Jumat, 18 November 2011

Melodrama Hamka dalam Raun Sebalik

Ragdi F. Daye *
http://www.harianhaluan.com/

Rinai Kabut Singgalang (RKS) karya Muhammad Subhan terbit pada Januari 2011 me­nye­marakkan dunia sastra Indonesia. Novel ini seperti gabungan antara novel semi­biografis dan novel islami, hanya saja menggunakan gaya bahasa klasik, seperti karya sastra Indonesia paruh pertama abad 20. Novel ini membawa ingatan saya pada gaya tutur roman Siti Nurbaya atau pun Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck; gaya bahasa yang men­dayu-dayu seperti puisi dan cenderung menggunakan kali­mat inversi—predikat menda­hului subjek.

Muhammad Subhan secara tidak langsung telah memberi sinyal bahwa novelnya ini memang sangat terinpirasi—atau terobsesi?—dengan karya-karya Buya Hamka. Di awal buku, kita disuguhkan kutipan buku Hamka, “Seni tidak ada kalau cinta tidak ada. Apa sebabnya ada keindahan? Sebabnya ialah karena adanya cinta. Dengan cinta alam diciptakan. Tiap awal Quran dimulai dengan ‘Bismillahir­rah­manirrahim’. Di atas nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Itulah kunci rahasia cinta di alam ini. Timbulnya perasaan halus ialah karena cinta. Segala seni yang tinggi, syair, musik, lukisan, adalah laksana rumus untuk mem­buktikan adanya Yang Rahman dan Yang Rahim, Sumber Segala Cinta.” Selain itu, buku-buku Hamka berulang-ulang disebut oleh tokoh Fikri dan Yusuf di dalam cerita. Bahkan, judul novel Fikri yang best seller adalah Merantau ke Padang, sangat mirip dengan karangan Hamka, Merantau ke Deli. Kisah hidup Fikri pun mempunyai pertalian erat dengan romantisme Zainuddin dan Hayati.

Novel ini berkisah tentang seorang pemuda bernama Fikri yang keturunan Aceh-Minang (Pasaman). Setelah ayahnya meninggal—tanggal 12 Juli 1995—Fikri pergi merantau ke Padang. Ibunya yang mulai sakit-sakitan tinggal bersama Annisa, adiknya. Sebelum ke Padang, Fikri terlebih dahulu pergi ke kampung ibunya dan bertemu dengan pamannya yang dipasung karena meng­alami gangguan jiwa, Mak Safri. Dia cukup betah tinggal di kampung yang terletak di kaki Gunung Talamau itu, hingga kemudian ketidaksenangan sejumlah pemuda setempat membuatnya kembali pada misinya semula: Kuliah di IAIN. Sahabat barunya ber­nama Yusuf menghadiahinya tiga buah buku karangan Hamka, yaitu Merantau ke Deli, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan Tenggelamnya kapal Van Der Wijck. Sesampai di Padang, Fikri terluka karena membantu seorang gadis yang dicopet. Gadis itu bernama Rahima, putri Bu Aisyah yang pernah satu bus dengannya dari Aceh dulu.

Atas bantuan Bu Aisyah, Fikri mendapat orang tua angkat di Teluk Bayur, yakni Pak Usman dan Bu Rohana. Antara Fikri dan Rahima talah tumbuh rasa cinta, namun tidak diungkapkan. Barulah di akhir tahun 2004, ketika tsunami menerjang Aceh, termasuk keluarga Fikri, Rahima berterus terang tentang perasaannya melalui sepucuk surat. Pada waktu itu dia hendak dijo­dohkan oleh kakaknya, Ningsih, yang tinggal di Jakarta. Fikri pergi ke Aceh sebagai relawan dan bertemu dengan Annisa yang sakarat.

Sekembalinya ke Padang, Fikri melamar Rahima melalui Yusuf yang telah meninggalkan Kajai karena batal menikah. Ningsih menolak, dan Bu Aisyah yang sakit-sakitan karena melihat pertengkaran anak-anaknya meninggal dunia. Rahima pun dibawa kakaknya ke Jakarta dan dinikahkan. Fikri yang patah hati kemudian mengarang novel berjudul Merantau ke Padang. Novel itu menjadi best seller, dicetak ulang, dan Fikri pun terkenal. Setelah kuliahnya selesai, dia pindah ke Bukittinggi untuk meneruskan karir kepenga­rangannya. Novel terbarunya Ode di Tanah Penantian kem­bali meledak di pasaran dan difilmkan.

Sementara itu, rumah tang­ga Rahima mengalami krisis dan berujung pada perceraian. Ketika Fikri ke Jakarta meng­hadiri pemutaran film Ode di Tanah Penantian Rahima melihatnya. Dia pun gundah gulana dan jatuh sakit. Fikri yang telah balik ke Bukittinggi mendapat surat dari Ningsih yang memohon maaf dan memintanya menengok Rahi­ma. Fikri pun ke Jakarta dan membawa Rahima ke Padang. Namun, pesawat yang mereka tumpangi mengalami kecelaka­an ketika mendarat di bandara. Ningsih berserta suami dan anak-anaknya tewas. Fikri yang luka parah meminta Yusuf membawanya ke sebuah rumah impiannya di Koto Baru, Padang Panjang. Sebelum meninggal, dia ‘mewasiatkan’ Yusuf agar menikahi Rahima.

Kisah dan gaya bercerita RKS telah mengembalikan kita pada khazanah sastra klasik yang penuh dengan resapan-resapan pelajaran kehidupan, walau ditingkahi duka cita berurai air mata dan adegan yang cenderung melodramatis. Kerinduan para pecinta sastra akan karya yang sedap dibaca dan langsung dapat dipetik hikmahnya, terobati dengan kehadiran novel yang segera dicetak ulang ini.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan sebuah karya sastra disukai pembaca, di antaranya adalah ketika karya tersebut dapat mere­pre­sen­tasikan diri pembaca dengan adanya kedekatan emosi dan mampunya karya tersebut menampilkan gagasan dan harapan terdalam dari diri pembaca. Kebanyakan orang sangat senang merefleksikan diri dengan hal yang dimina­tinya, termasuk atas karya sastra. Bila bukan karena adanya kesamaan nasib dengan tokoh yang dihidupkan di dalam cerita, biasanya hati pembaca tertambat pada jali­nan kisah yang menyerupai hasrat dan impiannya.

RKS berhasil mengaduk-aduk tiga hal yang sangat potensial untuk merebut per­hatian pembaca, yakni luka, cinta, dan cita-cita. Para pembaca yang berhati sehalus sutra akan terpiuh-piuh pera­saannya membaca getirnya kehidupan Fikri. Kemalangan hidup Fikri begitu memilukan, sementara keberuntungannya yang dapat keluar dari kesu­litan hidup dan meraih cita-cita terasa amat mengharukan. Motivasi Fikri yang begitu besar untuk kuliah dapat menggugah pembaca yang suka kisah-kisah inspiratif. Jalan cerita yang linier dan mudah dicerna dirangkai dengan gaya bahasa yang elok dan cenderung puitis membuat novel ini mudah dinikmati siapa pun.

Apabila dicermati, di balik semua kemalangan hidupnya yang mengundang simpati, sosok Fikri ternyata terlalu ‘sempurna’. Kecuali berasal dari keluarga miskin dan orang tua terbuang dari kaum, dia adalah pemuda yang gagah, berakhlak baik, taat dan punya ilmu agama, rajin, lemah lembut, berpikiran maju, serta pintar mengarang sehingga menjadi penulis terkenal. Apa yang dialami Fikri terkesan lempeng, begitu lurus tanpa banyak rintangan sehingga sosok Fikri menjadi begitu romantis. Kisah hidup Fikri setelah menjadi pengarang terkenal yang diundang ke mana-mana dan menginap di hotel mewah, serasa dongeng yang kelewat indah.

Konflik di dalam RKS lebih dominan berupa konflik emosional yang melibatkan relasi antartokoh. Di bagian awal sempat digambarkan konflik budaya (adat) yang melatari kehidupan orang tua Fikri, dan polah tingkah Fikri yang berbudi pekerti baik menunjukkan adatnya sebagai orang berbangsa. Konflik yang lebih komplet dan ruwet nyaris tidak kita temukan. Semuanya berjalan ‘lancar’ tanpa degresi. Barangkali ini dapat dimak­lumi karena ‘obsesi Hamka’ tadi. Aneka kemalangan dan kematian yang jatuh mendera Fikri dan tokoh-tokoh di seputar kehidupannya semakin mempertajam konflik emosi­onal di dalam cerita.

Pesona lain yang ditawarkan Rinai Kabut Singgalang adalah keindahan negeri yang menjadi latarnya, yakni Sumatra Barat. Ah, andai Gamawan Fauzi masih menjadi gubernur Suma­tra Barat, tentu Bapak Yang Terhormat itu terpaksa meng­gigit lidah sendiri karena tidak hanya Andrea Hirata yang berhasil mempromosikan kampung halamannya Pulau Belitong lewat Laskar Pelangi, Muhammad Subhan pun mam­pu berbuat serupa dengan mempromosikan keindahan alam Ranah Minang melalui novelnya ini. Dan, jika instansi kepariwisataan Sumbar cukup kreatif, novel ini bisa juga mendongkrak popularitas Tour de Singkarak seandainya dija­dikan suvenir.

Bagi orang Minang yang tinggal di rantau, RKS dapat menjadi pengobat rindu pada kampung halaman. Lewat perjalanan Fikri, kita ikut dibawa ke tempat-tempat eksotis, seperti Gunung Tala­mau, Danau Maninjau, Bukit­tinggi, Padang Panjang, Lembah Anai, Pantai Padang, dan tentu saja daerah antara Gunung Merapi dan Gunung Singga­lang. Bagi orang Minang yang tinggal di Sumbar pun, novel ini tentu membanggakan kare­na memuat tempat-tempat indah yang menjadi ikon keistimewaan negri. Patut juga untuk dilagakkan pada orang luar daerah.

Selain tempat-tempat yang tak terlupakan, RKS juga membawa pembacanya untuk mengenang orang-orang besar dari Sumbar, seperti Buya Hamka yang rumah masa kecilnya disinggahi Fikri di Maninjau dan Bung Hatta sang tokoh proklamator yang rumah kelahirannya dijadikan lokasi peninggalan sejarah di Bukit­tinggi. Sebagai pembaca, kita seperti diingatkan bahwa ranah ini pernah menyumbangkan orang-orang besar bagi republik tercinta.

Tak hanya tokoh yang telah meninggal, RKS juga meng­hadirkan legenda hidup, yakni Taufiq Ismail, penyair gaek yang terkenal dengan sajak-sajak bersahaja penuh makna. Ru­mah Puisi di Aie Angek, Kabupaten Tanah Datar, tempat penulis RKS beraktivitas juga turut diceritakan. Pikiran iseng saya sempat bertanya-tanya, “Apakah Fikri sempat bertemu dengan Muhammad Subhan seperti Kerim Alakuºo”lu bersahabat dengan Orhan Pamuk sang pengarang Snow?”

Alur merupakan unsur yang sangat penting bagi prosa. Cerita yang sederhana dapat menjadi luar biasa ketika dikemas dengan rangkaian peristiwa yang menarik. RKS memakai alur maju yang kon­vensional. Alur seperti ini sangat berisiko membuat cerita jadi membosankan. Jalan keluar yang paling tepat adalah memberikan kejutan-kejutan sehingga pembaca tetap pena­saran dan bersemangat mem­baca cerita hingga titik terakhir. Pengarang novel ini telah melakukannya dengan mem­berikan kejutan-kejutan di sejumlah bagian cerita. Kepe­nasaranan pembaca tentu terpelihara dengan menunggu-nunggu bagaimana akhir kisah cinta Fikri – Rahima.

Sebagai novel, RKS telah digarap dengan baik dan me­nunjukkan kerja keras penga­rangnya. Susah membayangkan bisa merangkum konflik cerita dengan aneka peristiwa faktual, melengkapi dengan kearifan lokal, dan tetap ‘menjual’ pesona wisata. Muhammad Subhan patut diapresiasi sebagai sas­trawan yang bersungguh-sung­guh!

Namun demikian, ada be­berapa hal yang cukup meng­ganggu ketika saya membaca novel ini. Pertama adalah munculnya peristiwa-peristiwa kebetulan, misalnya ketika Fikri tiba di Kota Padang dan menyaksikan pencopetan atas Rahima. Bagi saya adegan itu sangat tidak natural. Ada kebetulan-kebetulan lain yang mendukung keutuhan cerita namun terasa sekali aspek dramatisnya, seperti ketika Fikri bertemu Annisa yang sudah sekarat akibat tsunami dan Rahima melihat Fikri yang telah terkenal di Jakarta.

Masuknya Tragedi Tsunami Aceh 2004 juga terasa dipak­sakan agar kegetiran hidup Fikri semakin tak terkatakan. Saya telah menghitung-hitung dan menemukan ada bagian kisah yang hilang—menye­babkan lubang pada alur—yakni rentang kepergian Fikri me­rantau ke Padang hingga peris­tiwa tsunami Aceh. Fikri pergi merantau tak lama setelah ayahnya meninggal (tahun 1995), sebelum ke Padang dia singgah di Kajai dan sempat tinggal sebentar. Akhir 1995 atau pada tahun 1996 dia tinggal di Padang dan pada saat itu Rahima masih duduk di mad­rasah aliyah. Cerita melom­pat ke tahun 2004, saat rasa cinta Rahima dan Fikri diung­kap, artinya delapan tahun kemudian. Waktu delapan tahun tentu tidak sebentar. Namun tidak dijelaskan apa yang terjadi, apakah Fikri telah mulai kuliah dan bagaimana dengan Rahima?

Selain itu, keberuntungan Fikri yang mengarang dan menerbitkan novel hingga menjadi pengarang terkenal juga membuat saya bertanya-tanya, novel seperti apa yang dikarang Fikri sehingga bisa sehebat itu? Apakah tokoh Fikri sedikit terinspirasi dengan kesuksesan Habiburahman el Shirazy, Andrea Hirata, atau Ahmad Fuadi?

Namun sudahlah, namanya juga novel, bukan? Fiksi! Semoga dapat menjadi alternatif bacaan bagi para pelajar, mahasiswa, guru, ibu rumah tangga, petani, pengusaha, penulis lain, wartawan, pejabat, atau koruptor. Setiap penca­paian pasti akan mendapat tempat. Salut untuk Muham­mad Subhan!

_______________12 Juni 2011
*) Sastrawan tinggal di Padang

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar