bertaruh dengan kedalaman jiwa sang tokoh. Entah tokoh itu diangkat dari sebuah kisah nyata maupun fiksi belaka.

Sebagaimana Tuhan yang menciptakan semesta, bumi langit seisinya yang beriringan dengan garis Takdir perjalanan penghuni (mahluk) di dalamnya yang telah ditentukan-Nya. Sang penulis pun mempunyai peranan sama seperti peran "Tuhan," Tokoh yang diciptakan dalam karya novel menjadi bagian terpenting, sebagaimana Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai karakteristiknya, bersuku-suku, berbangsa-bangsa demi memimpin seluruh karya ciptaan-Nya yang agung berupa semesta. Penulis dalam novel pun berperanan sama. Menjadi sutradara besar dalam menentukan latar, alur, tema serta karakteristik tokoh yang dihadirkan.

Novel mengusung kebebasan imajinasi, berfikir, berexpresi tak terbatas oleh ruang dan waktu, ia dapat bergerak liar menjangkau dunia. Menjadi tandingan dunia dalam bingkai kata-kata. Tempat dimana manusia dapat memetik pelajaran, hikmah, pengalaman darinya. Novel mampu masuk ke alam pikiran pembaca selalu mengandung tragedi di dalam tubuh (novel)nya, isi kisah yang tertuang di alur cerita menempuh jalan berliku, dipenuhi oleh peristiwa, renungan, dan khayalan bahkan pengharapan.

Dilema novel, cerita dan asumsi

Apapun yang tergambar dari kisah di dalam novel, tentang kebaikan, keburukan, pun dikotomi dalam cerita, melalui tokoh yang menyuarakan suara agama, menggema dan memantul melalui dinding novel, menyebar dalam renungan tokoh-tokohnya atau penggambaran novel, yang dirindukan masyarakat (pembaca). Tetap saja novel dihadiahi cercaan, hujatan, penolakan bila ia berisikan dialektika yang mengumbar syahwat atau menceritakan tokoh-tokoh ekstrem yang mendekati agama secara tidak biasa. Padahal hal tersebut dapat menggambarkan manusia melalui jalan cerita yang melukiskan realitas kehidupanya.

Novel yang di dalamnya melukiskan tentang hal-hal tabu dalam kehidupan masyarakat terkadang sering dijahui, ditolak karena berbenturan dengan nilai-nilai moral yang tertanam dan "masih" dianut oleh sebagian besar masyarakat ke-timur-an. Terlebih jika pembaca memakai pendekatan moral semata, penganut “faham” ketertiban, maka novel “seolah-olah” menjadi karya sastra yang jauh dari nilai kemanusian. Maka tak jarang prespektif inilah yang menjadikan pembaca salah dalam mengartikan karya “novel”. Tapi justru berlaku hukum sebaliknya: Novel yang alur, tema, tokoh, sesuai dengan nilai-nilai moral dan agama, akan banyak mendapatkan sambutan hangat ditengah-tengah masyarakat.

Bagaimana M. Nurul Ibad menguraikan kisah percintaan seorang Gus (putra Kyai) bernama Rukh dengan seorang pelacur di daerah pegunungan mbulu dalam novel Pusparatri, adanya perselingkuhan hati dan tubuh, penuntasan hasrat biologis, dibalut dalam alur, tema, serta latar yang “nyata” dalam novel itu. Ibad menuliskan hal yang kontradiksi. Seorang Gus yang mempunyai keluasan ilmu pengetahuan agama, banyak kelebihan melihat rahasia-rahasia ghaib, dihormati dan punya banyak pengikut dari kalangan Ulama, pejabat sampai masyarakat biasa merajuk cinta dengan seorang wanita malam. (Seorang wanita yang dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat, tidak begitu mendapatkan tempat di tengah-tengah masyarakat, hina, dan terkucil diantara ramainya kemunafikan yang tampak arif dan bijak).

Pun Ayu Utami dalam novel Larung bercerita tentang tokoh yang bernama larung lanang. Dalam hubunganya dengan simbah, mendebarkan, penuh misteri. Kita digiring ke rana magis yang sangat meyakinkan. Ada goa kelelawar, nenek yang tidak bisa mati karena susuk dan ilmu kebal serta adegan larung memutilasi simbah setelah kematianya. Apakah alur cerita yang dibangun oleh ke dua penulis tersebut salah? Kalaupun iya, dalam konteks apa? Apakah dalam konteks moral dan agama?. Entahlah. Namun kedua cerita tersebut menggambarkan realitas sosial yang sering terjadi saat ini. Tapi itulah kenyataan yang terjadi ditengah masyarakat. Sering tidak perduli akan kenyataan, seolah kenyataan ditiadakan, dibenamkan, dilupakanya, atau kalau bisa dibunuhnya. Maka menjadi sebuah kewajaran jika yang terbayang hanyalah perilaku tertib. Perilaku yang bermanfaat dengan standart moral yang “masih terjaga”.

Novel, bingkai gender

Tri Utami seorang pekerja seni yang multi talent menulis novel berjudul Dunia Padmini. Menceritakan kisah seorang perempuan bernama Padmini. Sosok perempuan yang kuat, memiliki kecerdasan dan kepekaan membaca tanda-tanda yang mensiratkan realitas kehidupan. Melalui proses pengembaran yang “liar’. Ia seolah-olah mewakili suara hati perempuan yang terpenjara atas nama budaya jawadan ajaran Agama. Mencoba memberontak dari nilai-nilai yang “mendiskriditkan” kaum hawa, dapat merubah penderitaan menjadi harapan, kelemahan jadi kekuatan. Sekilas penggambaran terhadap sosok Padmini, seorang reformis, bisa jadi memang begitulah adanya dan bisa juga jauh dari nilai-nilai yang coba digambarkan oleh Tri Utami lewat Dunia Padmini. Masih teringat di pikiran ketika pada tahun 2011 novel ini dibedah di kota Malang dan kebetulan waktu itu saya menjadi moderator bedah novelnya. Kebetulan pula pada acara tersebut Agus Sunyoto jadi pembandingnya. Sosok yang “reformis” dalam cerita novel itu menjadi kabur, ketika dalam satu sesion Agus Sunyoto mengatakan “dari judulnya saya bisa menyimpulkan, kalau buku ini adalah buku curhatnya Mbak Tri”. Tanpa mencoba memberikan pelurusan, pembenaran, atau mencoba memberikan pembelaan atas statmen Agus Sunyoto, Tri Utami pun mengangguk sambil tersenyum dan berkata ya, anda benar Pak.

Cerita tentang pembodohan, penindasan perempuan atas nama “Agama dan adat jawa” yang belum berada pada rana kenyataan (mitos), seolah berbalik menjadi kenyataan berbeda, atas penempatan nilai-nilai penghormatan, pemuliaan kepada kaum hawa. Setidaknya hal itu yang diungkapkan Agus Sunyoto ketika menjelaskan wanita dalam bingkai budaya dan agama.

Bukankah kesempurnaan hanya milik Tuhan? Bukankah ketidaksempurnaan adalah sifat manusia? Apalah artinya Tuhan menciptakan mahluk yang bernama Iblis, jika penggambaran dari sifat-sifatnya diejawantahkan dalam tokoh yang tertuang pada sebuah novel yang dianggap tabu, salah, serta menjadi penyebab kemerosotan nilai moral. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Tuhan maha mengetahui sedang kamu (manusia) tidak mengetahui (Qs-Albaqarah: 286)”

Novel, kuasa aturan dalam tanda tanya?

Maindside yang terbangun atas nama moral dan agama dalam melihat novel terbangun sejak kapan? Apalagi saat ini monster bernama draf UU anti pornografi dan pornoaksi seolah-olah menguatkan “duga(an)tara prasangka novel dengan sudut pandang sebagian manusia yang mengatasnamakan moral dan agama.

Undang-undang (UU APP) akan memberangus setiap upaya kebebasan berexpresi, berpikir, berimaji, kedalam pasal-pasalnya yang dapat membelenggu tubuh dan jiwa seorang penulis. Novel akan tercecer terkapar di meja hakim. (Sang hakim akan bebas mengetuk “palu dengan kont(r)ol”-nya). Alur cerita cinta dibumbui sebuah adegan ciuman, perkosaan sebagai penguat tema. Apapun bentuknya. Sudah cukup bagi hakim untuk mengetukan palunya. Apalagi jika penulis menuangkan imajinya untuk melukiskan tentang sosok tokoh yang harus bersetubuh dengan mayat demi sebuah kadigdayan kanuragan, atau menciptakan tokoh seorang pelukis yang gemar melukiskan keindahan ciptaan Tuhan dalam balutan mahluk bernama perempuan yang menampilkan keseksian dan memberikan prespektif baru tentang sosok tokoh yang telah terlanjur di dewakan menjadi jahat atau sebaliknya. Maka semua itu akan menjadi tambang bagi hakim untuk memenggal novel.

Fenomena semacam ini pernah direspon penyair Taufik Ismail dengan Sastra Madzab Selangkangan (SMS) – atau sastra Fiksi alat kelamin (jawa pos 17 juni 2007). Pro kontra muncul dan ramai diperbincangkan saat itu, tentu saja Taufiq Ismail adalah lawan yang berat bagi mereka. Apakah hal ini murni datang dari sebuah keprihatinan atas terpenjaranya alam kebebasan dalam menuangkan expresi berkarya atau mempunyai tendensi lain. Entahlah? Rasanya perlu Saya kutib “Nabi tanpa Wahyu” (halaman 7) Hudan hidayat:

Menyebut Taufiq ismail lebih suka berteriak seolah “nabi tanpa wahyu” yang mengepalkan kepalanya kepada fenomena sastra yang berseberangan dengan dirinya. Maka bagaimana jika Taufik ismail malas berfikir, tapi serentak dengan itu dia gemar menghujat fenomena sastra yang disebutnya SMS dan FAK. Kategori yang dibuat Taufiq  dengan men-stigma SMS dan FAK, menimbulkan pesoaalan dalam memandang sastra, mengacaukan logika sastra. Seperti sms Goenawan Muhammad kepada saya “akan lebih berharga polemic yang timbul bukan seperti teriakan “copet” lonte lu!, atau babi serangan terhadapa satu tendensi dalam sastra akan lebih berharaga jika dikemukakan dengan cara kritik sastra: dengan telaah, argumentasi, penalaran yang kuat dan gaya menulis yang meyakinkan atau menggugah.” Karena itu, bagi saya, mematahkan kecenderungan sastra tanpa telaah sastra, tampak seakan “tujuan menghalalkan segala cara”.

Bisa jadi, pelukisan alur, tema dan tokoh yang diciptakan penulis mempunyai nilai kemanfaatan bagi profesi lain sebagai refrensi. Psikolog misal, atau dokter sampai pun kepada para ulama dan kyai. Apakah ayat Tuhan yang dengan apik dan penuh hikmah tentang kisah kaum “nabi luth” Sodom gomora, Adam dan Hawa yang turun ke dunia dengan selembar daun penutup, yang menggema ratusan tahun, dibabat sang hakim atas nama tegaknya “hidup”. Hidup yang mana? Hidup yang seperti apa? Manusia seolah menjadi Tuhan dalam hal ini, berhak menentukan serta memberikan acuan “baku” terhadap pandangan kebaikan bagi manusia lian, bahkan tak segan menjatuhkan hukuman atas nama “nilai-nilai moral dan agama”.

Yogjakarta 1 Januari 2014.
http://sastra-indonesia.com/2014/06/novel-tak-bertuan/

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar