Anjrah Lelono Broto
http://suaraguru.wordpress.com/
Sastra sebagai sebuah teks yang sejajar dengan gambar, suara, maupun gerak memiliki roh yang multi-intrepretasi. Publik sebagai lembaga apresian independen bebas untuk mengintrepretasi pesan dan makna yang ada di dalamnya. Publik memahami secara dewasa bahwa sastra selain berangkat dari alam rekaan (fictional) serta alam permenungan (reflection), sastra dekat dengan identitas ketidakberpijakan atau imajinatif.
Ketidakberpijakan cenderung diapresiasikan publik sebagai kebohongan. Tidak berlebihan memang, karena di dalam sastra bahasa, tema, ataupun amanat bersifat personal, masing-masing individu memiliki keberagaman stilistika komunikasi yang cenderung membebaskan intrepretasi. Yang membedakan teks sastra dengan teks lain adalah kegenialan sastra untuk membuat pengakuan bahwa dirinya adalah aksioma fiksi, sedangkan teks-teks yang lain cenderung enggan untuk jujur bahwa sejatinya dirinya juga melakukan sebuah kebohongan.
Sastra dekat dengan identitas ketidakberpijakan, lantaran di dalam sastra ‘kebenaran’ disampaikan dengan bahasa teks imajinatif dan personal yang sarat dengan ‘pembenaran-pembenaran’.
Hari ini, di dalam ruang publik Indonesia sekat antara kebenaran dan ketidakberpijakan menjadi tipis, bahkan hilang. Publik tertatih-tatih untuk membedakan antara fakta dan opini, antara antara realitas dan imajinasi, antara kebenaran dan mimpi. Pengambil-alihan fungsi dan peran prosedural teks sastra oleh teks-teks yang lain ini memungkinkan mewabahnya dehumanisasi kolektif. Mengapa? Sastra yang multi-intrepretasi dan refleksional diadopsi habis-habisan oleh teks yang lain, ketika teks-teks tersebut kehilangan kesejatiannya maka publik terperosok dalam krisis kebenaran. Eksistensi menjadi samara, bahkan kabur, ketika kebenaran disampaikan secara imajinatif yang dapat dianalisis secara instrinsik maupun ekstrinsik, seperti halnya sastra.
Publik membaca berita dan informasi yang dibungkus dalam teks gambar, suara, maupun gerak, seperti halnya membaca sebuah karya sastra. Publik menganalisis dan memahaminya menggunakan perspektif instrinsik maupun ekstrinsik. Bagaimana karakter tokohnya, temanya apa, alurnya bagaimana, settingnya dimana dan kapan, bahkan publik juga membaca ‘siapa’ yang memberitakan seperti halnya penikmat karya sastra memahami ‘siapa’ pengarangnya.
Hakekatnya, kebenaran dan ketidakberpijakan dalam sastra memang tak terbatas, keduanya membias bercampur-campur bagai larutan gula-garam yang dapat mengganti ion tubuh. Tatkala sastra disodorkan dalam meja sajian kepada publik, ia mampu berdiri menjadi seni, slogan, propaganda, moral, sains, atau ideologi. Begitulah sekarang yang terjadi dalam teks-teks yang lain. Publik bimbang mengapresiasi dan mencermati mana artis mana politisi, mana pemimpin mana selebritis, ataupun mana ideologi mana seni.
Jikalau teks sastra diapresiasi melewati permenungan refleksional lalu bagaimana dengan teks-teks berita?
Tentu saja, pengadopsian identitas sastra oleh teks-teks yang lain ini meminggirkan posisi dan peran sastra itu sendiri. Ketika sebuah teks dijiplak tanpa keterangan sumber maka sumber akan terbenam dan publik akan rancu memahami teks itu sendiri. Radhar Panca Dahana, dalam bukunya Kebenaran dan Dusta dalam Sastra, menyatakan bahwa; jika hal di atas terjadi, maka sastra akan bernasib seperti kotak mainan anak, ia akan tergeletak di pojok, di atas lemari baju, atau teronggok di balik etalase barang elektronik; lusuh dan berdebu, terlupakan, tak terbeli.
Benarkah? Pertanyaan tersebut sebaiknya kita simpan rapat-rapat, karena realitas sudah menjawabnya. Publik meminggirkan jauh-jauh sastra dalam hidup dan berkehidupan sehar-hari. Bahkan lingkungan pendidikan, yang merupakan garda depan pengenalan sastra, dewasa ini cenderung mendewa-dewakan materialisme dan tidak memberi ruang nafas bagi sastra untuk anak didiknya. Sedangkan di lingkaran publik, secara global, jauh lebih ruaar biasa… Buku-buku sastra hilang dalam terang, dan sastrawan bertahan hidup dengan terpaksa melacur dalam hegemoni sastra koran. Pasca generasi sastrawan termuda seperti Joni Ariadinata, Benni Setiawan, Ayu Utami, Fira Basuki, Dee, ataupun Djenar Mahesa Ayu, tak ada lagi perwajahan baru. Sehingga, wajarlah jika kemudian ada maklumat kematian sastra terdengar di telinga publik Indonesia.
Fenomena pengadopsian identitas sastra oleh teks-teks yang lian yang mengakibatkan keterpinggiran sastra memang mengundang berbagai kontroversi pendapat dan asumsi. Akan tetapi, dalam riuh-rentak opini dan penawaran solusi yang berkembang ada sebuah hikmah yang bisa dipetik yaitu mengemukanya kesejatian humanitas Indonesia bahwa manusia memang menjalani sebuah proses untuk menemukan dirinya sendiri dan menyempurnakan pemahaman atas dunia. Kebenaran dan ketidakberpijakan sastra memang laksana pedang bermata dua, mampu menggoda pengadopsian namun secara kejam dapat membuat degradasi keberhargaan sastra itu sendiri.
Dunia Imajinasi
Dalam karya sastra adalah dunia imajinasi ditata sebagai semesta. Dalam penataannya, tak hanya akal-budi namun juga kearifan dan kesegaran jasmani yang berperan. Realitas yang ada dan terbangun dalam karya sastra tidak mampu diterjemahkan dalam tata bahasa formal keseharian, sebagaimana perkawanan dan perkawinan perjalanan material dan spiritual yang takkan pernah terdefinisikan secara menyeluruh. Kesejatian identitas karakter inilah yang membedakan karya sastra dari teks-teks yang lain seperti teori penelitian, jurnalistik populer, historiografi, atau aforisme.
Kenyataan ini menuntut seorang penikmat karya sastra memiliki ancangan ke’dirian’ pribadi untuk mengapresiasi karya sastra. Karena, proses pemahaman terhadap sebuah teks sastra berjalan dalam sebuh proses (not instanable), melalui rekonstitusi dan rekonstruksi manusia secara menyeluruh. Pemikiran tentang rekonstruksi manusia secara menyeluruh akan menjadi menarik apabila lebih dikaji secara mendalam.
Barangkali juga merupakan sebuah objek kajian yang menarik dan penuh gelitik, apabila kita bersedia membaca kembali rekonstruksi sebuah karya sastra, misalnya naskah Perang Bubat, Panembahan Reso, Hamlet, atau naskah-naskah repertoar Kabuki seperti Love Suicides at Sonezaki, Blossom In The Wind, dll. Mungkin, jikalau dianggap terlalu jauh bisa kita baca kembali naskah repertoar Ludruk seperti Sarip Tambak Oso, Sakerah, ataupun Sogol; Arek Sumur Gumuling, dst. Hampir semua naskah-naskah karya sastra tersebut memiliki keterkaitan dengan teks sejarah. maka teks sejarah menempati posisi yang vital dalam membangun pesan pembelajaran.
Teks sejarah Perang Bubat merupakan satu contoh teks sejarah yang banyak mengalami rekonstruksi dari pengarang dari kultur wilayah yang berbeda, terutama Jawa dan Sunda. Teks Perang Bubat sebagai teks sejarah ini ketika ditransfer ke dalam teks sastra akan menjadi naskah karya sastra yang penuh deng rekonstruksi si pengarang, yang mungkin bergeser dari fakta sejarah atau yang belum terungkap oleh sejarah itu sendiri. Rekonstruksi Perang Bubat dalam bentuk teks sastra menjadi menarik karena di dalamnya melibatkan aspek emosi ras, etnik, dan kultural yang berbeda yaitu Sunda dan Jawa. Teks sejarah mencatat bahwa kerajaan Padjajaran mengalami kemunduran dan menghilang pasca peristiwa berdarah di lapangan Bubat. Peristiwa yang merenggut nyawa Sri Baduga Maharaja dan Dewi Pitaloka ini meninggalkan kepahitan dan dendam kultural antara Jawa dan Sunda. Masyarakat Sunda mempercayai bahwa Kerajaan Pajajaran tidak musnah atau dikuasai Majapahit melainkan berpindah ke alam lain; “Padjajaran hanteu sirna tapi tilem ngawun-awun”.
Dengan demikian hadir berbagai persoalan khususnya yang menyangkut posisi sebuah karya sastra itu sendiri di tengah rekonstruksi yang demikian, juga tanggung jawab seorang pengarang, dan kesiapan seorang pembaca, apakah masih menganggap naskah seperti itu sebagai karya sastra manakala di dalamnya terjalin rangkaian dialog antartokohnya sebagai hasil rekonstruksi pengarang, serta posisi ‘dusta’ dan ‘kebenaran’ yang bukan lagi bergerak dalam batas-batas realitas antara sesuatu yang bersifat empiris dan imajis, melainkan sudah melibatkan aspek-aspek subjektivitas pengarang dengan segala bentuk konsekuensinya.
Kearifan publik sebagai lembaga apresian independen menuntun pemahaman bahwa karya sastra bisa menjadi kebohongan dan kebenaran. Kearifan akan membimbing publik untuk membedakan antara fakta yang sesungguhnya dan ‘fakta’ hasil imajinasi atau rekonstruksi seorang pengarang, yang menlahirkan karya sastra berisi transformasi kesejarahan.
Rekonstruksi naskah sejarah ke sastra dipandang sebagai sebuah ‘dusta’, manakala aspek-aspek individualisme, bahkan –komunalisme– telah berlaku di dalamnya. Di situ kita memahami bagaimana posisi ‘kebenaran’ naskah sebagai sejarah yang diyakini kebenarannya, dan bagaimana posisi ‘dusta’ dalam naskah sejarah itu sendiri yang telah mengalami rekonstruksi. Sebuah ‘dusta’ yang sesungguhnya berada di luar keberadaan sebuah karya sastra karena terkait dengan latar belakang pengarang. Dan seorang pembaca, kiranya perlu untuk tahu keberadaan posisinya, bukan hanya berpegangan pada aspek-aspek individual atau komunal. Mari membaca dan menulis, sastra.
9 September, 2009
*) Litbang LBTI (Lembaga Baca-Tulis Indonesia)
Sumber: http://suaraguru.wordpress.com/2009/09/09/adopsi-fakta-imajinatif-sastra/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar