Agus Sulton
Radar Mojokerto, 13 Fab 2011
Tradisi tulis-menulis sebenarnya sudah dimulai sejak berabad lamanya sebagai bacaan, pedoman manusia, kristalisasi atau cerminan akan zamannya. Dan bahasa sebagi medium yang mampu memberikan impresif tersendiri dalam menyampaikan dan menapaki kesusastraan, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulis. Hal ini dapat diperkuat dari banyaknya penemuan manuskrip-manuskrip (naskah kuno/buku kuno) yang masih tersimpan di masyarakat dan prasasti batu bertulis di kabupaten Jombang seperti, prasasti Geweng 855 Saka atau 933 Masehi. Peninggalan tersebut bertatahkan tulisan aksara Jawa Kawi dilihat dari bentuk huruf, bahasa, dan susunan yang digunakan.
Sepanjang perkembangan pola berfikir masyarakat, tradisi tulis terus mengalami kemajuan, yaitu dari batu bertulis beralih ke daun lontar. Semacam ini—tidak terlepas dari pandangan masyarakat Jawa yang selalu berusaha untuk menyelaraskan dirinya dengan kekuatan lingkungan. Dojosantosa (1985) mengakatan sebagai Hayuning Bawana (kedamaian dunia) dilakukan dengan cara memelihara dan memperbaiki adat tatacara yang hidup dalam masyarakat, berlandaskan pada kekuatan dan kekuasaan Tuhan seru sekalian alam. Dengan demikian, mayarakat Jawa pada saat itu sudah memahami perubahan untuk meningkatkan atau memperbaiki pola kehidupannya, ini bisa dibuktikan dari karya-karya kesusastraan yang dihasilkan. Kekuatan yang muncul dari hasil karyanya memancarkan kekuatan tersendiri—yang tidak bisa diciptakan oleh orang masa kini. Sebagaimana dimaklumi atas puncak sastra Jawa kuno kuat berada di Kediri, yang hasil-hasilnya berupa lontar berbentuk kakawin seperti Hariwangsa Gatutkaca Craya (Mpu Panuluh), Werthansancaya (Mpu Tanakung), Arjunawiwaha (Mpu Kanwa, tahun 1030 M), Baratayudha (Mpu Sedah dan Mpu Panuluh), Smaradahana (Mpu Darmaja), Sumana Santaka (Mpu Monaguna), Kresnayana (Mpu Triguna), dan sebagainya. Arjunawiwaha menceritakan tentang sosok Arjuna bertapa—mencari senjata untuk kepentingan perang melawan Kurawa. Sedangkan Gatutkaca Craya menggambarkan sosok Putra Arjuna, yaitu Abimanyu menikan dengan Siti Sundhari berkat bantuan Gatatkaca. Kresnayana bercerita masa kecil Kresna dan keluarganya.
Selain kerajaan Kediri, kerajaan Majapahit juga menghasilkan karya-karya agung seperti, Kutaramanama (Gajah Mada), Negarakertagama (Mpu Prapanca) banyak menceritakan tentang kerajaan Singasari pada masa Ken Arok sampai Hayam Wuruk, Arjunawiwaha (Mpu Tantular) menceritakan Patih Sumantri dan Arjuna Sasrabaha melawan Rahwana, Sutasoma (Mpu Tantular), Pararaton, Calon Arang, Sundayana, dan sebagainya.
Setelah lontar mengalami kemunduran, masyarakat mulai memakai kertas daluwang walaupun lontar tidak bisa ditinggalkan begitu saja, tetap dari sebagian masyarakat masih mempertahankan lontar sebagai media untuk menulis; baik menyalin manuskrip-manuskrip lama, menafsirkan aksara Arab ke bentuk tulisan pegon, dan karang mengarang. Daluwang merupakan kertas dari kulit pohon Waru yang dikelupas kemudian ditumbuk di atas balokan kayu. Untuk bahan pembuatan kertas daluwang di Jombang lebih dikenal dengan pohon Waru, Sunda (pohon Saeh), Madura (Dhalubang/Dhulubang), Banggai (pohon Linggowas), Sumba (pohon kembala), Tembuku (pohon Iwo), dan Kepulauan Seram (pohon Malak). Pohon ini di dunia disebut juga dengan Paper moerbeiboom, Japanischer papierbaum, Paper Mulberry , Murier a papier , dan Paper mulberry.
Kertas daluwang—itu sendiri juga mempunyai banyak sebutan berbeda-beda di setiap daerah. Di Ponorogo disebut dengan kertas Gedog, nama ini diambil atas anggapan masyarakat bahwa bunyi saat proses pembuatan di atas balokan kayu, sedangkan keseluruan Jawa menyebutnya sebagai kertas daluwang/dluwang, Nusantara pada umumnya menamai dengan kertas Fuya, dan di dataran Pasifik disebut dengan kertas Tape. Orang awam yang kurang begitu memahami sejarah tradisi tulis masa lampau, kertas daluwang disebut sebagai kertas kulit (kulit binatang) atau kertas kapas, sekilas kertas ini memang mirip lulang kulit, berserabut atau serat, dan susah untuk disobek.
Metode dalam pembuatan kertas daluwang ini lebih sederhana. Pertama, disiapkan pohon Waru yang berusia sekitar dua tahun, kemudian dipotong sesuai keinginan dan kulitnya dikelupas, selanjutnya kelupasan tersebut direndam dalam air kurang lebih satu jam. Kedua, hasil perendaman tersebut diletakkan di atas bantalan balokan kayu lalu dipukul memakai Pameupeuh (sejenis alat pemukul) sampai kulit tersebut mencapai lebar 1,5-2 dari lebar semula, lalu kedua bagian disatukan secara membujur untuk menghasilkan kertas yang diinginkan. Ketiga, mencuci kulit yang sudah dipukuli tersebut ke dalam air bersih, diperas dengan pelan, dilipat-lipat, selanjutnya digulung—dibungkus memakai daun pisang sekirat 3-5 hari agar bisa menghasilkan lendir. Keempat, mengambil kulit-kulit tersebut dari bungkusan untuk diletakkan di atas batang daun pisang sambil dijemur dan menghilangkah lendir yang berlebihan, sekiranya dirasa agak kering, selanjutnya bisa diangkat dari batang pohon pisang dipindahkan ke tali tampar pohon Waru yang sudah dibentangkan.
***
Produksi kertas daluwang mencapai kejayaan sekitar abad ke-18 M dan 19 M, ini dibuktikan dari beberapa manuskrip yang banyak ditemukan di masyarakat. Selama penulis melakukan penyelidikan di Jombang dan sekitarnya dari tahun 2008-sekarang, indikasinya dalam kolofon manuskrip tersebut mencantumkan candra-sengkala tidak jauh dari tahun 1800-an. Kebanyakan manuskrip-manuskrip itu ditulis menggunakan kertas daluwang, walapun ada sebagian yang ditulis memakai kertas watermark (cap: PC Hendrinksen, 1A, HS, VDL, seorang raja sedang duduk memegang tongkat), anggapan ini tergolong manuskrip tahun 1840-an.
Secara umum manuskrip daluwang yang ada di Jombang lebih dominan pada manuskrip keagamaan, seperti tauhid, pengobatan, tarekat, fiqih, Akhlaq, cerita para Nabi dan sebagainya. Di sisi lain kitab ”jenggotan” berbahasa Arab merupakan manuskrip yang paling sering dijumpai dan hampir kesemuanya memakai kertas Eropa, baik watermark atau kertas bergaris renggang. Dalam konteks manuskrip pesantren masa lalu, kertas daluwang merupakan alas tulis yang banyak dipakai untuk menyalin dan penulisan naskah keagamaan. Di samping itu, kertas daluwang mudah didapat dari para pengrajin kertas dengan harga ekonomis dan ukuran sesuai dengan selera permintaan, dari pada kertas Eropa—yang pada saat itu susah didapatkan begitujuga harganya cukup mahal.
Menurut sumber tradisional, tinta untuk menulis kertas daluwang—mereka buat sendiri secara natural, yaitu bleduk (getah) asem ranji dicampur dengan angus oncor atau arang, kemudian direbus sampai mengental. Ada juga jelaga berwarna hitam dicampur dengan kanji, arang, lada hitam atau beras ketan hitam, setelah itu dilarutkan dalam air untuk direbus, masyarakat menyebutnya sebagai tinta India.
Campuran dari beberapa bahan tersebut bertujuan untuk menghasilkan warna hitam pekat, tinta menempel secara permanen di atas kertas, dan menjadikan tinta dapat mengering dengan cepat. Sementara itu, untuk menghasilkan efek warna yang beragam mereka sering menggunakan kulit cabai, bunga, daun inai, dan sebagainya yang sudah ditumbuk dengan halus. Sedangkan alat untuk menulis, mereka selalu memakai lidi dari pohon aren yang dijepit menggunakan potongan bambu sesuai ukuran pena sekarang, batang bulu angsa, dan potongan bambu kecil yang sudah diruncingkan.
Alat dan bahan tulis tersebut dibuat secara sederhaha, ini tidak lepas dari situasi dan kondisi pada waktu itu—penuh keterbatasan. Secara tidak langsung, tradisi tulis semacam ini merupakan local genius yang dikembangkan didasarkan atas pola berfikir masyarakat yang terus memberi stimulasi haus akan ilmu pengetahuan pada masanya.
Dari beberapa informan di Jombang menjelaskan bahwa, tradisi tulis Jombang pernah mengalami masa gemilang sebelum tahun 1900, masyarakat pedesaan sering membacakan manuskrip daluwang pada saat ada salah seorang anggota keluarga punya hajatan seperti melahirkan (melekan jabang bayi), nikahan, bersih desa, dan sebagainya. Biasanya sesepuh desa dan sebagian kelompok tertentu nembang Serat Anbiya (aksara Pegon dan Jawa) dan cerita-cerita pewayangan sampai menjelang subuh tiba. Data ini diperkuat lagi dengan ditemukannya manuskrip Serat Anbiya—bahan daluwang di Ngoro Jombang, dan beberapa cerita rakyat yang sudah banyak berkembang di masyarakat. Pernyataan itu membuktikan, bahwa di Jombang secara tidak langsung pernah ada jejak tradisi penulisan namun sifatnya lebih sederhana. Penyalinan dan penulisan manuskrip dilakukan antara orang per orang atau pesan ke seorang juru tulis, tidak seperti apa yang terjadi di Tegalsari Ponorogo secara kolektif, intens, dan komprehensif.
Namun aspek lain, manuskrip daluwang yang bisa kita lihat sekarang—kondisinya sungguh memperihatinkan pemerintah tidak begitu peduli akan masalah ini, padahal tahun kemarin kita merasa orgasme-emosional setelah budaya lokal Nusantara dibikin geli oleh negara tetangga. Setidaknya kita sebagai masyarakat Indonesia sadar budaya wajib memperhatikan akan manuskrip-manuskrip warisan nenek moyang dan menggalinya dari berbagai prespektif yang bisa menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Manuskrip-manuskrip Melayu kuno sudah banyak digondol dan didigitalisasi secara ilegal oleh negara tetangga untuk mencari kekuatan sejarah tertua nenek moyang mereka sebagai hak prioritas terhadap negaranya. Kalau suatu saat naskah Melayu koleksi masyarakat sudah banyak yang melayang tidak jelas, apakah tim yang bergentayangan itu akan memburu manuskrip pegon dan aksara Jawa di sekitar kita?
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar