Rilda A.Oe. Taneko
http://www.lampungpost.com/
Esok adalah boxing-day dan Ray sudah menyiapkan rencana. Pagi-pagi benar, ketika gelap masih melingkupi putih salju, ia akan membawa kantung tidurnya ke pusat kota. Ia akan menyiapkan setermos teh panas dan menyelipkannya di kantung sisi ranselnya. Ia akan bersepeda dari rumah sewanya dan menempati tempat pertama di depan antrian pintu swalayan Fenwick.
Ray merasa senang dan tak sabar menunggu hari esok. Ini kali pertama ia peduli akan boxing-day. Ini kali pertama ia akan, seperti orang-orang yang lain, mengantri subuh-subuh sekali untuk dapat membeli barang-barang yang disukai. Ini, sekalinya ia menjilat ludahnya sendiri. Semua demi Cut Meutia dan Adriana.
Dulu, boxing-day, baginya, adalah perayaan konsumerisme. Sesuatu yang ia tidak sukai bahkan ia anggap konyol. Bagaimana tidak, keluar rumah di suhu minus enam atau delapan, berjam-jam ikut mengantri di depan toko-toko, dalam antrian sepanjang ular naga, hanya demi membeli barang-barang berpotongan harga. Ha! Sungguh hal ini membuat Ray menggeleng-gelengkan kepala.
Ray pun dulu berpendapat, boxing-day sungguh tidak manusiawi. Sehari itu para pemilik modal mempermainkan para pembeli. Mereka hanya memberi potongan harga besar-besaran dalam satu hari—hanya satu hari! Lalu dengan tenang menonton orang-orang yang bersusah payah sejak hari masih lagi gelap menunggu di depan toko mereka. Melihat orang-orang berebut, menyemut di lantai toko dan saling sikut demi mendapatkan sebuah barang –barang!—yang kadang, bukan sesuatu yang wah, macam tas atau dompet saja. Ini, dulu, bagi Ray sangat merendahkan kemanusiaan, amat memalukan dan tidak masuk di akal.
Namun, kemudian Ray tersadar, ia pun tak beda dengan orang-orang kebanyakan itu. Ia pun, demi Cut Meutia dan Adriana, ingin memberikan yang terbaik pada orang-orang yang ia sayangi, dan kerap kali yang terbaik itu diartikan sebagai termahal. Untuk ukuran dompetnya, potongan harga tujuh puluh lima persen atau lima puluh persen tentu sungguh membantu. Bagaimana tidak, tas yang ingin ia belikan untuk Cut Meutia harganya seribu dua ratus poundsterling, sementara boneka untuk Adriana tak kurang dari seratus.
Ray, yang akhirnya memutuskan untuk ikut menyemut dan merayakan kemenangan pemilik modal dan menyerahkan diri pada ketundukan pemujaan barang-barang, menghibur dirinya sendiri: ia melakukan semua ini untuk melihat kerlip di mata Cut Meutia dan Adriana. Ia melakukan semua ini untuk memberi kejutan istimewa dan memanjakan mereka. Ia ingin, ketika Cut Meutia dan Adriana menginjakkan kaki di negara dingin ini, kemewahan adalah hal pertama yang mereka rasa.
Ray berharap, jika sudah begitu, ketika ia kemudian mengajak mereka ke rumah sewanya, mereka tidak akan begitu kecewa. Semoga Cut Meutia dan Adriana akan tetap terfokus pada tas dan boneka hadiah, dan tak akan memerhatikan wallpaper yang mengelupas di sana-sini, karpet tua yang berlubang dan berbercak hitam, sofa yang bertambal, atap yang merembes air hujan, juga kamar mandi yang berjamur dan berbau tak sedap.
Semoga mereka tidak akan kecewa melihat sampah berterbangan tertiup angin di sisi jalan dan kantung-kantung pelastik yang tersangkut di pepohonan.
Bagaimanapun juga ini Inggris, dan di Inggris sudah seharusnya semua berkesan indah dan mewah. Apalagi bagi mereka yang baru saja datang dari Indonesia.
***
Sebelum libur Natal, berkali-kali Ray datangi Fenwick. Ia pergi ke bagian tas perempuan dan memastikan tas yang ia tuju masih terpajang di lemari kaca. Tas itu berwarna cokelat tua, terbuat dari kulit, bertali besi berbentuk gelang sambung menyambung dan berlogo H di bagian tengahnya. Ray membatin, Cut Meutia akan suka sekali pada tas itu.
Kemudian ia pergi ke bagian mainan anak-anak, dan memastikan boneka yang ia akan beli masih ada di deretan lemari soft toys. Diraihnya boneka itu, sebuah boneka beruang besar, berbulu cokelat yang sangat lembut, sebuah pita berwarna merah bertotol putih menyemat di balik sebelah telinga. Ray yakin, Adriana akan senang sekali mendapat boneka itu.
Betapa leganya Ray setiap kali mendapati kedua barang yang ia ingini masih berada di tempatnya. Betapa senangnya ia, karena sebentar lagi ia akan membawa tas dan boneka itu pulang dan akan membungkusnya dengan hati-hati. Ia akan membawa mereka ke bandara, ketika ia menjemput Cut Meutia dan Adriana, pada harinya nanti.
Sebentar lagi, batin Ray. Beberapa hari lagi, dan mereka akan tiba di sini. Hanya sekejap lagi, dan ia tak akan lagi sendiri. Hanya dalam hitungan hari, dan hari-hari penuh kerinduan dan penantian untuk kembali berkumpul akan lenyap, selamanya.
Setelah dua tahun berpisah! Dua tahun!
***
Di pagi Natal, menggunakan kartu telepon antarbangsa, Ray menelepon ke Indonesia. Ia mendapat kabar bahwa Cut Meutia dan Adriana telah tiba di Bandara Blang Bintang siang itu, waktu Indonesia. Mereka hendak berpamitan pada sanak saudara di sana, berpamitan dan mohon doa sebelum hendak berpergian jauh ke Inggris Raya.
“Adriana senang di Aceh, Nak?” tanya Ray.
“Eh-eh,” jawab suara kecil di ujung telepon.
“Sampaikan salam Papa untuk nenek, nya’wa dan ayahwa ya. Papa tunggu Adriana di sini. Papa rindu sekali.”
“Eh-eh,” kembali suara Adriana terdengar.
“Sekarang Adriana panggilkan Mama ya. Tapi kasih cium dulu buat Papa.”
“Mwah,” Adriana berkata pelan. Lalu suara Cut Meutia terdengar, “Adriana senang sekali di sini. Tak henti bermain dengan sepupu-sepupunya. Dia senang melihat sawah dan kerbau. Adriana bilang ia tak ingin kembali ke Jakarta. Tak ingin pergi ke Inggris. Ia ingin selamanya di Aceh.”
“Rayu Adriana, bilang padanya Papa punya kejutan untuknya di Inggris.”
Ray mendengar Cut Meutia tertawa. “Aku rindu,” bisiknya.
“Sekejap lagi kita bertemu ya, sayang,” Cut Meutia balas berbisik padanya.
Ray tersenyum bahagia, “Tak sabar rasanya.”
“Hanya tinggal beberapa hari. Dua tahun pun Abang kuat menunggu,” Cut Meutia tertawa.
Ray ikut tertawa, “Ya, tapi tidak jika hanya satu minggu. Apa rencana hari ini? Dan esok?”
“Kita makan besar siang ini, nya’wa masak lezat. Besok pagi, rencananya kita akan ke pantai.”
“Nanti tiba di sini, akan aku masakan spaghetti. Aku sudah belajar dari kawan di sini.”
“Wah, kedengarnya menggiurkan,” Cut Meutia kembali tertawa.
“Aku sudah tak sabar,” bisik Ray lagi.
Mereka bertukar cium dan dengan bahagia Ray menutup telepon.
Di luar box merah telepon umum, awan hitam menggantung, makin lama makin memekat. Awan hitam menghadang dan perlahan menelan birunya langit. Namun Ray tak peduli. Ray sungguh bahagia sekali.
***
Malam harinya, sebelum tidur, Ray memasang alarm pada telepon genggam. Jam empat tepat. Ray tak ingin terlambat.
Ray menyapukan pandangan ke sekeliling kamar, ia dapat melihat Cut Meutia dan Adriana di situ. Di luar jendela, pada jalan-jalan batu, Ray dapat membayangkan ia dan keluarganya bergandengan tangan, menyusuri jalan bersalju. Adriana akan senang sekali melihat salju, pikir Ray. Dan Cut Meutia tak akan bosan menunjuk gedung-gedung tua dan mengagumi bunga-bunga di musim semi nanti.
Ia sudah memasukkan termos tehnya di sisi ransel, dan sleeping bag ke dalamnya. Semua sudah siap, pikir Ray, esok ia akan membawa tas dan boneka itu pulang. Cut Meutia dan Adriana tentu akan senang sekali.
Ray membayangkan wajah istri dan anaknya terkejut menerima hadiah darinya nanti, senyuman melekat dibibirnya hingga ia jatuh tertidur.
Hampir pukul empat pagi, Ray dibangunkan oleh dering telepon genggamnya. Bukan alarm, pikir Ray, namun dering telepon. Dengan mengantuk, Ray menekan tombol bergambar telepon berwarna hijau.
“Ya?”
“Ray, Ray, ini ayah.” Terburu-buru suara di seberang.
Ayahnya tak pernah menelepon untuk sesuatu yang tak penting, pikir Ray. Selama ia berkuliah di Inggris, ayahnya tak pernah meneleponnya sama sekali.
“Ayah, ada apa?”
“Ray harus kuatkan hati, harus tabah.”
“Ayah, ada apa?” kali ini Ray duduk dari tidurnya.
“Tsunami di Aceh, Nak. Air bah besar dan gempa bumi. Tak ada yang bisa ayah hubungi. Belum tahu kabar Cut dan Adriana.”
Ray ternganga. Ini hanya mimpi buruk, ini hanya mimpi buruk, riuh benaknya.
“Ray … Ray … kamu harus kuat, Nak. Banyak berzikir. Kami di Jakarta masih menunggu kabar.”
Ray membisu. Matanya tertumpu pada foto berbingkai perak di sudut meja belajarnya. Foto terbaru Cut Meutia dan Adriana yang ia punya. Di foto itu Cut Meutia dan Adriana tersenyum bahagia. Ray memandangi rambut Adriana yang ikal hitam kepirangan, tangan kecilnya yang seolah menggapai padanya. Dan mata Cut Meutia yang biru keabu-abuan menatap padanya lembut.
“Ray, jika bisa akses internet, bukalah berita, Nak,” suara ayahnya terdengar sangat jauh. Seolah tak nyata, bergema dari lorong yang gelap.
Ray menyentuh pipinya. Ia harus bercukur dan memangkas rambutnya yang gondrong. Ia harus terlihat rapi dan bersih ketika nanti menjemput Cut Meutia dan Adriana.
Ray berdehem, melenyapkan bisu dari tenggorokannya.
“Ayah, tak usah khawatir. Cut dan Adriana baik-baik saja. Mereka akan datang ke sini tak lama lagi. Hanya sekejap lagi.”
Lamat-lamat Ray mendengar ayahnya menyebut-nyebut nama Allah. Dengan tubuh dan tangan gemetar, Ray mematikan sambungan telepon.
Sedetik kemudian telepon genggam di tangannya bergetar dan suara alarm terdengar. Ray menatap nanar pada layar telepon, membaca catatan yang tadi malam ia tuliskan: Berburu hadiah untuk Cut dan Adriana. Lekas pergi antri!
Ray menatap tas ransel yang telah ia siapkan, juga helm sepeda yang sudah ia letakkan tak jauh dari tasnya. Ini boxing-day, pikir Ray, hadiah untuk Cut Meutia dan Adriana telah menunggunya. Ia tak ingin terlambat, tak ingin kedahuluan orang-orang. Ray tahu, ia harus bersiap pergi saat itu juga. Bergegas ia berpakaian, lengkap dengan jaket hangat, topi dan sarung tangan. Kemudian ia menyambar tas dan helm sepedanya.
Ray tahu ia harus menembus pekat malam, dingin salju dan gigil angin, demi dan hanya demi Cut Meutia dan Adriana.
Lancaster, September 2011
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar