Ignas Kleden
Majalah Tempo 9/3/2008/hal48–49
SERATUS tahun Sutan Takdir Alisjahbana (selanjut¬nya: STA) dirayakan secara khusus pada 12 Februari 2008. Serangkaian acara lain telah pula disiapkan untuk melanjutkan peringatan itu sepanjang tahun ini (Koran Tempo, 28 Februari 2008). Kita bertanya, apa gerangan warisan tokoh ini untuk kebudayaan Indonesia saat ini, setelah demikian banyak hal dikerjakannya dalam usia yang amat panjang, dan setelah demikian banyak ditulis orang tentang dirinya, untuk menghormati dan mengagumi atau untuk meremehkan dan bahkan melecehkannya.
Dengan pujian atau dengan sinisme STA tak dapat diabaikan. Karena itu amat perlu menemukan kembali apa yang dapat dipelajari dari hidupnya untuk masa seperti sekarang, tatkala banyak dari antara kita di Indonesia-pemerintah serta kelompok masyarakat-kehilangan pegangan tentang ke mana kita berjalan dan dari mana pula sebaiknya kita bertolak. Dalam kaitan ini STA dapat menjadi teladan yang baik, karena telah menunjukkan kepada kita suatu hidup dengan riwayat yang tidak ruwet.
Dari satu sisi, STA adalah pengejawantahan suatu pandangan hidup yang serba jelas. Tak dapat disangkal bahwa dia mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang amat luas tentang berbagai bidang: ilmu bahasa, filsafat, teori kebudayaan, pendidikan, sastra, dan berbagai bidang ilmu sosial yang dijelajahinya dengan penuh gairah. Tak dapat disangkal pula energi yang sulit dipercaya, yang diperlihatkannya dalam menekuni berbagai bidang yang telah dipilih dan dimasukinya.
Namun demikian bukanlah pengetahuan itu benar yang mengesankan kita, karena untuk bidang-bidang yang dikerjakannya ada berbagai spesialis masa kini dengan keahlian yang lebih tinggi, entah karena mereka mendapat pendidikan dan latihan yang lebih baik, entah karena mereka mempunyai lebih banyak waktu untuk berkonsentrasi dalam bidang keahlian mereka. STA tidaklah mengesankan kita karena pengetahuannya yang beragam, tetapi terutama karena semenjak usia muda dia telah sadar tentang pentingnya menerjemahkan pengetahuan menjadi pandangan hidup, dan menerjemahkan ilmu menjadi Weltanschauung.
Pada dasarnya dia bukanlah seorang teoretikus tentang kebudayaan yang membangun suatu sistem pemikiran dan sistem pengetahuan tentang kebudayaan, yang dapat dijadikan pegangan oleh orang lain untuk penelitian atau kajian budaya. Apa yang dilakukannya ialah menemukan suatu model kebudayaan yang dapat dijadikan referensi dan orientasi dalam mengembangkan kebudayaan Indonesia baru. Semua kita tahu bahwa model yang dipilih dan dianjurkannya ialah kebudayaan Barat yang telah lahir dari renaisans, sebagai suatu masa ketika manusia ditemukan lagi sebagai pusat kebudayaan, dan dirayakan sebagai locus berbagai tenaga dan bakat yang harus dikembangkan sejauh-jauhnya.
Para pengkritiknya selalu memperingatkan STA tentang ekses-ekses kebudayaan Barat yang dikaguminya itu, tetapi dia dengan yakin dan penuh keberanian mempertahankan pendiriannya bahwa kehidupan modern setelah Indonesia merdeka dapat dikembangkan dengan lebih baik dengan memakai kebudayaan Barat sebagai model (dengan segala kelemahannya) daripada kebudayaan-kebudayaan tradisional di Nusantara (dengan segala keunggulannya). Pembelaannya, dalam berbagai polemik yang tajam dan panas, bukanlah uraian teoretis tentang keunggulan kebudayaan Barat, tetapi tentang mengapa keunggulan tersebut dibutuhkan oleh zaman baru di Indonesia.
Ada ribuan sistem pengetahuan dan ada ratusan sistem budaya, tetapi orang perlu mengambil salah satunya dengan konsekuen sebagai pegangan untuk memandang dunia, kehidupan manusia dan alam semesta. Suatu pandangan dunia atau Weltanschauung tidak melihat dunia hanya sebagaimana adanya, tetapi terutama dunia sebagaimana seharusnya.
Karena itu cara pikir STA yang utama tidaklah didasarkan pada logika kausalitas (saya gembira karena mempunyai uang cukup), tetapi pada logika finalitas (saya gembira supaya mempunyai tenaga dan gairah untuk mendapatkan cukup uang). Tidaklah mengherankan bahwa Prof Harimurti Kridalaksana berkomentar bahwa cara pikir STA dalam linguistik kurang ilmiah (Tempo, 25 Februari-2 Maret 2008: 65). Ilmu selalu bergerak antara yang empiris dan yang rasional.
Kalau ada kesemrawutan gramatikal dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam surat kabar atau televisi, tugas ilmu bahasa adalah mendeskripsikan bagaimana kesemrawutan terjadi, dan, pada tingkat analitis yang lebih tinggi, mencoba menjelaskan mengapa telah muncul kesemrawutan seperti itu dan kondisi-kondisi apa saja, yang tidak mendorong ng untuk memakai bahasa secara grammatically correct. Kalau penyelewengan dari tata bahasa itu meluas, seorang ahli bahasa akan mulai berpikir untuk menyusun tata bahasa baru, yang dapat menampung semua kecenderungan dan kebiasaan berbahasa yang baru itu. Inilah linguistik ilmiah yang oleh STA dinamakan linguistik deskriptif.
STA tidak berpikir dengan logika kausalitas. Maka dia nyusun tata bahasa Indonesia dengan norma-norma dan peraturan-peraturan, yang dalam pandangannya membuat bahasa ini lebih mampu melayani keperluan masyarakat dern seperti ilmu dan teknologi, dan membuat bahasa Indon¬esia semakin “kompatibel” dengan bahasa-bahasa modern lainnya, sehingga memungkinkan penerjemahan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dia memang memiliki perhatian kepada kebiasaan berbahasa yang ada, tetapi usaha memperbaikinya dengan memberikan norma-norma baru yang memungkinkan orang mengungkapkan pikirannya secara logis dan efisien. Dengan demikian tata bahasa yang disusunnya bukanlah tata bahasa deskriptif, tetapi tata bahasa normatif, yang, kalau ditelusuri lebih jauh, pada akhirnya berpatokan pada sintaksis bahasa Latin.
Cara berpikir dengan logika finalitas menyebabkan STA kadang tertinggal dalam mengikuti dan memahami perkembangan kebudayaan yang terus berlangsung. Sulit baginya memahami mengapa Putu Wijaya menulis novel dan cerpen dengan tema yang dianggapnya trivial, meskipun tema tersebut sedikit banyaknya merefleksikan perkembangan masyarakat Indonesia sekarang, tetapi tidak sejalan dengan norma-norma penulisan novel yang kebetulan dianut oleh STA. Dalam pandangannya, sastra yang baik bertugas mendidik masyarakat untuk berjuang dengan tabah dan gembira menghadapi segala apa yang dinamakannya krisis dalam kebudayaan.
Tampaknya ada category mistake dalam logika seperti ini. Sutan Sjahrir rupanya sudah melihat bahaya ini dan menulis pada pertengahan 1940-an, bahwa orang yang hendak mendidik masyarakatnya melalui kesusastraan haruslah pertama-tama menghasilkan karya-karya yang memenuhi ukuran kesusastraan, dan tidak dapat berdalih bahwa karya sastranya mempunyai kriteria lain karena dimaksudkan sebagai alat untuk keperluan didaktis dalam pendidikan. Siapa yang tidak dapat memenuhi ukuran kesusastraan dalam mendidik masyarakatnya sebaiknya memilih lapangan pekerjaan lain seperti persekolahan, dakwah, jurnalisme, atau politik.
Di sini kita teringat pada Rabindranath Tagore, yang membangun lembaga pendidikannya yang termasyhur di Shantiniketan, menulis puisi dan drama serta lagu-lagu untuk anak-anak didiknya, tetapi karya sastranya itu tetap dikenang dengan penuh hormat hingga saat ini.
Dengan latar belakang neo-Kantian yang membedakan dengan tegas pernyataan-pernyataan empiris dari pernyataan-pernyataan normatif, Max Weber mengajukan tesis yang terkenal bahwa ilmu pengetahuan tidaklah bertugas (dan juga tidak dapat) memberikan norma-norma tentang bagaimana seseorang sebaiknya bertindak dan berperilaku. Pegangan seperti itu hanya dapat diberikan oleh pandangan hidup atau Weltanschauung.
Dalam perkembangan Indonesia sekarang, dan dengan bantuan teknologi komunikasi, ilmu pengetahuan memberi kita demikian banyak informasi baru. Anehnya, di tengah sambur-limbur informasi itu kita malah kehilangan orientasi dan pegangan. Karena itulah, STA seakan hidup kembali dan mendapat aktualitas baru, karena dia selalu tampil sebagai contoh yang tidak ragu tentang perlunya menerjemahkan pengetahuan menjadi pandangan hidup, ilmu menjadi Weltanschauung, yang dapat membimbing kita ke suatu masa depan yang layak dijadikan tujuan suatu hidup yang tidak sia-sia.
Ignas Kleden, Sosiolog
Dijumput dari: http://jehovahsabaoth.wordpress.com/2011/09/12/sta-dari-pengetahuan-ke-%E2%80%9Cweltanschauung%E2%80%9D/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar