Rabu, 16 Maret 2011

Di Manakah “Kedalaman” Novel Nubuat(?)

Marhalim Zaini*
http://www.riaupos.com/

Dari berbagai pengalaman bacaan saya yang serupa itu, maka kini saya sedang berhadapan dengan novel Nubuat karya Gde Agung Lontar. Novel yang mengisahkan tentang perjalanan/petualangan seorang tokoh lelaki muda bernama Awang, dari kampung halamannya (yang oleh pengarang cukup dinamai dengan Parit 0 (?) sampai Parit 40, menuju ke tempat-tempat yang kelak membawa tokoh ini mencapai keinginannya untuk menjadi hulubalang istana. Keinginan ini pun sesungguhnya bukanlah sebuah obsesi yang kuat dari si Awang. Sebab di balik itu tujuan utamanya merantau adalah untuk menghindar dijodohkan dengan perempuan sekampungnya yang tinggal di Parit 19 bernama Zahara, anak Leman Tonjang, sahabat lama ayahnya Awang. Kenapa menghindar? Tak ada gambaran yang kuat untuk dapat menjawabnya dengan lebih “ideologis.” Alasan Awang, karena si Zahara itu, adalah Budak Bingal. Apa itu Budak Bingal? Tak pula dapat kita temukan detil deskripsi yang membuat Zahara dipanggil oleh Awang dengan sebutan demikian, sehingga penolakan/penghindaran Awang menjadi sangat beralasan. Setahu saya, kata “bingal” sendiri adalah khas milik orang Melayu, yang dapat diartikan sebagai “tak mau mendengar nasehat orang” atau “keras kepala” dan sejenisnya. Namun, tak ada deskripsi peristiwa yang dapat jadi referensi pembaca untuk ikut membenarkan si Awang. Lalu, seolah tanpa ada konflik/perdebatan yang lebih luas dan tajam, akhirnya Mak (Ibunya Awang) dengan agak berat hati mengizinkan Awang pergi merantau.

Proses perjalanan Awang menyinggahi satu daerah ke daerah yang lain hingga mendapatkan gelar parjurit laskar hulubalang raja inilah yang nampak menjadi fokus cerita dalam novel Nubuat ini. Mulai dari kota Bandarnibung, lalu ke kota pelabuhan bernama Nemopolis, kemudian kota persinggahan dan dikenal dengan kota para pujangga Wadi Awaliyah, menuju ke kota besar di tengah padang pasir bernama Oasis Nikmah, dan terakhir ke kota indah Metrozamrud tempat di mana Yang Mulia Sultan Maulana bertahta. Lalu, bagaimana dengan kata “nubuat” yang menjadi judul dari novel ini? Bagaimana keterkaitannya dengan kota-kota itu? Siapakah pemilik nubuat tersebut?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “nubuat” berarti wahyu yang diturunkan kepada nabi (untuk disampaikan kepada manusia), atau boleh juga berarti ramalan. Saya kira, dalam konteks novel ini, agaknya arti yang kedua lebih tepat. Dan pengarang sendiri, juga sempat menderetkan kata “dinubuatkan” dengan kata “dinujumkan/ditakwilkan/diramalkan” (hal. 238). Nubuat yang tertera dalam novel ini lebih berbentuk semacam syair, yang terdiri dari empat bait yang mewakili empat nubuat. Karena “nubuat” ini dapat dikatakan sebagai intisari dari sejumlah peristiwa dalam novel ini, ada baiknya saya kutipkan secara lengkap. Nubuat pertama: “Pada purnama merah jelaga/Kayu-kayu bersilang membara/Pada sebuah kota peniaga/Dari sebuah ladang kopra.” Nubuat kedua: “Pada purnama pagi cemerlang/Angin dan air saling bersilang/Pada sebuah kota yang terang/Membuang segala belang berbilang.” Nubuat ketiga: “Pada purnama gelap sudah/Batu dan pasir bertikai-sungsang/Pada sebuah kota bermadah/Hilang tiang hilang sagang.” Nubuat keempat: “Pada purnama ketiga belas/Berkatalah sang pujangga di depan tahta/Tentang hati yang sungsang penuh bara/Khianat tiada terkira-kira!/Sayang Laksamana, bersiap merayakan kekalahannya/Pada sebilah pedang bertanjak emas.”

Empat nubuat ini kemudian dinamakan sebagai Nubuat Temberang. Karena yang menulis nubuat ini adalah seseorang yang bernama Temberang. Tokoh ini sempat menyebut nama lengkapnya ketika berkenalan dengan pemimpin serombongan kafilah dengan Temberang bin Tembung. Seorang tokoh yang kemudian bersahabat dengan si Awang, selama hampir sebagian besar masa perjalanan. Awang bertemu dengan Temberang ketika berada di Wadi Awaliyah. Yang dengan banyak serba kebetulan, Awang dan Temberang terus bersama melakukan perjalanan hingga sampai ke kota Metrozamrud. Nah, Nubuat Temberang ini setiap baitnya seolah menjadi semacam ramalan nasib yang akan menimpa negeri yang disinggahi oleh Temberang. Misalnya, negeri Bandarnibung yang terletak di atas rawa-rawa hampir musnah terbakar, kota Nemopolis dilanda Tsunami (meski penulis sendiri tak menyebutnya begittu), kota Wadi Awaliyah terbenam di bawah timbunan batu dan pasir, dan kuil-kuil zagaru di kota Wadi Hidayah banyak bertumbangan. Demikianlah, sosok Temberang kemudian menjadi sosok yang sangat dicari-cari oleh orang-orang yang negerinya telah porak-poranda oleh nubuat. Mereka marah dan menuduh bahwa Temberang adalah pembawa malapetaka.

Selain itu, dalam perjalanan menuju Oasis Nikmah, Temberang dan Awang yang juga bersama serombongan pedagang dari Bandarnibung yang kebetulan bertemu, sempat tertawan oleh sekawanan penyamun. Episode ini juga adalah awal pertemuan dan (langsung jatuh hati) Awang pada seorang perempuan bercadar bernama Hara. Mereka semua dibebaskan setelah serombongan orang dari Metrozamrud yang dipimpin oleh seorang bernama Talon. Tersebab rombongan ini dulu pernah mengalahkan penyamun, dengan melumpuhkan pemimpinnya, maka kini merekalah yang memimpin, dan berupaya membawa para penyamun ke jalan yang benar. Talon, adalah sosok protagonis yang kelak ikut menyelamatkan Sultan dari rongrongan makar yang dilakukan oleh Durona, seorang panglima hulubalang. Keberadaan Temberang dan Awang di kerajaan saat terjadinya proses makar itu, rupanya turut membantu melumpuhkan kelompok Durona. Dan Awang, pada sebuah kesempatan (yang nampaknya banyak serba kebetulan) dapat menikamkan pedang ke tubuh Drona di saat ia sedang lengah. Peristiwa inilah yang membuat Awang dianugerahi sebagai kepala prajurit penggawa istana. Lalu, Awang pun pulang kampung menemui Mak-nya, dan berakhir dengan happy-ending, dapat kawin dengan Hara, yang ternyata adalah Zahara, perempuan yang dulu sempat dijodohkan dengannya.

“Novel Antah-berantah”
Jika cara baca saya terhadap novel ini merujuk kepada apa yang telah saya paparkan di awal tulisan ini tentang keinginan saya untuk mendapatkan “realitas autentik” sekaligus hendak menyelami makna tekstual, dan makna referensial/kontekstual, maka saya akan berhadapan dengan lanskap-lanskap “realitas” yang serba kabur. Upaya saya berkali-kali membuka “pintu-pintu” peristiwa untuk dapat masuk ke dalam makna/nilai yang lebih luas yang terkandung dalam novel ini, dan menjejak ke sebuah akar kebudayaan tertentu, saya selalu tak berhasil. Maka di sini, saya hendak menunjukkan beberapa soal, yang menurut saya, menjadi sebab ketidakberhasilan saya itu.

Pertama, soal ke mana akar sosial-kultural dalam novel Nubuat ini hendak dirujuk, sehingga saya/kita dapat menemukan “realitas autentik” itu? Awalnya, saya hampir percaya bahwa novel ini menempatkan “Melayu” sebagai sebuah rujukan dasar untuk memberi sentuhan “lokal” (bahkan mungkin tawaran estetika) dengan berbagai problematikanya. Awalnya, saya juga hampir percaya dengan salah satu komentar di belakang kulit sampul novel ini yang menyatakan bahwa, “…ingin mengenal lebih dalam budaya Melayu yang menyimpan nilai-nilai “cerdik cendekia”…..” Namun, setelah membaca novel ini, saya justru merasakan Melayu sebagai sebuah entitas kebudayaan, pun peradaban besar, menjadi tak terjangkau nilai-nilainya, menjadi rumpang gagasan-gagasannya, bahkan sangat lemah akurasi empiriknya. Yang menjadi sebab terbesar sehingga hal ini terjadi, saya kira adalah bahwa pengarang tidak menghadirkan deskripsi referensial yang memadai (apalagi detil) tentang sebuah realitas yang dipaparkan. Tidak tampak demikian meyakinkan pembaca, bahwa persoalan yang diusung pengarang adalah persoalan dengan latar belakang dari sebuah kebudayaan yang dikenalkan secara komprehensif. Maka, fakta ini secara tak langsung juga, menampik pernyataan dari salah satu komentar yang lain, yang juga tertera di belakang sampul novel ini, berbunyi, “…jika detil yang diinginkan, novel ini akan memberikannya.”

Hemat saya, simbol ke-Melayu-an dalam novel Nubuat sesungguhnya demikian banyak bertebaran. Namun simbol-simbol itu seolah hadir sebagai “dirinya sendiri” yang tidak berdaya untuk membangun jaringan/relasi secara proporsional dengan peristiwa, sehingga ia lebih terkesan sebagai asesoris yang tak menunjukkan eksistensi nilainya yang penting. Simbol Melayu “Tanjak” misalnya, yang dibawa/dipakai tokoh Awang merantau tidak kemudian menjelaskan identitas.(bersambung)

*) Adalah sastrawan dan pengajar di Akademi Kesenian Melayu Riau. Bersama beberapa teman mengelola Sekolah Menulis Paragraf di bawah Yayasan Paragraf. Tinggal di Pekanbaru.

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar