Penggalan Novel Sepasang Sayap di Punggungmu
Karya: Mangun Kuncoro
http://sastra-indonesia.com/
Waktu pun berputar begitu cepatnya membuat putaran-putaran ganda dalam kehidupan laksana kincir air yang disapu arus deras gelombang sungai. Fatan sudah jauh berjalan, entah dimana lagi Fatan menghentakkan kakinya, berjuta fenomena mewarnai perjalanan panjangnya, tapi sekali lagi, sejauh ini Fatan berjalan, dia belum menemukan apa-apa semakin jauh ia berjalan semakin ketidak mengertian mendera, selalu begitu tanda tanya besar selalu bersarang dalam benaknya membuatnya tenggelam dalam samudra ketidakmengertian.
Satu tahun setengah Fatan berjalan meninggalkan kawan-kawannya, kini mungkin sudah sampai penghujung dunia, jauh dari kehidupan, jauh dari keramaian hanya ada celotehan suara burung, gemeriuk air, deruan angin menyapa dedaunan, hanya itu yang mengisi kehidupan di tanah ini tiada orang, tiada hawa peradapan. Mungkin Fatan orang yang pertama menjejakkan kakinya disitu.
***
Fatan kini makin bingung, perjalanan tak mungkin lagi bisa dilanjut, sementara keindahan juga belum didapat. Bagaimana tidak daratan sudah sampai penghujung hanya samudra yang ditatap Fatan. Fatan kini hanya mampu tegak d iatas tumpukan pasir-pasir indah, menatap kosong menyaksikan indahnya mentari terbenam, memandang elok burung-burung saling nakal, sesekali ombak kecil menyapa kaki tanpa alas. Fikiran Fatan buncah entah kemana, ingin memaki Tuhan: tapi Fatan terteggun melihat keindahan ciptaanNya. Mau diam saja tetapi Fatan selalu dibuatNya bingung.
“Fatan … hidup terkadang tidak adil tapi terkadang ketidakadilan itu bisa membuat kita nyaman jika ketidakadilan itu kita warnai dengan keindahan.” terdengar dari arah belakang fatan.
Sentuhan lembut menepuk bahu Fatan. Serasa sentuhan yang belum pernah Fatan rasakan ; sentuhan hangat ; sentuhan sayang ; sentuhan cinta. Fatan pun tersentak merasakannya, membuyarkan lamunan sejenak akan keindahan yang diciptaNya.
Berjuta pertanyaan muncul dari benak Fatan : adakah orang disini? Siapa dia? Dia juga tahu namaku ? kata-kata itu ? Abah Amin . hanya itu yang ada di benak Fatan ‘Abah Amin’ karena hanya Abah Amin yang tahu tentang semua ini.
Fikir pendek Fatan membalikkan badan, dengan maksud menyakinkannya kalau itu Abah Amin. Dengan sigap dipeluknya tubuh besar berpakaian sederhana itu. Pelukan indah; pelukan kasih sayang menghangatkan tubuh Fatan, menghilangkan sejenak gemelut dalam hati dan benak Fatan.
Selang beberapa menit, Fatan sadar bahwa yang dipeluknya bukan Abah Amin. Fatan betul-betul paham akan perawakan Abah Amin dan dia bukanlah perawakan Abah Amin yang dikenal Fatan.
Fatan pun beranjak satu langkah ke belakang melepas pelukan indahnya. Gemetar pun terasa dari ujung kaki Fatan hingga menyelimuti seluruh tubuhnya, menggigil seluruh tubuh Fatan, ketakutan membungkus tubuhnya.
“Kau… jangan takut Fatan ! Aku juga sepertimu.” Laki-laki bertubuh besar itu hanya tersenyum melihat Fatan ketakutan.
“Kau siapa ? Orangkah ? Atau makhluk lain yang menghuni pantai ini ?atau malaikat keindahan?” gerutu fatan bingung akan kedatangan laki-laki bertubuh besar itu.
Laki-laki itu hanya bertahan dengan senyuman indah mendengar pertanyaan Fatan. Sementara Fatan menahan gemetar yang terus menggerakkan tubuhnya sambil memandang kaki laki-laki bertubuh besar itu. Menjejak tanah atau tidak, hanya itu yang Fatan amati karna hanya tanda itu yang mampu Fatan fahami untuk bisa menyakinkan bahwa dia benar-benar manusia.
“Aku manusia Fatan.”
Sekali lagi, laki-laki itu melontarkan senyuman indah pada Fatan. Fatan kini agak yakin kalau laki-laki itu benar-benar manusia, lewat tanda yang diamatinya.
“Kau tau namaku?”
“Yah aku tahu …. Fatan kan?
“Kau tau darimana?, apa kita pernah bertemu sebelumnya?”
“Aku tidak perlu menjelaskan semuanya padamu Fatan, yang terpenting aku faham akan dirimu.”
Fatan semakin bingung, sesekali Fatan memandangi wajah laki-laki itu, penuh tanda tanya, penuh kebimbangan, ketidak tahuan yang dalam teramat.
“Aku tidak mengerti akan maksudmu?”
“Kau tidak perlu mengerti Fatan, dan kau tak usah memikirkan siapa aku, duduk sini. Mendekatlah padaku! Kau tidak usah takut, bukannya kau sudah memastikan lewat penelitianmu, kalau aku sama sepertimu.” Senyum indah laki-laki bertubuh besar itu.
“Bagaimana orang itu bisa tahu tentang pengamatanku.” guman Fatan dalam hati. Fatan semakin bingung dan tidak mengerti akan semua ini, tapi Fatan bukan penakut, jiwa keberaniannya membuat kakinya beranjak mendekati laki-laki bertubuh besar itu.
***
Mentari indah kini sudah lenyap dari pandangan hanya menyisakan sia-sia sinarnya di langit-langit mega merah. Tenggelam dalam hamparan samudra nan luas. Fatan dan laki-laki bertubuh besar itu duduk bersampingan di atas bongkahan batu besar pinggiran pantai. Walau mentari sudah ditelan samudra, mega merah tak lagi mengangah, tapi rembulan mengantikannya, memancarkan sinar terindahnya. Fatan tak lagi menggigil gemetar ketakutan. Sedikit demi sedikit Fatan menetralisir rasa itu. Tampaknya Fatan begitu nyaman duduk di samping laki-laki bertubuh besar itu, walau sejuta pertanyaan bersarang dalam benaknya.
“Kau mencari keindahan itu Fatan. ”
“ Bagaimana kau bisa tau tentang itu?”
“Aku sudah bilang padamu, aku faham akan dirimu, mengapa kau tanyakan lagi?”Senyum indah pun kembali telontar untuk fatan.
“Aku semakin tidak mengerti akan maksudmu!”
“Fatan .. kau tau rembulan itu. Rembulan itu tidak semerta-merta indah seperti yang kita lihat sekarang, rembulan itu butuh proses untuk menjadi indah, awalnya rembulan itu hanya tampak sebagian, lebih dikenal dengan rembulan sabit. Pada saat rembulan itu masih tampak sabit mata pun tak akan terpesona olehnya, karena tidak memunculkan keindahan. Tapi rembulan tidak putus asa Fatan, dia akan selalu berproses sehingga menjadi indah, purnama bisa disebut: memancarkan keindahan membuat semua mata terpukau akan keindahannya, kau tau itu Fatan?”
Fatan pun hanya memilih untuk diam tak mengeluarkan sepatah kata pun untuk sekedar menjawab pertanyaan laki-laki bertubuh besar itu, isarat pun tak dilontarkan oleh Fatan. Fatan hanyut dengan kebingungan, sementara laki-laki bertubuh besar itu hanya menyeringai melihat kebingungan yang bermuara di wajah Fatan, melontarkan senyuman indah tak bersalah kepada Fatan. Sesekali laki-laki itu mengelus indah bahu Fatan, dan Fatan memilih untuk tidak berontak sama sekali, hanya diam seperti seonggok patung yang tak bernyawa.
“Coba lihat tebing pinggir pantai itu Fatan. Indah bukan? Dulu sebelum kau datang kemari, tebing itu tak seindah sekarang, hanya gundukan batu jelek yang tak berarti, tak memunculkan keindahan sama sekali. Mata pun tak akan terpanah melihatnya, coba perhatikan, sekarang indah bukan? Menjorok ke pantai mempunyai relief yang indah sekali. Kau mesti tau Fatan, walau tebing itu dulu jelek, tidak indah sama sekali, tapi tebing itu selalu menerima akan keadaan, selalu tabah menerima deburan ombak-ombak yang siap mengikis bagian tubuhnya, coba kau lihat hasil dari ketabahan dan kerelaanya, parasnya menjadi elok bukan? Kau harus meniru tebing itu?”
Fatan semakin tidak mengerti akan maksud laki-laki bertubuh besar itu, fikirannya kini semakin membuncah tak mampu mengidentifikasi keadaan sama sekali, hanya mampu menatap kosong wajah teduh laki-laki bertubuh besar itu, sementara laki-laki bertubuh besar itu hanya tersenyum melihat kebingungan menyelimuti benak Fatan.
“Kau tak perlu bingung Fatan, itu semua gambaran keindahan yang kau cari. Bulan yang berproses menjadi indah, tebing yang kuat menghadapi deburan ombak untuk mencapai keindahan. Itu semua hanya perumpamaan yang ku berikan padamu. Aku tahu bahwa kau berangkat dari ketidakadilan, tapi itu pemahaman yang salah, coba kau renungkan lebih dalam lagi, ketidakadilan itu hakekatnya tidak ada Fatan, semua yang ada dalam kehidupan itu cukup adil dan sangat adil bahkan. Tidak adilkah rembulan diciptakan dari bulan sabit? Siapa bilang itu tidak adil. Coba kau bayangkan jika bulan itu muncul dengan purnamanya, berapa lama keindahan yang akan dipancarkannya? Tentu sebentar bukan? Tapi jika rembulan dicipta dari sabit maka rembulan akan berproses dari nol hingga mencapai kesempurnaan dan proses itu dapat kita nikmati, kita kenang dan tentunya kita akan selalu menunggu hingga purnama tiba. Cukup adil bukan?
Satu lagi, sangat adil sekali ketika tebing itu berawal dari gundukan batu yang tak berparas indah, andaikan tebing itu langsung menjorok dan berelief seperti yang kita lihat sekarang, berapa lama tebing itu akan menahan abrasi setiap harinya. Ketika tebing itu hanya sebuah gundukan batu jelek tetapi tebing itu kuat menahan deburan gelombang pasang . kita dapat menyaksikan kekokohannya bukan? dan kita dapat menikmati pengorbanannya, bukankah itu cukup adil juga Fatan?”
Fatan pun hanya tertunduk dalam mendengarkan semua itu. Setidaknya penjelasan laki-laki bertubuh besar itu mampu menjawab sebagian tanda tanya besar yang bersarang di benaknya. Dan Fatan hanya mampu merenung tanpa harus menyangkal atau sekedar menjawab penjelasan dari laki-laki bertubuh besar itu, seperti biasanya laki-laki bertubuh besar itu hanya melontarkan senyuman indah kepada Fatan.
***
“Fatan aku rasa kau cukup mengerti akan maksudku, bukannya kau orang yang tangkas, mampu menafsirkan segala sesuatu.”
Fatan pun memilih untuk tidak menjawab, karena menurutnya pertanyaan itu tidak memerlukan sebuah jawaban.
“Fatan pulanglah dengan keindahan yang kau dapatkan.”
“Keindahan … apanya yang indah? ” Nada sengau memotong ucapan laki-laki bertubuh besar itu.
“Keindahan yang kau cari, kau sudah mendapatkannya.”
Fatan semakin dibaut tidak mengerti akan maksud Laki-laki bertubuh besar itu. ’Dimana keindahan? Apanya yang indah?.’ Pertanyaan itu selalu bersarang di benak Fatan, membuat ruang kebingungan di sekujur tubuhnya.
“Pulanglah Fatan, kau tidak usah bingung, keindahan itu sudah ada pada dirimu, mungkin kau belum mengerti. Yakinlah semua ucapannku padamu akan indah pada waktunya.”
”Aku harus kembali? Benarkah keindahan itu sudah tertancap pada diriku.” Fatan pun bertanya dengan nada kebingungan seakan tak percaya dengan semua ini. ’Apanya yang indah ?’ pertanyaan itu selalu menggema dalam telinganya.
“Yah kau sudah mendapatkan semuanya Fatan, dan aku yakin kamu mampu menjadi tetesan air yang siap membuat lubang pada kerasnya batu kehidupan ini.” Sentuhan halus terlontar pada bahu fatan.
Rembulan semakin meninggi air pantai pun semakin pasang, Fatan dan laki-laki bertubuh besar itu masih duduk bersampingan. Tak berapa lama, Fatan berdiri dari duduknya dengan aura kebingungan menyelimuti dirinya. ‘Fatan harus kembali’, begitulah perintah laki-laki bertubuh besar itu, padahal Fatan sama sekali tak merasakan adanya keindahan pada dirinya. Hanya kebingungan dan ketidakmengertian yang Fatan rasakan.
Seperti biasanya laki-laki bertubuh besar itu hanya tersenyum indah ke arah Fatan. Laki-laki itu pun ikut berdiri disamping Fatan, dengan sigap laki-laki bertubuh besar itu memeluk Fatan, sementara Fatan hanya diam tak berontak sama sekali.
***
*) Jurnal Sastra dan Budaya “Jombangana,” Edisi III 2011 [Dewan Kesenian Jombang].
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar