Kamis, 09 Juni 2011

DALUWANG: BUKTI TRADISI PERNASKAHAN DI JOMBANG

Agus Sulton
Radar Mojokerto, 13 Fab 2011

Tradisi tulis-menulis sebenarnya sudah dimulai sejak berabad lamanya sebagai bacaan, pedoman manusia, kristalisasi atau cerminan akan zamannya. Dan bahasa sebagi medium yang mampu memberikan impresif tersendiri dalam menyampaikan dan menapaki kesusastraan, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulis. Hal ini dapat diperkuat dari banyaknya penemuan manuskrip-manuskrip (naskah kuno/buku kuno) yang masih tersimpan di masyarakat dan prasasti batu bertulis di kabupaten Jombang seperti, prasasti Geweng 855 Saka atau 933 Masehi. Peninggalan tersebut bertatahkan tulisan aksara Jawa Kawi dilihat dari bentuk huruf, bahasa, dan susunan yang digunakan.

Sepanjang perkembangan pola berfikir masyarakat, tradisi tulis terus mengalami kemajuan, yaitu dari batu bertulis beralih ke daun lontar. Semacam ini—tidak terlepas dari pandangan masyarakat Jawa yang selalu berusaha untuk menyelaraskan dirinya dengan kekuatan lingkungan. Dojosantosa (1985) mengakatan sebagai Hayuning Bawana (kedamaian dunia) dilakukan dengan cara memelihara dan memperbaiki adat tatacara yang hidup dalam masyarakat, berlandaskan pada kekuatan dan kekuasaan Tuhan seru sekalian alam. Dengan demikian, mayarakat Jawa pada saat itu sudah memahami perubahan untuk meningkatkan atau memperbaiki pola kehidupannya, ini bisa dibuktikan dari karya-karya kesusastraan yang dihasilkan. Kekuatan yang muncul dari hasil karyanya memancarkan kekuatan tersendiri—yang tidak bisa diciptakan oleh orang masa kini. Sebagaimana dimaklumi atas puncak sastra Jawa kuno kuat berada di Kediri, yang hasil-hasilnya berupa lontar berbentuk kakawin seperti Hariwangsa Gatutkaca Craya (Mpu Panuluh), Werthansancaya (Mpu Tanakung), Arjunawiwaha (Mpu Kanwa, tahun 1030 M), Baratayudha (Mpu Sedah dan Mpu Panuluh), Smaradahana (Mpu Darmaja), Sumana Santaka (Mpu Monaguna), Kresnayana (Mpu Triguna), dan sebagainya. Arjunawiwaha menceritakan tentang sosok Arjuna bertapa—mencari senjata untuk kepentingan perang melawan Kurawa. Sedangkan Gatutkaca Craya menggambarkan sosok Putra Arjuna, yaitu Abimanyu menikan dengan Siti Sundhari berkat bantuan Gatatkaca. Kresnayana bercerita masa kecil Kresna dan keluarganya.

Selain kerajaan Kediri, kerajaan Majapahit juga menghasilkan karya-karya agung seperti, Kutaramanama (Gajah Mada), Negarakertagama (Mpu Prapanca) banyak menceritakan tentang kerajaan Singasari pada masa Ken Arok sampai Hayam Wuruk, Arjunawiwaha (Mpu Tantular) menceritakan Patih Sumantri dan Arjuna Sasrabaha melawan Rahwana, Sutasoma (Mpu Tantular), Pararaton, Calon Arang, Sundayana, dan sebagainya.

Setelah lontar mengalami kemunduran, masyarakat mulai memakai kertas daluwang walaupun lontar tidak bisa ditinggalkan begitu saja, tetap dari sebagian masyarakat masih mempertahankan lontar sebagai media untuk menulis; baik menyalin manuskrip-manuskrip lama, menafsirkan aksara Arab ke bentuk tulisan pegon, dan karang mengarang. Daluwang merupakan kertas dari kulit pohon Waru yang dikelupas kemudian ditumbuk di atas balokan kayu. Untuk bahan pembuatan kertas daluwang di Jombang lebih dikenal dengan pohon Waru, Sunda (pohon Saeh), Madura (Dhalubang/Dhulubang), Banggai (pohon Linggowas), Sumba (pohon kembala), Tembuku (pohon Iwo), dan Kepulauan Seram (pohon Malak). Pohon ini di dunia disebut juga dengan Paper moerbeiboom, Japanischer papierbaum, Paper Mulberry , Murier a papier , dan Paper mulberry.

Kertas daluwang—itu sendiri juga mempunyai banyak sebutan berbeda-beda di setiap daerah. Di Ponorogo disebut dengan kertas Gedog, nama ini diambil atas anggapan masyarakat bahwa bunyi saat proses pembuatan di atas balokan kayu, sedangkan keseluruan Jawa menyebutnya sebagai kertas daluwang/dluwang, Nusantara pada umumnya menamai dengan kertas Fuya, dan di dataran Pasifik disebut dengan kertas Tape. Orang awam yang kurang begitu memahami sejarah tradisi tulis masa lampau, kertas daluwang disebut sebagai kertas kulit (kulit binatang) atau kertas kapas, sekilas kertas ini memang mirip lulang kulit, berserabut atau serat, dan susah untuk disobek.

Metode dalam pembuatan kertas daluwang ini lebih sederhana. Pertama, disiapkan pohon Waru yang berusia sekitar dua tahun, kemudian dipotong sesuai keinginan dan kulitnya dikelupas, selanjutnya kelupasan tersebut direndam dalam air kurang lebih satu jam. Kedua, hasil perendaman tersebut diletakkan di atas bantalan balokan kayu lalu dipukul memakai Pameupeuh (sejenis alat pemukul) sampai kulit tersebut mencapai lebar 1,5-2 dari lebar semula, lalu kedua bagian disatukan secara membujur untuk menghasilkan kertas yang diinginkan. Ketiga, mencuci kulit yang sudah dipukuli tersebut ke dalam air bersih, diperas dengan pelan, dilipat-lipat, selanjutnya digulung—dibungkus memakai daun pisang sekirat 3-5 hari agar bisa menghasilkan lendir. Keempat, mengambil kulit-kulit tersebut dari bungkusan untuk diletakkan di atas batang daun pisang sambil dijemur dan menghilangkah lendir yang berlebihan, sekiranya dirasa agak kering, selanjutnya bisa diangkat dari batang pohon pisang dipindahkan ke tali tampar pohon Waru yang sudah dibentangkan.

***

Produksi kertas daluwang mencapai kejayaan sekitar abad ke-18 M dan 19 M, ini dibuktikan dari beberapa manuskrip yang banyak ditemukan di masyarakat. Selama penulis melakukan penyelidikan di Jombang dan sekitarnya dari tahun 2008-sekarang, indikasinya dalam kolofon manuskrip tersebut mencantumkan candra-sengkala tidak jauh dari tahun 1800-an. Kebanyakan manuskrip-manuskrip itu ditulis menggunakan kertas daluwang, walapun ada sebagian yang ditulis memakai kertas watermark (cap: PC Hendrinksen, 1A, HS, VDL, seorang raja sedang duduk memegang tongkat), anggapan ini tergolong manuskrip tahun 1840-an.

Secara umum manuskrip daluwang yang ada di Jombang lebih dominan pada manuskrip keagamaan, seperti tauhid, pengobatan, tarekat, fiqih, Akhlaq, cerita para Nabi dan sebagainya. Di sisi lain kitab ”jenggotan” berbahasa Arab merupakan manuskrip yang paling sering dijumpai dan hampir kesemuanya memakai kertas Eropa, baik watermark atau kertas bergaris renggang. Dalam konteks manuskrip pesantren masa lalu, kertas daluwang merupakan alas tulis yang banyak dipakai untuk menyalin dan penulisan naskah keagamaan. Di samping itu, kertas daluwang mudah didapat dari para pengrajin kertas dengan harga ekonomis dan ukuran sesuai dengan selera permintaan, dari pada kertas Eropa—yang pada saat itu susah didapatkan begitujuga harganya cukup mahal.

Menurut sumber tradisional, tinta untuk menulis kertas daluwang—mereka buat sendiri secara natural, yaitu bleduk (getah) asem ranji dicampur dengan angus oncor atau arang, kemudian direbus sampai mengental. Ada juga jelaga berwarna hitam dicampur dengan kanji, arang, lada hitam atau beras ketan hitam, setelah itu dilarutkan dalam air untuk direbus, masyarakat menyebutnya sebagai tinta India.

Campuran dari beberapa bahan tersebut bertujuan untuk menghasilkan warna hitam pekat, tinta menempel secara permanen di atas kertas, dan menjadikan tinta dapat mengering dengan cepat. Sementara itu, untuk menghasilkan efek warna yang beragam mereka sering menggunakan kulit cabai, bunga, daun inai, dan sebagainya yang sudah ditumbuk dengan halus. Sedangkan alat untuk menulis, mereka selalu memakai lidi dari pohon aren yang dijepit menggunakan potongan bambu sesuai ukuran pena sekarang, batang bulu angsa, dan potongan bambu kecil yang sudah diruncingkan.

Alat dan bahan tulis tersebut dibuat secara sederhaha, ini tidak lepas dari situasi dan kondisi pada waktu itu—penuh keterbatasan. Secara tidak langsung, tradisi tulis semacam ini merupakan local genius yang dikembangkan didasarkan atas pola berfikir masyarakat yang terus memberi stimulasi haus akan ilmu pengetahuan pada masanya.

Dari beberapa informan di Jombang menjelaskan bahwa, tradisi tulis Jombang pernah mengalami masa gemilang sebelum tahun 1900, masyarakat pedesaan sering membacakan manuskrip daluwang pada saat ada salah seorang anggota keluarga punya hajatan seperti melahirkan (melekan jabang bayi), nikahan, bersih desa, dan sebagainya. Biasanya sesepuh desa dan sebagian kelompok tertentu nembang Serat Anbiya (aksara Pegon dan Jawa) dan cerita-cerita pewayangan sampai menjelang subuh tiba. Data ini diperkuat lagi dengan ditemukannya manuskrip Serat Anbiya—bahan daluwang di Ngoro Jombang, dan beberapa cerita rakyat yang sudah banyak berkembang di masyarakat. Pernyataan itu membuktikan, bahwa di Jombang secara tidak langsung pernah ada jejak tradisi penulisan namun sifatnya lebih sederhana. Penyalinan dan penulisan manuskrip dilakukan antara orang per orang atau pesan ke seorang juru tulis, tidak seperti apa yang terjadi di Tegalsari Ponorogo secara kolektif, intens, dan komprehensif.

Namun aspek lain, manuskrip daluwang yang bisa kita lihat sekarang—kondisinya sungguh memperihatinkan pemerintah tidak begitu peduli akan masalah ini, padahal tahun kemarin kita merasa orgasme-emosional setelah budaya lokal Nusantara dibikin geli oleh negara tetangga. Setidaknya kita sebagai masyarakat Indonesia sadar budaya wajib memperhatikan akan manuskrip-manuskrip warisan nenek moyang dan menggalinya dari berbagai prespektif yang bisa menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Manuskrip-manuskrip Melayu kuno sudah banyak digondol dan didigitalisasi secara ilegal oleh negara tetangga untuk mencari kekuatan sejarah tertua nenek moyang mereka sebagai hak prioritas terhadap negaranya. Kalau suatu saat naskah Melayu koleksi masyarakat sudah banyak yang melayang tidak jelas, apakah tim yang bergentayangan itu akan memburu manuskrip pegon dan aksara Jawa di sekitar kita?

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar