Selasa, 01 Februari 2011

Musikalitas Teater Tutur Lampung

Iwan Nurdaya Djafar
http://www.lampungpost.com/

Dalam tulisan Sastra Lampung Bukan Sastra Lisan (Lampung Post, 19-12-2010), saya menandaskan bahwa sastra Lampung klasik adalah sastra tulis. Sementara metode penyebarannya dalam bentuk teater tutur merupakan seni yang mandiri (otonom). Teater tutur Lampung klasik, hemat saya, termasuk ke dalam wilayah seni suara dan/atau musikalisasi puisi. Dalam bahasa Lampung disebut bedendang atau belagu.

Orang Lampung mengenal teater tutur yang tersebar di seluruh Lampung dengan namanya masing-masing. Teater tutur ialah bentuk teater tradisional yang menyampaikan atau memaparkan sastra lisan kepada penonton/pendengarnya. Cara penyampaiannya diungkapkan dengan nyanyian atau dituturkan lewat bahasa berirama. Teater tutur umumnya bersifat hiburan dan edukatif (Vademikum Direktorat Kesenian, Jakarta, 1984). Definisi barusan tidak sepenuhnya tepat bila dikaitkan dengan sastra Lampung. Meskipun dalam metode penyebarannya sastra Lampung dituturkan, sastra Lampung bukanlah sastra lisan, melainkan sastra tulis. Baru kemudian sastra tulis itu dituturkan. Nama teater tutur orang Lampung antara lain ringget, ngadio, pisaan, wawancan, kitapun, warahan, bubandung, tangis, mardinei, dan lain-lain.

Terdapat perbedaan di dalam menuturkan aneka ragam teater tutur orang Lampung di atas. Menuturkan salah satu teater tutur itu, bubandung, misalnya, harus dengan lafal dan intonasi yang tepat. Di berbagai tempat, intonasi atau lagu yang menyertai ucapan ketika menuturkan bubandung berbeda-beda. Beda dialek beda pula intonasinya.

Demikian pula dengan pisaan, yang berasal dari kata pesi yang berarti periksa. Karena pisaan mengandung maksud yang tersembunyi maka harus diperiksa (dipesi). Pisaan dituturkan tanpa terikat oleh tempat dan waktu tertentu dan dikenal pada masyarakat Lampung Pubian, Sungkai, dan Way kanan. Pisaan ialah seni suara, lagu klasik atau sejenis pantun yang mengandung kata-kata sindiran atau berupa rangkaian cerita kuno. Adakalanya pisaan dipergunakan pada saat melepas keberangkatan seorang gadis menuju rumah calon suaminya dan pada saat bujang gadis dalam suatu pertemuan muda-mudi untuk menyatakan kasih cinta.

Menilik isinya, ada bermacam-macam pisaan, yaitu pisaan sedih, gembira, riwayat, peristiwa, sindiran, ungkapan hasrat bujang kepada gadis, atau apa saja dapat menjadi tema pisaan. Sebelum menuturkan pisaan lazimnya diawali dengan kata: “Kita puuun…” maksudnya, sebagai pertanda seseorang akan ber-pisaan.

Menilik bentuknya, pisaan dapat disebut pantun berantai atau pantun berkait: baris keempat pada bait pertama menjadi baris pertama pada bait kedua, baris keempat bait kedua menjadi baris pertama bait ketiga, dan seterusnya.

Teater tutur lain, yaitu incang-incang. Jumlah baitnya tidak terikat, antara lima sampai sembilan bait. Tiap bait terdiri atas empat larik dan bersajak a-b-a-b. Larik pertama dan kedua berupa sampiran, sedangkan larik ketiga dan keempat berupa isi. Maka, incang-incang sama dengan pantun. Isinya bukan hanya berupa senandung untuk meninabobokan anak dalam bentuk petuah, pesan, nasihat yang bersifat jenaka dan menghibur, namun bisa meluas sampai ke pantun cinta-kasih atau tema lain. Incang-incang terpelihara pada marga Lampung Pubian. Manakala dituturkan, irama incang-incang ada bermacam-macam, di antaranya: irama pubian daghak (pubian darat), irama pubian doh (pubian hilir), dan irama pisaan.

Adapun pada ragam babagh bunyi sughat yang berarti menyampaikan sesuatu melalui surat, sering juga disebut ngehidu, karena pada setiap pergantian kalimat (ganti pematang) sang pelantun akan melontarkan kata hi … du …– atau jeda untuk mengambil napas panjang untuk melantunkan kalimat selanjutnya.

Begitu pula dengan muayak (wayak) yang berasal dari kata waya berarti senang atau gembira. Senang karena pekerjaan dilaksanakan sambil melantunkan pantun atau lagu dengan nada yang nyaring.

Muayak biasanya dilakukan pada saat acara kebuah kecambay, papulangan, jebus, belin muli meghanai, nattak teba (gotong royong), pesta sekura (topeng), atau dalam suatu acara pertunjukan di luar itu. Muayak dituturkan oleh orang yang sudah dewasa atau remaja yang akan meningkat dewasa (muli meghanai tameghanjak). Sesuai dengan fungsinya, muayak sering dikatakan masak layu (matang sebelum waktunya) atau anak bergaya bujang, karena tidak sesuai dengan pelantunnya.

Sebagaimana halnya pantun, muayak terdiri atas empat baris per bait, bersajak a-b-a-b, dua baris pertama merupakan sampiran, dan dua baris terakhir adalah isi. Jumlah bait bergantung pada muayak itu sendiri, tapi biasanya antara 8-12 bait.

Pada masyarakat Belalau, Lampung Barat, muayak terdiri dari tiga macam sujak (jenis) yaitu muayak sujak jebus, muayak sujak pulangan, dan muayak sujak kecambay. Muayak sujak jebus adalah muayak yang dilantunkan dengan nada tinggi yang dikenal dengan istilah nguin (melengking) mulai dari awal hingga akhir. Maksudnya, agar apa yang dilantunkan terdengar oleh orang walaupun dari jauh. Muayak jebus dilaksanakan pada saat kita akan berkunjung ke suatu desa (pekon), sebagai tanda kita akan berkunjung ke desa itu. Pada jarak kira-kira 40 meter menjelang desa yang dikunjungi, muayak sujak jebus dilantunkan sebagai pemberitahuan kepada gadis-gadis yang ada di desa tersebut bahwa akan ada tamu yang datang sehingga mereka bersiap-siap untuk menerimanya.

Muayak sunjak pulangan adalah muayak yang dilantunkan dengan nada sedang dan lazimnya diawali dengan kata “ai … ai …” serta di antara bait demi bait diselingi dengan kata “ai.. ai…” pula. Muayak pulangan ini dilantunkan oleh bujang dan gadis pada saat berlangsungnya acara perpisahan seorang gadis yang akan berumah tangga terhadap teman-temannya yang ditandai dengan saling memaafkan. Acara pulangan dilaksanakan di suatu tempat yang telah ditentukan. Bujang gadis saling melantunkan muayak pulangan yang berisi pesan-pesan dan harapan-harapan yang bukan hanya ditujukan kepada gadis yang akan berumah tangga, tetapi juga kepada teman-teman yang lain.

Muayak sujak kecambay yaitu muayak yang dilantunkan dengan nada bervariasi antara nada tinggi dan nada rendah, atau menggunakan sujak jebus dan sujak pulangan dan biasanya dibawakan secara bersamaan antara kelompok bujang dengan kelompok gadis.

Fungsi muayak seirama dengan isi, lagu dan cara melantunkannya. Pertama, sebagai sarana informasi yang komunikatif dan bersifat mendidik karena dalamnya terkandung pesan, nasihat dan ajaran yang berguna dalam membentuk perilaku manusia untuk berperilaku jujur, berbuat baik dan memiliki rasa tanggung jawab dalam kehidupan dan penghidupan. Kedua, sebagai sarana hiburan; karena dilantunkan dengan menggunakan lagu dan irama yang disebut sujak. Ketiga, sebagai sarana ekspresi nilai-nilai kehidupan, misalnya menyatakan betapa pentingnya kebersamaan, toleransi dan rasa persatuan dalam mencapai suatu tujuan.

Menilik riwayatnya, pada zaman dahulu muayak dilantunkan pada saat tertentu saja dengan suara lepas tanpa musik pengiring. Namun dalam perkembangannya muayak dapat dilantunkan dalam bentuk bersahutan (dialog) dan disertai musik pengiring berupa gamolan/kulitang peghing (bambu), talo (tala) dan ghujih. Pada tahap ini, yang terjadi adalah suatu musikalisasi puisi, karena kegiatan bedendang atau belagu di situ sudah dilengkapi dengan alat musik.

Selanjutnya kita lihat teater tutur bubandung. Secara harfiah bandung berarti “bertemu” (butungga). Bentuk puisi tersebut disebut bandung karena disampaikan pada suatu perjumpaan (pertemuan). Bubandung terdapat di Lampung Selatan, berupa sejenis pantun klasik yang biasa dipakai dalam acara bujang gadis menurut adat yang disebut ngediyow, yaitu upacara cangget atau tarian yang dilakukan bujang gadis; seraya menari mereka bubandung atau pantun bersahut. Isi bubandung seringkali merupakan kata kiasan tanam tumbuhan, dilakukan dengan irama naik turun dan keras.

Terdapat lima macam bubandung. Pertama, bubandung usul yang berisi suatu ajaran terutama keyakinan atau ideologi yang perlu ditanamkan kepada pendengarnya, kadangkala merupakan ajaran agama dari sabda Rasul (taghosul). Kedua, bubandung santeghi, berisi nasihat tentang keimanan atau nasihat tentang keyakinan dalam menjalankan perintah agama atau nasihat keagamaan. Ketiga, bubandung amanat, yang berisi pesan-pesan atau amanat, hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan fisik dan mental.

Keempat, bubandung kediyoan, yang berisi curahan hati perasaan seseorang, pemecahan persoalan yang dihadapi dan dilaksanakan pada malam ngediyo (malam yang keesokan harinya berlangsung begawi adat). Kelima, bubandung cerita, misalnya kisah seorang anak yang melalaikan perintah orang tua, dll.

Ciri-ciri bubandung: (1) umumnya tiap bait terdiri atas empat larik, (2) pada bait awal terdapat mukadimah (pembukaan), (3) berisi amanat, nasihat keagamaan atau kemasyarakatan; (4) bersajak a-b-a-b (sajak silang), (5) berirama/nada minor, (6) semua baris merupakan isi/pesan yang ingin disampaikan.

Bubandung dituturkan pada acara pernikahan, peringatan hari besar Islam, pada saat keluarga besar berkumpul, upacara khitanan dll. Menuturkan bubandung harus dengan lafal dan intonasi yang tepat. Di berbagai tempat, intonasi atau lagu yang menyertai ucapan ketika menuturkan bubandung berbeda-beda. Beda dialek beda pula intonasinya.

Berikut contoh lagu atau intonasi pada bubandung amanat. Karena pola persajakannya bersifat statis maka lagu atau intonasi untuk bait-bait selanjutnya sama dengan bait pertama:

Untuk kepentingan pengajaran, disarankan agar semua bentuk teater tutur orang Lampung dituangkan dalam bentuk notasi seperti contoh di atas, sehingga diperoleh takaran suara yang tepat, baik tinggi-rendah atau panjang-pendek nadanya, cepat-lambat temponya, dan lain-lain. Untuk itu, diperlukan penelitian yang menyeluruh atas aspek musikalitas teater tutur Lampung.

Iwan Nurdaya Djafar, budayawan

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar