Rabu, 15 Agustus 2012

Rintih Gadis dari Balik Tirai

Ahmad Zaini *
http://sastra-indonesia.com/

Sayup terdengar hembusan angin malam. Gemerisiknya menimbulkan bunyi irama mendesah di tengah keheningan malam. Aku tersadar dari kantuk di malam itu. Mata penat kubuka perlahan menatap sekeliling yang hanya terlihat temaram lampu yang menyala tak sempurna. Tanganku merayap menggapai dinding yang catnya mulai mengelupas. Kasap pasir yang tak berselimut semen membuat telapak tangan sedikit tergores.


Ah, malam. Engkau telah menggelapkan pandangan. Mataku tak mampu menerobos tebal gelapmu yang pekat. Namun mata hatiku masih berusaha menembus kegelapan dengan ketajaman insting. Pendengaranku merajut suara yang timbul tenggelam di tengah gemerisik gesekan dedaun pohon. Hatiku tergugah. Kaki yang semula terbujur, bergerak menyangga tubuh yang lemas. Suara rintihan. Ya, suara rintihan di balik tirai malam.

Hatiku semakin penasaran. Aku mencari tahu suara-suara rintihan yang selalu hadir di tengah malam itu. Jika diperhatikan suara itu, seperti seorang gadis yang merintih kesakitan. Tapi kalau diperhatikan lagi terkadang menyerupai gadis yang sedang mendesah menikmati kehangatan malam. Dengan pandangan mata hati, kucoba menelusuri suara rintihan yang terkadang menyayat juga terkadang menggairahkan.

“Wih, merinding!” ucapku.

“Aku harus berani menyibak rintihan misteri di tengah malam. Aku akan mencari tahu sendiri tentang arah suara itu,” kataku meyakinkan diriku sendiri.

Pada pertengahan malam, saat sinar purnama mengguyur bumi. Aku sengaja tak memejamkan mata. Aku begadang hingga aku berhasil mengetahui suara rintihan itu. Tepat di tengah suasana hening, aku mengarahkan pendengaran ke suara di sekeliling rumahku. Tiba-tiba muncullah suara rintihan dari gedis yang tersembunyi di balik tirai malam. Kupertajam pendengaranku dengan menghentikan napas yang sempat terengah karena tegang. Kuperhatikan ternyata suara rintihan itu tak jauh dari tempat aku berdiri.

Suara itu mendayu-dayu seakan meminta pertolongan. Aku berhasrat ingin menolongnya, tapi wujud dari suara itu tak tampak. Aku belum berhasil menyibak kegelapan yang menyembunyikan suara tersebut. Jemari tanganku kucakarkan pada pekat malam namun tetap saja tak mampu membongkar mesteri yang membuatku penasaran dalam seminggu ini.

”Ayolah…, tampakkan wujudmu! Aku akan menolongmu,” bisikku pelan.

Mata hatiku sejenak kehilangan rintihan tatkala kucing jantan melompati pagar di depanku. Sontak saja bulu kudukku berdiri. Tubuhku merinding disertai rasa gemetar oleh seramnya malam.

”Tolong, aku! Tolong, aku!” rintih suara dari balik gelap malam.
Rintihan itu sekejap hilang lantas muncul suara dua lelaki yang saling mengumpat. Mereka rupanya dua lelaki yang sedang memperebutkan cinta dari gadis yang selalu merintih.

“Tapi di manakah mereka?” tanyaku penasaran.

Kuberjalan menyelinapi rerimbunan bunga taman. Batang-batangya kuterjang hingga bunga indahnya terkoyak oleh sapuan kakiku.

“Masak di dunia ini hanya ada satu wanita saja. Setiap malam mereka berkelahi memperebutkan cinta gadis yang aku sendiri belum tahu wajahnya,” gumamku dalam hati.

Dari suara rintihan yang kudengar, pastilah gadis itu cantik jelita. Aku mendengar dari desah napasnya yang memancarkan aroma kecantikan dan menebar birahi yang luar biasa. Aku sendiri sempat terangsang oleh rintih kesakitan yang mencuat dari balik tirai malam. Akan tetapi, rasa itu segera kuusir dengan rasa iba dan bersegera ingin menolongnya.

“Mas, tolonglah aku!” suara mendayu merembeti gelombang alam.

Aku tersentak mendengar suara itu. Langkah kakiku mendadak berhenti lantas kujulurkan tanganku menembus batas antara diriku dan dirinya. Aku melihat bayang-bayang semu yang menggeliat membutuhkan pertolonganku. Rambut panjangnya teracak-acak oleh cakaran-cakaran jemari dua lelaki yang memperebutkannya. Aku tatap setiap gerik dari mereka. Bayangan gadis itu semakin kabur dan dalam waktu sekejap bayangannya menghilang bersama kabut pagi.

“Aduh, gagal lagi!” kataku kesal.

Matahari pagi muncul kemudian mengusir embun-embun yang merangkul rerumputan semalam suntuk. Embun-embun itu juga merasa ketakutan seperti yang kualami pertama kali. Sinarnya menerpa mataku yang sayu. Pedih rasanya sinar matahari di siang itu. Kedua telapak tanganku mengayomi kedua mataku yang tampak memerah. Perlahan-lahan mataku menyipit lalu aku terbuai dalam tidur siang.

Badanku terasa pegal-pegal semua. Seluruh tubuhku terasa remuk dihantam angin malam. Tanganku kesemutan tak mampu menyangga secangkir teh hangat sisa semalam. Lantas aku biarkan secangkir teh itu duduk sendiri di atas meja marmerku.

Di siang bolong rintihan gadis itu muncul mengundangku. Ia seakan membutuhkan pertolonganku. Di tengah rintihan, terdengar pula suara bak-buk, bak-buk, bak-buk. Rupa-rupanya kedua lelaki itu berhantam berebut cinta yang bersemayam di balik rintihan gadis itu.

”Di mana kau?” teriakku padanya. Namun suara itu menghilang lagi ditelan angin siang.

Gelisah hatiku memikirkannya. Aku ingin menolongnya tapi tak tahu bagaimana caranya? Aku hingga saat ini hanya mendengar suara rintihnya yang terbang bersama angin yang melintasi telingaku. Aku tak tahu rupanya, juga tak tahu namanya. Mana mungkin aku bisa menolongnya?

“Tolong, Mas! Aku haus…!” rintihan itu muncul lagi.

“Iya, di mana kau? Aku akan membawakan secangkir teh yang sudah kupersiapkan sejak semalam. Maukah kau datang lalu memperkenalkan dirimu ke kepadaku? Jika kau mau datang aku akan mengentaskanmu dari penderitaan yang kau alami. Ulurkan tanganmu….!” teriakku sendirian.

”Ini kujulurkan tanganku. Sambut dan dekaplah diriku!” katanya mendesah. Kedua tangan kujulurkan lewat celah-celah rerimbunan semak. Namun itu hanya fatamorgana. Aku tak pernah bisa menyentuh tangannya. Tak pernah aku membelai rambutnya. Tak pernah aku memeluk tubuhnya. Semua yang kulakukan seakan hanya menyentuh, membelai, dan memeluk udara hampa.

Aku terkesima saat melihat kanan-kiriku sepi tak ada orang yang bersimpati. Aku semakin menderita oleh sayatan rintih gadis yang bersembunyi di balik tirai. Mataku memerah karena hampir seminggu aku tak tidur malam. Suara-suara itu yang selalu membangunkan aku dari tidurku.

Pada lembaran koran terdapat sebuah berita. Dalam halaman utama tertulis, ”Suami Cemburu, Cakar Sang Maru”. Aku teringat oleh peristiwa yang selama ini membayangi hidupku. Apakah yang mereka alami seperti kejadian yang tertulis dalam koran ini? Dari setiap bayangan yang kulihat, ada dua lelaki yang sedang berkelahi. Mereka semakin garang jika mendengar rintihan gadis yang menggeliat di sampingnya. Bau anyir darah selalu menusuk hidung bercampur dengan aroma wangi gadis itu. Rasa mual membuncah ingin keluar muntah. Pening kepalaku samakin menjepit seakan mau menghancurkan kepala yang keras ini.

Lambat laun rintihan itu memenuhi otakku. Setiap malam aku teringat rintihan yang mengharu biru kalbu. Ketika siang datang bersama sang raja, dalam lamunanku hanya liukan gadis itu yang bermain di kelopak mataku. Aku semakin heran pada diriku sendiri. Aku belum mengenalnya. Aku belum pernah berjumpa dengannya, namun getaran dalam hatiku terukir oleh bayang-bayang wajahnya.

”Apakah aku sudah gila? Tidak. Tidak! Aku tidak gila,” tanyaku lantas kujawab sendiri.

Rentihan itu muncul yang kesekian kalinya. Aku dibuat sibuk olehnya hingga pekerjaan rutinku terbengkalai oleh bayangannya. Aku ingin mengusir rasa ini dari otakku, namun semakin kupaksa pergi, dia semakin menggila bermain dalam ingatanku.

”Aku menyerah. Aku pasrah. Tak kuasa pikiranku menjangkau sesuatu yang sangat mustahil menurut ukuran akal sehat. Bagaimana mungkin aku jatuh cinta kepadanya? Itu kan hanya bayangan!” kataku pasrah bercampur penasaran.

Sejengkal demi jengkal langkah, aku merambat meninggalkan tempat yang penuh dengan onak. Aku akan pergi mencari realita. Aku ingin yang nyata. Dalam hati yang suci, aku dituntun menelusuri jalan hari dengan harapan semoga Tuhan membuka mata hati yang terbelenggu oleh tirai selama ini. Bayang-bayang gadis yang selama ini mengusik hariku, siapa tahu akan muncul kemudian menyambut diriku dengan uluran tangannya yang lembut dan putih berseri.

Bau anyir darah menyeruak memenuhi udara di tengah perjalananku. Tetes-tetes merah memenuhi jalan setapak yang kulalui. Kedua lelaki itu tersungkur bersimbah darah cemburu. Seorang gadis berderai air mata berlari meninggalkan kedua lelaki yang telah menjemput ajalnya sendiri. Ia berlari menuju ke arahku kini. Ia menjulurkan tangannya lalu kusambut dengan mesra.
__________________________
*Dilahirkan di Lamongan, 7 Mei 1976. Karya-karyanya pernah dimuat di Tabloid Telunjuk, majalah sastra Indupati (Kostela), majalah MPA (Depag Jatim) dan Radar Bojonegoro. Beberapa puisinya terkumpul dalam Antologi Puisi Bersama seperti Bulan Merayap (DKL,2004), Lanskap Telunjuk (DKL, 2004), Khianat Waktu, Antologi Penyair Jawa Timur (DKL, 2006), Absurditas Rindu (Sastra Nesia Lamongan, 2006). Selain menulis, juga sebagai pembina di SMA Raudlatul Muta’allimin Babat. Penulis beralamt di Wanar Pucuk Lamongan. Email: ilazen@yahoo.co.id.

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar