Selasa, 06 September 2011

Adopsi Fakta Imajinatif Sastra

Anjrah Lelono Broto
http://suaraguru.wordpress.com/

Sastra sebagai sebuah teks yang sejajar dengan gambar, suara, maupun gerak memiliki roh yang multi-intrepretasi. Publik sebagai lembaga apresian independen bebas untuk mengintrepretasi pesan dan makna yang ada di dalamnya. Publik memahami secara dewasa bahwa sastra selain berangkat dari alam rekaan (fictional) serta alam permenungan (reflection), sastra dekat dengan identitas ketidakberpijakan atau imajinatif.

Ketidakberpijakan cenderung diapresiasikan publik sebagai kebohongan. Tidak berlebihan memang, karena di dalam sastra bahasa, tema, ataupun amanat bersifat personal, masing-masing individu memiliki keberagaman stilistika komunikasi yang cenderung membebaskan intrepretasi. Yang membedakan teks sastra dengan teks lain adalah kegenialan sastra untuk membuat pengakuan bahwa dirinya adalah aksioma fiksi, sedangkan teks-teks yang lain cenderung enggan untuk jujur bahwa sejatinya dirinya juga melakukan sebuah kebohongan.

Sastra dekat dengan identitas ketidakberpijakan, lantaran di dalam sastra ‘kebenaran’ disampaikan dengan bahasa teks imajinatif dan personal yang sarat dengan ‘pembenaran-pembenaran’.

Hari ini, di dalam ruang publik Indonesia sekat antara kebenaran dan ketidakberpijakan menjadi tipis, bahkan hilang. Publik tertatih-tatih untuk membedakan antara fakta dan opini, antara antara realitas dan imajinasi, antara kebenaran dan mimpi. Pengambil-alihan fungsi dan peran prosedural teks sastra oleh teks-teks yang lain ini memungkinkan mewabahnya dehumanisasi kolektif. Mengapa? Sastra yang multi-intrepretasi dan refleksional diadopsi habis-habisan oleh teks yang lain, ketika teks-teks tersebut kehilangan kesejatiannya maka publik terperosok dalam krisis kebenaran. Eksistensi menjadi samara, bahkan kabur, ketika kebenaran disampaikan secara imajinatif yang dapat dianalisis secara instrinsik maupun ekstrinsik, seperti halnya sastra.

Publik membaca berita dan informasi yang dibungkus dalam teks gambar, suara, maupun gerak, seperti halnya membaca sebuah karya sastra. Publik menganalisis dan memahaminya menggunakan perspektif instrinsik maupun ekstrinsik. Bagaimana karakter tokohnya, temanya apa, alurnya bagaimana, settingnya dimana dan kapan, bahkan publik juga membaca ‘siapa’ yang memberitakan seperti halnya penikmat karya sastra memahami ‘siapa’ pengarangnya.

Hakekatnya, kebenaran dan ketidakberpijakan dalam sastra memang tak terbatas, keduanya membias bercampur-campur bagai larutan gula-garam yang dapat mengganti ion tubuh. Tatkala sastra disodorkan dalam meja sajian kepada publik, ia mampu berdiri menjadi seni, slogan, propaganda, moral, sains, atau ideologi. Begitulah sekarang yang terjadi dalam teks-teks yang lain. Publik bimbang mengapresiasi dan mencermati mana artis mana politisi, mana pemimpin mana selebritis, ataupun mana ideologi mana seni.

Jikalau teks sastra diapresiasi melewati permenungan refleksional lalu bagaimana dengan teks-teks berita?

Tentu saja, pengadopsian identitas sastra oleh teks-teks yang lain ini meminggirkan posisi dan peran sastra itu sendiri. Ketika sebuah teks dijiplak tanpa keterangan sumber maka sumber akan terbenam dan publik akan rancu memahami teks itu sendiri. Radhar Panca Dahana, dalam bukunya Kebenaran dan Dusta dalam Sastra, menyatakan bahwa; jika hal di atas terjadi, maka sastra akan bernasib seperti kotak mainan anak, ia akan tergeletak di pojok, di atas lemari baju, atau teronggok di balik etalase barang elektronik; lusuh dan berdebu, terlupakan, tak terbeli.

Benarkah? Pertanyaan tersebut sebaiknya kita simpan rapat-rapat, karena realitas sudah menjawabnya. Publik meminggirkan jauh-jauh sastra dalam hidup dan berkehidupan sehar-hari. Bahkan lingkungan pendidikan, yang merupakan garda depan pengenalan sastra, dewasa ini cenderung mendewa-dewakan materialisme dan tidak memberi ruang nafas bagi sastra untuk anak didiknya. Sedangkan di lingkaran publik, secara global, jauh lebih ruaar biasa… Buku-buku sastra hilang dalam terang, dan sastrawan bertahan hidup dengan terpaksa melacur dalam hegemoni sastra koran. Pasca generasi sastrawan termuda seperti Joni Ariadinata, Benni Setiawan, Ayu Utami, Fira Basuki, Dee, ataupun Djenar Mahesa Ayu, tak ada lagi perwajahan baru. Sehingga, wajarlah jika kemudian ada maklumat kematian sastra terdengar di telinga publik Indonesia.

Fenomena pengadopsian identitas sastra oleh teks-teks yang lian yang mengakibatkan keterpinggiran sastra memang mengundang berbagai kontroversi pendapat dan asumsi. Akan tetapi, dalam riuh-rentak opini dan penawaran solusi yang berkembang ada sebuah hikmah yang bisa dipetik yaitu mengemukanya kesejatian humanitas Indonesia bahwa manusia memang menjalani sebuah proses untuk menemukan dirinya sendiri dan menyempurnakan pemahaman atas dunia. Kebenaran dan ketidakberpijakan sastra memang laksana pedang bermata dua, mampu menggoda pengadopsian namun secara kejam dapat membuat degradasi keberhargaan sastra itu sendiri.

Dunia Imajinasi
Dalam karya sastra adalah dunia imajinasi ditata sebagai semesta. Dalam penataannya, tak hanya akal-budi namun juga kearifan dan kesegaran jasmani yang berperan. Realitas yang ada dan terbangun dalam karya sastra tidak mampu diterjemahkan dalam tata bahasa formal keseharian, sebagaimana perkawanan dan perkawinan perjalanan material dan spiritual yang takkan pernah terdefinisikan secara menyeluruh. Kesejatian identitas karakter inilah yang membedakan karya sastra dari teks-teks yang lain seperti teori penelitian, jurnalistik populer, historiografi, atau aforisme.

Kenyataan ini menuntut seorang penikmat karya sastra memiliki ancangan ke’dirian’ pribadi untuk mengapresiasi karya sastra. Karena, proses pemahaman terhadap sebuah teks sastra berjalan dalam sebuh proses (not instanable), melalui rekonstitusi dan rekonstruksi manusia secara menyeluruh. Pemikiran tentang rekonstruksi manusia secara menyeluruh akan menjadi menarik apabila lebih dikaji secara mendalam.

Barangkali juga merupakan sebuah objek kajian yang menarik dan penuh gelitik, apabila kita bersedia membaca kembali rekonstruksi sebuah karya sastra, misalnya naskah Perang Bubat, Panembahan Reso, Hamlet, atau naskah-naskah repertoar Kabuki seperti Love Suicides at Sonezaki, Blossom In The Wind, dll. Mungkin, jikalau dianggap terlalu jauh bisa kita baca kembali naskah repertoar Ludruk seperti Sarip Tambak Oso, Sakerah, ataupun Sogol; Arek Sumur Gumuling, dst. Hampir semua naskah-naskah karya sastra tersebut memiliki keterkaitan dengan teks sejarah. maka teks sejarah menempati posisi yang vital dalam membangun pesan pembelajaran.

Teks sejarah Perang Bubat merupakan satu contoh teks sejarah yang banyak mengalami rekonstruksi dari pengarang dari kultur wilayah yang berbeda, terutama Jawa dan Sunda. Teks Perang Bubat sebagai teks sejarah ini ketika ditransfer ke dalam teks sastra akan menjadi naskah karya sastra yang penuh deng rekonstruksi si pengarang, yang mungkin bergeser dari fakta sejarah atau yang belum terungkap oleh sejarah itu sendiri. Rekonstruksi Perang Bubat dalam bentuk teks sastra menjadi menarik karena di dalamnya melibatkan aspek emosi ras, etnik, dan kultural yang berbeda yaitu Sunda dan Jawa. Teks sejarah mencatat bahwa kerajaan Padjajaran mengalami kemunduran dan menghilang pasca peristiwa berdarah di lapangan Bubat. Peristiwa yang merenggut nyawa Sri Baduga Maharaja dan Dewi Pitaloka ini meninggalkan kepahitan dan dendam kultural antara Jawa dan Sunda. Masyarakat Sunda mempercayai bahwa Kerajaan Pajajaran tidak musnah atau dikuasai Majapahit melainkan berpindah ke alam lain; “Padjajaran hanteu sirna tapi tilem ngawun-awun”.

Dengan demikian hadir berbagai persoalan khususnya yang menyangkut posisi sebuah karya sastra itu sendiri di tengah rekonstruksi yang demikian, juga tanggung jawab seorang pengarang, dan kesiapan seorang pembaca, apakah masih menganggap naskah seperti itu sebagai karya sastra manakala di dalamnya terjalin rangkaian dialog antartokohnya sebagai hasil rekonstruksi pengarang, serta posisi ‘dusta’ dan ‘kebenaran’ yang bukan lagi bergerak dalam batas-batas realitas antara sesuatu yang bersifat empiris dan imajis, melainkan sudah melibatkan aspek-aspek subjektivitas pengarang dengan segala bentuk konsekuensinya.

Kearifan publik sebagai lembaga apresian independen menuntun pemahaman bahwa karya sastra bisa menjadi kebohongan dan kebenaran. Kearifan akan membimbing publik untuk membedakan antara fakta yang sesungguhnya dan ‘fakta’ hasil imajinasi atau rekonstruksi seorang pengarang, yang menlahirkan karya sastra berisi transformasi kesejarahan.

Rekonstruksi naskah sejarah ke sastra dipandang sebagai sebuah ‘dusta’, manakala aspek-aspek individualisme, bahkan –komunalisme– telah berlaku di dalamnya. Di situ kita memahami bagaimana posisi ‘kebenaran’ naskah sebagai sejarah yang diyakini kebenarannya, dan bagaimana posisi ‘dusta’ dalam naskah sejarah itu sendiri yang telah mengalami rekonstruksi. Sebuah ‘dusta’ yang sesungguhnya berada di luar keberadaan sebuah karya sastra karena terkait dengan latar belakang pengarang. Dan seorang pembaca, kiranya perlu untuk tahu keberadaan posisinya, bukan hanya berpegangan pada aspek-aspek individual atau komunal. Mari membaca dan menulis, sastra.

9 September, 2009
*) Litbang LBTI (Lembaga Baca-Tulis Indonesia)
Sumber: http://suaraguru.wordpress.com/2009/09/09/adopsi-fakta-imajinatif-sastra/

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar