Beni Setia
Pikiran Rakyat, 12 Des 2010
SECARA sederhana, apa yang diributkan sebagai politik sastra itu (barangkali) cuma merujuk ke semacam manipulasi kuasa nonsastra untuk menegakkan otonomi sastra. Baik dengan memanfaatkan modal, dominasi, maupun pemaksaan kriteria sastrawi dengan ditunjang referensi yang luas untuk sekadar melakukan pengangkangan selera keredaksian media massa. Yang menyebabkan hadir sebuah model ekspresi, corak estetika, dan kriteria kebermutuan karya sastra dominan, yang diperkenalkan c.q. teks kritik dan paparan esai sehingga terbentuk preferensi redaksional seni budaya di media massa yang intoleran pada karya yang tak sesuai standar eksklusif tersebut.
Dengan dramatisasi, hal itu menyebabkan terbentuk isu telah terlahir satu model karya ideal, model ideal yang nyaris tidak mengizinkan hadirnya model ekspresi, corak estetika, serta kriteria kebermutuan karya yang berbeda. Yang diandaikan selalu operasional ketika terjadi praktik seleksi naskah di media massa yang dikuasai si pihak eksklusif ataupun penulisan kritik yang menegaskan karya sastra yang bisa ditoleransi sebagai teks yang sesuai kriteria sambil mengutip aneka referensi-dengan tak mengatakan apa-apa pada teks yang dianggap kurang bermutu dan (bahkan) tidak bermutu sama sekali.
Tindakan “menghalalkan cara” di dalam rangka memuliakan corak sastra alternatif — sehingga tampil hampir menjadi corak sastra dominan pada masa kini. Hal yang bagi mereka sendiri tidak berlebih, meskipun bagi yang lain itu dianggap sangat berlebih, diskriminatif, bahkan. Hanya dianggap satu perayaan dari upaya penemuan atau terobosan eksperimentasi sastra — terlepas dari hasilnya orisinal atau cuma pseudo, seperti yang orang Sunda artikulasikan sebagai, mikung, tetapi pembacaan efeknya di ruang publik menyarankan itu sebagai upaya sadar melakukan homogenisasi ekspresi dan estetika sastra mutakhir. Ihwal yang menyebabkan arah atau potensi perkembangan sastra ditelikung, terdominasi, bahkan diapresiasi sebagai telah terjadinya sakralisasi yang dilengkapi pemeo, menjadi seperti inilah atau diabaikan. Akan tetapi, siapa yang mengabaikan? Kenapa?
Kenyataannya, tidak ada pihak otoritatif yang benar-benar dominan dan amat berkuasa untuk mengabaikan yang tak sesuai dengan kriteria yang ditentukan mereka sendiri. Bagi saya, yang begitu tampaknya hanya bisa dibangkitkan oleh rekonstruksi pikiran biner yang mengandaikan bila lu bukan kawan ya gue lawan, tanpa nuansa. Karena suatu tindakan sepihak yang semena-mena menerapkan asumsi nilai eksklusif akan mengabaikan fenomena multinilai yang berserentakan hadir dan spontan minta dimaknai, yang juga aktif melakukan penilaian untuk mengukuhkan keberadaannya.
Tak mungkin bisa leluasa untuk sengaja meminggirkan yang tidak sesuai kriteria dan karenanya hanya pantas berada di level bawah standar atau malahan sama sekali tak memenuhi persyaratan minimal. Tindakan otoritarian yang sangat tak menghargai upaya menegakkan dan menghargai perbedaan. Itu tindakan tidak produktif yang melahirkan penentangan pada upaya mengandalkan power untuk menekan yang tak berdaya sebagai pihak inferior yang pantas dimarginalkan dalam tradisi kompetisi bebas neoliberal. Hegemoni semacam itu hanya kesimpulan orang yang berpikiran biner lu atau gua di tengah semangat multiestetika, selalu bisa dieksplorasi.
Yang mungkin terjadi adalah satu corak estetika tiba-tiba jadi sangat populer dan dianut banyak pihak sehingga menjelma menjadi trendsetter, sesuatu yang tidak bisa dimanipulasi karena menyangkut kesiapan apresiator karya yang ditawarkan.
**
DENGAN pola biner akan terbentuk asumsi sedang dan telah terjadi satu prosesi pembonsaian yang akhir-akhir ini suka diidentifikasi dalam termin “dominasi sastra”, upaya sadar terencana memarginalkan corak dan genre sastra lain. Yang mendominasi kecenderungan redaksional lembaran sastra budaya media massa, baik secara fisikal kehadiran orang atau sekadar sugesti yang menata kecondongan preferensial pseudo konsensus tentang wujud teks bermutu dengan merujuk ke estetika sastra dominan yang menyebabkan redaktur media massa di luar lingkaran penunjang pun condong ke genre sastra dominan. Benarkah seburuk itu? Apakah memang tidak ada lagi alternatif untuk corak estetika sastra lain?
Jawabannya perlu dua pengandaian. Pertama, selama yang merasa dimarginalkan itu rindu ingin diakui pihak eksklusif, ia selalu tampak membenci, tetapi dengan harapan akan diakui-meski ia tetap menulis sesuai kriteria sastra dominan. Gugatan agresif yang diteriakkannya itu sekadar mempertanyakan kapan ya giliran saya projek “cari muka” sambil berakting gigih menggugat keabsahannya kriteria sastra dominan, sambil aktif agresif menunjukkan ke-mikung-an pihak yang kini sudah jadi si teridentifikasi sesuai kriteria. Ketermarginalan itu diapresiasi sebagai cobaan, modul tantangan sehingga ia terus aktif menulis sesuai dengan kriteria, sastra dominan tetap dijadikan anutan.
Kedua, ketika seseorang sudah tidak bergantung kepada kriteria sastra dominan, pada pengakuan penguasa sastra dominan, ia percaya kalau sastra dominan itu tidak akan bisa mendominasi dirinya. Sastra dominan hanya dianggap pengajuan satu corak sastra alternatif yang berada pada level bisa dipertimbangkan, tak perlu loyal diikuti. Hanya cakrawala kemungkinan untuk dieksplorasi. Oleh karenanya, ia tidak mungkin “mendewakannya” dengan menghilangkan segala corak sastra yang berbeda. Semua kemungkinan estetika sastra tetap dipertimbangkan karena akan membuatnya bebas melakukan eksplorasi bentuk ucap dan pilihan materi ungkap yang mendorong menulis dengan corak sastra yang diyakininya, lantas memublikasikannya ke media massa mana saja, bahkan ke media massa si penunjang sastra dominan.
Kenyataannya, di luar estetika dominan dan media massa penunjangnya itu masih banyak media massa yang kebijaksanaan redaksionalnya tetap otonom. Akan tetapi, apa pihak yang agresif melakukan penentangan kepada sastra dominan itu memahami keberadaan pihak yang mempunyai corak estetika serta objektivitas redaksional agar tidak berat sebelah yang selalu bersiteguh menjamin kehadiran yang multiestetika, yang berani menjaga netralitas dan terbuka kepada segala macam estetika? Akan tetapi, apa pihak yang merasa tergencet oleh estetika sastra dominan itu mau memanfaatkan itu untuk mengekspresikan eksplorasi kreatif sastra alternatif mereka?
**
ADA pihak yang tak nyaman dengan dominasi estetika, dengan dominasi sastra, meski tak semua media massa dan redaktur bekerja dengan skenario redaksional yang memihak, setidaknya itu asumsi yang diajukan pihak yang berhadapan biner dengan sastra dominan, meski ini merupakan penyederhanaan dengan rekonstruksi dialektika yang mimpi membangun dunia baru dengan melabrak sesuatu yang hadir sewajarnya. Meski, nyatanya, pertentangan biner itu hanya ada di tataran ilusi dan jadi logis dengan menghadirkan aneka teori sastra yang mampu mernghadirkan tataran skeptik, apa memang seperti itu ciri bermutu itu. Sesuai dengan kodrat kualitas sastrawi teks yang bisa diperdebatkan selama bisa cerdas memungut banyak argumen dan referensi.
Lewat polemik di tataran ide dengan esai-esai yang ditulis cerdas punya banyak rujukannya. Momentum yang memperkaya khazanah intelektual teori sastra. Meski di aspek praktis penulisan kreatif, di aspek manajemen energi kreatif yang menghasilkan puisi dan prosa, semua ide yang diperdebatkan itu nyaris tidak berguna. Karena upaya penciptaan karya kreatif itu selalu bergerak dalam langkah misterius, rancangan karya hanya kekal sebagai draf sementara prosesi aktualisasinya menjadi karya terkadang nyelonong mengingkari draf. Saman dan Larung Ayu Utami adalah bukti dari karya yang tak sesuai draf, tetapi sukses.
Bukti konkret dari aspek tragis Mikhail Salokov dan faktor ketidaksengajaan, bila mengutip rumusan Iwan Simatupang. Dengan kata lain, dominasi sastra itu hanya berada di tataran teori, selama apa yang direncanakan akan ditulis, tertera pada draf, dan termanifestasikan dengan tanpa banyak lanturan. Pada praktik penciptaan riil, hal itu tak mungkin terjadi sehingga karya yang tercipta sama sekali tak bergantung kepada ide sastra dominan, setidaknya bila penciptaan tidak mengikuti panduan teknik matematika tanpa kehadiran mood atau pengaruh bacaan dan peristiwa besar terkini.
Nyatanya, siapa saja bebas menulis secara bagaimana saja dan dengan tema apa saja, serta apa karya itu akan dimuat atau tidak dimuat, tidak bergantung pada preferensi redaktur atau kriteria sastra dominan. Pada dasarnya, keunikan orsinal dan pencapaian (level) kualitas karya itu sendiri yang menentukan nasibnya. Semua kreator itu leluasa bersikukuh memilih menulis apa dan secara bagaimana saja-isu dominasi sastra itu nyaris mitos yang diciptakan untuk menutupi keterpurukan kreatif. ***
_______________
Beni Setia, pengarang
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2010/12/dominasi-estetika.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar