Kamis, 14 November 2013

Anjung Seni Idrus Tintin, Nasibmu Kini?

Zuarman Ahmad *
Riau Pos, 3 Nov 2013

ADA satu nama yang mengabadikan nama Ediruslan, yakni Kampus Akademi Kesenian Melayu Riau Ediruslan Pe Amanriza, di komplek Bandar Serai. Sekarang akademi itu naik statusnya menjadi Sekolah Tinggi Seni Riau (STSR) yang beralih kelola dari Yayasan Pusaka Riau ke Yayasan Sagang. Apakah nama kampus itu masih memakai nama Ediruslan? Jawabnya adalah tidak. Kenapa? Karena gedung itu sudah rata dengan tanah.
Kenapa nama Ediruslan (alm) perlu disebutkan pada tulisan ini? Pertama, selain ia seorang novelis Indonesia asal Riau; beberapa novelnya memenangkan sayembara mengarang novel oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bersama Taufik Ikram Jamil (secara kompetitif berlomba-lomba untuk menjadi pemenang), dan kemudian novel Tusiran Suseno (alrmarhum) mengikuti jejak kedua orang ini; ia juga seorang penggiat teater di Riau, pengarang cerita-pendek dan puisi; menjadi Ketua Dewan Kesenian Riau (DKR) dan anggota DPRD Riau.

Kedua, ketika menjadi anggota DPRD inilah (karena sedikit ‘berkuku’) pikirannya bersama-sama seniman-seniman ternama Riau lainnya menggagas untuk menjadikan kawasan purna MTQ menjadi pusat kebudayaan dan kesenian Melayu Riau, dan cita-cita luhur itu diamini oleh Saleh Djasit selaku Gubernur Riau pada waktu itu. Dan, kemudian berdirilah gedung kesenian yang sekarang bernama Anjung Seni Idrus Tintin yang berdiri ‘sombong’ di tengah-tengah kawasan Bandar Serai (dulu kependekan Seni Raja Ali Haji) adalah juga gagasan Ediruslan bersama-sama seniman dan budayawan Riau lainnya. Sayang, Edi tidak dapat melihat gedung yang digagasnya itu karena keburu meninggal-dunia. Dan, kalaupun ia masih hidup pasti sangat kecewa dengan ‘perlakuan’ gedung yang diberi nama Anjung Seni Idrus Tintin itu, yang seakan-akan nampak megah dari luar – rancak di lebuh.

Kenapa pulakah halnya dengan Anjung Seni Idrus Tintin itu? Sebelum membicarakan Anjung Seni Idrus Tintin ini, elok terlebih dahulu membincangkan komplek Bandar Serai. Kenapa? Karena, sekarang, beberapa gedung di komplek Bandar Serai ini sudah almarhum –hilang– punahranah, seperti gedung Bangsal Kiambang, Gedung Ediruslan Pe Amanriza Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR), dan beberapa anjungan seperti anjungan Batam, anjungan Tanjungpinang, anjungan Kota Pekanbaru, dan Anjungan Bengkalis yang ketika itu masih memakai arsisektur mengacu ke bentuk Istana Siak. Dan karena ‘pemusnahan’nya itu tidak secara alamiah, maka patutlah ditangisi. Lain halnya kalau beberapa ikon kebudayaan dan sebagian laman tempat bermain seniman pada komplek Bandar Serai itu punah-ranah karena dimakan rayap atau termakan usia, tidaklah pantas untuk ditangisi. Peristiwa ini mungkin dapat dibidalkan seperti teori vandalism, yakni: Berharap kakap di laut, bilis di belangan dicampakkan. Berharap PON dapat membangkit marwah Riau, laman bermain kebudayaan diporakporandakan. Hasilnya? Kakap di laut tak dapat-dapat, bilis di belanga pun dihembat kucing, mmm… peeh.

Sekarang, saatnya membincangkan Anjung Seni Idrus Tintin. Apa pula pentingnya? Ada beberapa teori dan pilosofi yang menunjang pentingnya ‘’laman bermain seniman’’ ini. Sajak sajak Psappho (penyair Yunani lahir di pulau Lesbos, 570 SM) masih ada sampai sekarang meskipun bangunan-bangunan kuno Yunani sudah hancur, meskipun sebagian puisinya yang terkenal telah banyak yang hilang. Jacques Derrida dan Milan Kundera mengemukakan bahwa meskipun pengalaman akal merupakan pengalaman diri sendiri, tetapi sifatnya tetaplah relatif belaka. Karena itu kedua orang hebat ini menawarkan pemikiran-pemikiran baru sebagai ‘pengetahuan’ baru bagi dunia yang relatif itu. Seniman pencipta, sebenarnya berada dalam usaha di locus (tempat) yang disebutkan oleh Derrida dan Kundera itu. Seni yang dicipta bersama ‘pengetahuan’ baru itu sebagian besar dilahirkan di gedung seperti Anjung Seni Idrus Tintin itu. Karena itu juga gedung seperti itu dapat juga disebut sebagai ‘pusat’ kesenian yang hakiki.

‘Pusat’ kesenian seharusnya bertolak dari tawaran Derrida dan Kundera tentang pemikiran ‘pengetahuan’ baru itu, jika tidak penciptaan kesenian itu menjadi biasa-biasa saja, refetitif (pengulangan), tidak menjadi pemikiran ‘pengetahuan’ yang baru. ‘Pusat’ kesenian tidak hanya sekadar banyaknya jumlah kesenian (kuantitas), atau ramainya penampilan (event) kesenian yang diadakan maupun diraikan, akan tetapi akan menjadi tempat mata dan telinga senantiasa menuju (focus) dan sebagai bujanggi zamannya, sebagaimana halnya kabah ‘semacam’ pusat religious umat Islam, walaupun ‘hati’ secara makrifat merupakan ‘pusat’ religious yang hakiki, namun dunia kesenian adalah dunia nyata, dan bukan dunia fiktif, walaupun dasar pikiran untuk menciptakannya dimulai dari konsep ‘dunia’ fiktif imajinatif.

Pekanbaru, Riau, yang ‘diimpikan’ atau dihajati (?) sebagai ‘pusat’ kesenian Melayu di Asia Tenggara, jika dihitung dari penampilan atau pera’ian atau banyaknya seni yang diciptakan, sudahkah menjadi ‘pusat’ kesenian? Harus ada penelitian atau catatan yang menyatakan tentang hal itu, dan penelitian atau catatan pada kesenian yang berada di luar Pekanbaru, Riau, sehingga ada data yang nyata (pasti dan jelas) yang kemudian menjadi suatu kesimpulan. Jika tidak, beberapa penciptaan kesenian saja ‘seperti’ yang ditawarkan Derrida dan Kundera itu lahir, akan menjadi ‘pusat’ kesenian (tempat mata terus tertuju) yang sesungguhnya, yakni pemikiran-pemikiran ‘pengetahuan’ baru, yang kemungkinan besar ‘sekali lagi’ akan lahir di gedung seperti Anjung Seni Idrus Tintin.

Sekarang apa masalahnya? Pertama, Anjung Seni Idrus Tintin itu belum selesai pekerjaannya, terutama tidak adanya AC (Air conditioning). Sebagai ilustrasi, paling kurang ada dua gedung kesenian di Indonesia tempat seni puncak ditampilkan, yaitu Gedung Kesenian Jakarta TIM dan Sasono Langen Budoyo Taman Mini Indonesia Indah ( TMII Jakarta). Seniman yang sudah pernah ‘nampil’ di kedua gedung ini akan tahu bahwa, ketika GR dan pertunjukkan akan terasa sejuk dan nyaman, dan seyogianyalah Anjung Seni Idrus Tintin yang sekaliber dengan kedua gedung itu fasilitasnya sama (selesai pengerjaannya). Sekarang, usahkan AC itu dipikirkan akan ada (entah oleh siapalah), sound system di dalam Anjung Seni Idrus Tintin itu mulai rusak, dan kalau ditanyakan kepada semua penampil yang pernah mengadakan pertunjukkan di dalam gedung itu taklah pernah merasa puas — merutuk.

Masalah yang kedua, semenjak dibangunnya Anjung Seni Idrus Tintin itu, tidak pernah dibentuk Badan Pengelola (BP). Ada usul seorang sahabat seniman pegawai negeri, bahwa pihak pemerintah (mungkin ditunjuk seseorang untuk berkantor berserta beberapa orang stafnya di Anjung Seni Idrus Tintin) dan seorang ketua Badan Pengelola dari pihak seniman, yang juga beberapa staf bidang musik, teater, tari, sastra, lukis, untuk bersama-sama mengelola gedung ini. Tugas seseorang kepala beserta stafnya dari pihak pemerintah adalah untuk memfasilitasi (hardware), dan tugas ketua pengelola dan staf dari pihak seniman sebagai pengisi seni (software), sehingga dalam satu tahun sudah ada kalender pertunjukkan seni ‘bermutu’ yang akan tampil di Anjung Seni Idrus Tintin itu; sebagaimana pepatah ‘’Bersatu kita teguh, berserai kita runtuh’’.

Pada segala itu, sebagai renungan, Milan Kundera mengingatkan kita pada ‘tanda-tanda’ dan ‘pencarian’ bagi penciptaan kesenian: ‘’Qui se cherchent agrave; travers la memoire des vieux signes’’. Yaitu, ‘’Siapa yang mencari lebih jauh; akan menempuh ingatan-ingatan tentang tanda-tanda kuno.’’ Karena itu, marilah kita berpikir (paling kurang memikirkan) untuk mencari lebih jauh, jika tidak, kita akan menunggu kehancuran hardware dan software Anjung Seni Idrus Tintin itu, lamat, lamat-lamat. Oleh itu, wahai Ediruslan, maafkanlah, karena ketidak-berdayaan ini.

*) Zuarman Ahmad, Seniman Pemangku Negeri (SPN) Zuarman Ahmad, adalah musisi, arranger music, composer, dirigent, dosen musik STSR, penerima Anugerah Sagang 2009, dan sejumlah anugerah seni lainnya
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/11/anjung-seni-idrus-tintin-nasibmu-kini.html

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar