Ragdi F. Daye *
http://www.harianhaluan.com/
Rinai Kabut Singgalang (RKS) karya Muhammad Subhan terbit pada Januari 2011 menyemarakkan dunia sastra Indonesia. Novel ini seperti gabungan antara novel semibiografis dan novel islami, hanya saja menggunakan gaya bahasa klasik, seperti karya sastra Indonesia paruh pertama abad 20. Novel ini membawa ingatan saya pada gaya tutur roman Siti Nurbaya atau pun Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck; gaya bahasa yang mendayu-dayu seperti puisi dan cenderung menggunakan kalimat inversi—predikat mendahului subjek.
Muhammad Subhan secara tidak langsung telah memberi sinyal bahwa novelnya ini memang sangat terinpirasi—atau terobsesi?—dengan karya-karya Buya Hamka. Di awal buku, kita disuguhkan kutipan buku Hamka, “Seni tidak ada kalau cinta tidak ada. Apa sebabnya ada keindahan? Sebabnya ialah karena adanya cinta. Dengan cinta alam diciptakan. Tiap awal Quran dimulai dengan ‘Bismillahirrahmanirrahim’. Di atas nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Itulah kunci rahasia cinta di alam ini. Timbulnya perasaan halus ialah karena cinta. Segala seni yang tinggi, syair, musik, lukisan, adalah laksana rumus untuk membuktikan adanya Yang Rahman dan Yang Rahim, Sumber Segala Cinta.” Selain itu, buku-buku Hamka berulang-ulang disebut oleh tokoh Fikri dan Yusuf di dalam cerita. Bahkan, judul novel Fikri yang best seller adalah Merantau ke Padang, sangat mirip dengan karangan Hamka, Merantau ke Deli. Kisah hidup Fikri pun mempunyai pertalian erat dengan romantisme Zainuddin dan Hayati.
Novel ini berkisah tentang seorang pemuda bernama Fikri yang keturunan Aceh-Minang (Pasaman). Setelah ayahnya meninggal—tanggal 12 Juli 1995—Fikri pergi merantau ke Padang. Ibunya yang mulai sakit-sakitan tinggal bersama Annisa, adiknya. Sebelum ke Padang, Fikri terlebih dahulu pergi ke kampung ibunya dan bertemu dengan pamannya yang dipasung karena mengalami gangguan jiwa, Mak Safri. Dia cukup betah tinggal di kampung yang terletak di kaki Gunung Talamau itu, hingga kemudian ketidaksenangan sejumlah pemuda setempat membuatnya kembali pada misinya semula: Kuliah di IAIN. Sahabat barunya bernama Yusuf menghadiahinya tiga buah buku karangan Hamka, yaitu Merantau ke Deli, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan Tenggelamnya kapal Van Der Wijck. Sesampai di Padang, Fikri terluka karena membantu seorang gadis yang dicopet. Gadis itu bernama Rahima, putri Bu Aisyah yang pernah satu bus dengannya dari Aceh dulu.
Atas bantuan Bu Aisyah, Fikri mendapat orang tua angkat di Teluk Bayur, yakni Pak Usman dan Bu Rohana. Antara Fikri dan Rahima talah tumbuh rasa cinta, namun tidak diungkapkan. Barulah di akhir tahun 2004, ketika tsunami menerjang Aceh, termasuk keluarga Fikri, Rahima berterus terang tentang perasaannya melalui sepucuk surat. Pada waktu itu dia hendak dijodohkan oleh kakaknya, Ningsih, yang tinggal di Jakarta. Fikri pergi ke Aceh sebagai relawan dan bertemu dengan Annisa yang sakarat.
Sekembalinya ke Padang, Fikri melamar Rahima melalui Yusuf yang telah meninggalkan Kajai karena batal menikah. Ningsih menolak, dan Bu Aisyah yang sakit-sakitan karena melihat pertengkaran anak-anaknya meninggal dunia. Rahima pun dibawa kakaknya ke Jakarta dan dinikahkan. Fikri yang patah hati kemudian mengarang novel berjudul Merantau ke Padang. Novel itu menjadi best seller, dicetak ulang, dan Fikri pun terkenal. Setelah kuliahnya selesai, dia pindah ke Bukittinggi untuk meneruskan karir kepengarangannya. Novel terbarunya Ode di Tanah Penantian kembali meledak di pasaran dan difilmkan.
Sementara itu, rumah tangga Rahima mengalami krisis dan berujung pada perceraian. Ketika Fikri ke Jakarta menghadiri pemutaran film Ode di Tanah Penantian Rahima melihatnya. Dia pun gundah gulana dan jatuh sakit. Fikri yang telah balik ke Bukittinggi mendapat surat dari Ningsih yang memohon maaf dan memintanya menengok Rahima. Fikri pun ke Jakarta dan membawa Rahima ke Padang. Namun, pesawat yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan ketika mendarat di bandara. Ningsih berserta suami dan anak-anaknya tewas. Fikri yang luka parah meminta Yusuf membawanya ke sebuah rumah impiannya di Koto Baru, Padang Panjang. Sebelum meninggal, dia ‘mewasiatkan’ Yusuf agar menikahi Rahima.
Kisah dan gaya bercerita RKS telah mengembalikan kita pada khazanah sastra klasik yang penuh dengan resapan-resapan pelajaran kehidupan, walau ditingkahi duka cita berurai air mata dan adegan yang cenderung melodramatis. Kerinduan para pecinta sastra akan karya yang sedap dibaca dan langsung dapat dipetik hikmahnya, terobati dengan kehadiran novel yang segera dicetak ulang ini.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan sebuah karya sastra disukai pembaca, di antaranya adalah ketika karya tersebut dapat merepresentasikan diri pembaca dengan adanya kedekatan emosi dan mampunya karya tersebut menampilkan gagasan dan harapan terdalam dari diri pembaca. Kebanyakan orang sangat senang merefleksikan diri dengan hal yang diminatinya, termasuk atas karya sastra. Bila bukan karena adanya kesamaan nasib dengan tokoh yang dihidupkan di dalam cerita, biasanya hati pembaca tertambat pada jalinan kisah yang menyerupai hasrat dan impiannya.
RKS berhasil mengaduk-aduk tiga hal yang sangat potensial untuk merebut perhatian pembaca, yakni luka, cinta, dan cita-cita. Para pembaca yang berhati sehalus sutra akan terpiuh-piuh perasaannya membaca getirnya kehidupan Fikri. Kemalangan hidup Fikri begitu memilukan, sementara keberuntungannya yang dapat keluar dari kesulitan hidup dan meraih cita-cita terasa amat mengharukan. Motivasi Fikri yang begitu besar untuk kuliah dapat menggugah pembaca yang suka kisah-kisah inspiratif. Jalan cerita yang linier dan mudah dicerna dirangkai dengan gaya bahasa yang elok dan cenderung puitis membuat novel ini mudah dinikmati siapa pun.
Apabila dicermati, di balik semua kemalangan hidupnya yang mengundang simpati, sosok Fikri ternyata terlalu ‘sempurna’. Kecuali berasal dari keluarga miskin dan orang tua terbuang dari kaum, dia adalah pemuda yang gagah, berakhlak baik, taat dan punya ilmu agama, rajin, lemah lembut, berpikiran maju, serta pintar mengarang sehingga menjadi penulis terkenal. Apa yang dialami Fikri terkesan lempeng, begitu lurus tanpa banyak rintangan sehingga sosok Fikri menjadi begitu romantis. Kisah hidup Fikri setelah menjadi pengarang terkenal yang diundang ke mana-mana dan menginap di hotel mewah, serasa dongeng yang kelewat indah.
Konflik di dalam RKS lebih dominan berupa konflik emosional yang melibatkan relasi antartokoh. Di bagian awal sempat digambarkan konflik budaya (adat) yang melatari kehidupan orang tua Fikri, dan polah tingkah Fikri yang berbudi pekerti baik menunjukkan adatnya sebagai orang berbangsa. Konflik yang lebih komplet dan ruwet nyaris tidak kita temukan. Semuanya berjalan ‘lancar’ tanpa degresi. Barangkali ini dapat dimaklumi karena ‘obsesi Hamka’ tadi. Aneka kemalangan dan kematian yang jatuh mendera Fikri dan tokoh-tokoh di seputar kehidupannya semakin mempertajam konflik emosional di dalam cerita.
Pesona lain yang ditawarkan Rinai Kabut Singgalang adalah keindahan negeri yang menjadi latarnya, yakni Sumatra Barat. Ah, andai Gamawan Fauzi masih menjadi gubernur Sumatra Barat, tentu Bapak Yang Terhormat itu terpaksa menggigit lidah sendiri karena tidak hanya Andrea Hirata yang berhasil mempromosikan kampung halamannya Pulau Belitong lewat Laskar Pelangi, Muhammad Subhan pun mampu berbuat serupa dengan mempromosikan keindahan alam Ranah Minang melalui novelnya ini. Dan, jika instansi kepariwisataan Sumbar cukup kreatif, novel ini bisa juga mendongkrak popularitas Tour de Singkarak seandainya dijadikan suvenir.
Bagi orang Minang yang tinggal di rantau, RKS dapat menjadi pengobat rindu pada kampung halaman. Lewat perjalanan Fikri, kita ikut dibawa ke tempat-tempat eksotis, seperti Gunung Talamau, Danau Maninjau, Bukittinggi, Padang Panjang, Lembah Anai, Pantai Padang, dan tentu saja daerah antara Gunung Merapi dan Gunung Singgalang. Bagi orang Minang yang tinggal di Sumbar pun, novel ini tentu membanggakan karena memuat tempat-tempat indah yang menjadi ikon keistimewaan negri. Patut juga untuk dilagakkan pada orang luar daerah.
Selain tempat-tempat yang tak terlupakan, RKS juga membawa pembacanya untuk mengenang orang-orang besar dari Sumbar, seperti Buya Hamka yang rumah masa kecilnya disinggahi Fikri di Maninjau dan Bung Hatta sang tokoh proklamator yang rumah kelahirannya dijadikan lokasi peninggalan sejarah di Bukittinggi. Sebagai pembaca, kita seperti diingatkan bahwa ranah ini pernah menyumbangkan orang-orang besar bagi republik tercinta.
Tak hanya tokoh yang telah meninggal, RKS juga menghadirkan legenda hidup, yakni Taufiq Ismail, penyair gaek yang terkenal dengan sajak-sajak bersahaja penuh makna. Rumah Puisi di Aie Angek, Kabupaten Tanah Datar, tempat penulis RKS beraktivitas juga turut diceritakan. Pikiran iseng saya sempat bertanya-tanya, “Apakah Fikri sempat bertemu dengan Muhammad Subhan seperti Kerim Alakuºo”lu bersahabat dengan Orhan Pamuk sang pengarang Snow?”
Alur merupakan unsur yang sangat penting bagi prosa. Cerita yang sederhana dapat menjadi luar biasa ketika dikemas dengan rangkaian peristiwa yang menarik. RKS memakai alur maju yang konvensional. Alur seperti ini sangat berisiko membuat cerita jadi membosankan. Jalan keluar yang paling tepat adalah memberikan kejutan-kejutan sehingga pembaca tetap penasaran dan bersemangat membaca cerita hingga titik terakhir. Pengarang novel ini telah melakukannya dengan memberikan kejutan-kejutan di sejumlah bagian cerita. Kepenasaranan pembaca tentu terpelihara dengan menunggu-nunggu bagaimana akhir kisah cinta Fikri – Rahima.
Sebagai novel, RKS telah digarap dengan baik dan menunjukkan kerja keras pengarangnya. Susah membayangkan bisa merangkum konflik cerita dengan aneka peristiwa faktual, melengkapi dengan kearifan lokal, dan tetap ‘menjual’ pesona wisata. Muhammad Subhan patut diapresiasi sebagai sastrawan yang bersungguh-sungguh!
Namun demikian, ada beberapa hal yang cukup mengganggu ketika saya membaca novel ini. Pertama adalah munculnya peristiwa-peristiwa kebetulan, misalnya ketika Fikri tiba di Kota Padang dan menyaksikan pencopetan atas Rahima. Bagi saya adegan itu sangat tidak natural. Ada kebetulan-kebetulan lain yang mendukung keutuhan cerita namun terasa sekali aspek dramatisnya, seperti ketika Fikri bertemu Annisa yang sudah sekarat akibat tsunami dan Rahima melihat Fikri yang telah terkenal di Jakarta.
Masuknya Tragedi Tsunami Aceh 2004 juga terasa dipaksakan agar kegetiran hidup Fikri semakin tak terkatakan. Saya telah menghitung-hitung dan menemukan ada bagian kisah yang hilang—menyebabkan lubang pada alur—yakni rentang kepergian Fikri merantau ke Padang hingga peristiwa tsunami Aceh. Fikri pergi merantau tak lama setelah ayahnya meninggal (tahun 1995), sebelum ke Padang dia singgah di Kajai dan sempat tinggal sebentar. Akhir 1995 atau pada tahun 1996 dia tinggal di Padang dan pada saat itu Rahima masih duduk di madrasah aliyah. Cerita melompat ke tahun 2004, saat rasa cinta Rahima dan Fikri diungkap, artinya delapan tahun kemudian. Waktu delapan tahun tentu tidak sebentar. Namun tidak dijelaskan apa yang terjadi, apakah Fikri telah mulai kuliah dan bagaimana dengan Rahima?
Selain itu, keberuntungan Fikri yang mengarang dan menerbitkan novel hingga menjadi pengarang terkenal juga membuat saya bertanya-tanya, novel seperti apa yang dikarang Fikri sehingga bisa sehebat itu? Apakah tokoh Fikri sedikit terinspirasi dengan kesuksesan Habiburahman el Shirazy, Andrea Hirata, atau Ahmad Fuadi?
Namun sudahlah, namanya juga novel, bukan? Fiksi! Semoga dapat menjadi alternatif bacaan bagi para pelajar, mahasiswa, guru, ibu rumah tangga, petani, pengusaha, penulis lain, wartawan, pejabat, atau koruptor. Setiap pencapaian pasti akan mendapat tempat. Salut untuk Muhammad Subhan!
_______________12 Juni 2011
*) Sastrawan tinggal di Padang
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar