Iwan Nurdaya Djafar
http://www.lampungpost.com/
Dalam tulisan Sastra Lampung Bukan Sastra Lisan (Lampung Post, 19-12-2010), saya menandaskan bahwa sastra Lampung klasik adalah sastra tulis. Sementara metode penyebarannya dalam bentuk teater tutur merupakan seni yang mandiri (otonom). Teater tutur Lampung klasik, hemat saya, termasuk ke dalam wilayah seni suara dan/atau musikalisasi puisi. Dalam bahasa Lampung disebut bedendang atau belagu.
Orang Lampung mengenal teater tutur yang tersebar di seluruh Lampung dengan namanya masing-masing. Teater tutur ialah bentuk teater tradisional yang menyampaikan atau memaparkan sastra lisan kepada penonton/pendengarnya. Cara penyampaiannya diungkapkan dengan nyanyian atau dituturkan lewat bahasa berirama. Teater tutur umumnya bersifat hiburan dan edukatif (Vademikum Direktorat Kesenian, Jakarta, 1984). Definisi barusan tidak sepenuhnya tepat bila dikaitkan dengan sastra Lampung. Meskipun dalam metode penyebarannya sastra Lampung dituturkan, sastra Lampung bukanlah sastra lisan, melainkan sastra tulis. Baru kemudian sastra tulis itu dituturkan. Nama teater tutur orang Lampung antara lain ringget, ngadio, pisaan, wawancan, kitapun, warahan, bubandung, tangis, mardinei, dan lain-lain.
Terdapat perbedaan di dalam menuturkan aneka ragam teater tutur orang Lampung di atas. Menuturkan salah satu teater tutur itu, bubandung, misalnya, harus dengan lafal dan intonasi yang tepat. Di berbagai tempat, intonasi atau lagu yang menyertai ucapan ketika menuturkan bubandung berbeda-beda. Beda dialek beda pula intonasinya.
Demikian pula dengan pisaan, yang berasal dari kata pesi yang berarti periksa. Karena pisaan mengandung maksud yang tersembunyi maka harus diperiksa (dipesi). Pisaan dituturkan tanpa terikat oleh tempat dan waktu tertentu dan dikenal pada masyarakat Lampung Pubian, Sungkai, dan Way kanan. Pisaan ialah seni suara, lagu klasik atau sejenis pantun yang mengandung kata-kata sindiran atau berupa rangkaian cerita kuno. Adakalanya pisaan dipergunakan pada saat melepas keberangkatan seorang gadis menuju rumah calon suaminya dan pada saat bujang gadis dalam suatu pertemuan muda-mudi untuk menyatakan kasih cinta.
Menilik isinya, ada bermacam-macam pisaan, yaitu pisaan sedih, gembira, riwayat, peristiwa, sindiran, ungkapan hasrat bujang kepada gadis, atau apa saja dapat menjadi tema pisaan. Sebelum menuturkan pisaan lazimnya diawali dengan kata: “Kita puuun…” maksudnya, sebagai pertanda seseorang akan ber-pisaan.
Menilik bentuknya, pisaan dapat disebut pantun berantai atau pantun berkait: baris keempat pada bait pertama menjadi baris pertama pada bait kedua, baris keempat bait kedua menjadi baris pertama bait ketiga, dan seterusnya.
Teater tutur lain, yaitu incang-incang. Jumlah baitnya tidak terikat, antara lima sampai sembilan bait. Tiap bait terdiri atas empat larik dan bersajak a-b-a-b. Larik pertama dan kedua berupa sampiran, sedangkan larik ketiga dan keempat berupa isi. Maka, incang-incang sama dengan pantun. Isinya bukan hanya berupa senandung untuk meninabobokan anak dalam bentuk petuah, pesan, nasihat yang bersifat jenaka dan menghibur, namun bisa meluas sampai ke pantun cinta-kasih atau tema lain. Incang-incang terpelihara pada marga Lampung Pubian. Manakala dituturkan, irama incang-incang ada bermacam-macam, di antaranya: irama pubian daghak (pubian darat), irama pubian doh (pubian hilir), dan irama pisaan.
Adapun pada ragam babagh bunyi sughat yang berarti menyampaikan sesuatu melalui surat, sering juga disebut ngehidu, karena pada setiap pergantian kalimat (ganti pematang) sang pelantun akan melontarkan kata hi … du …– atau jeda untuk mengambil napas panjang untuk melantunkan kalimat selanjutnya.
Begitu pula dengan muayak (wayak) yang berasal dari kata waya berarti senang atau gembira. Senang karena pekerjaan dilaksanakan sambil melantunkan pantun atau lagu dengan nada yang nyaring.
Muayak biasanya dilakukan pada saat acara kebuah kecambay, papulangan, jebus, belin muli meghanai, nattak teba (gotong royong), pesta sekura (topeng), atau dalam suatu acara pertunjukan di luar itu. Muayak dituturkan oleh orang yang sudah dewasa atau remaja yang akan meningkat dewasa (muli meghanai tameghanjak). Sesuai dengan fungsinya, muayak sering dikatakan masak layu (matang sebelum waktunya) atau anak bergaya bujang, karena tidak sesuai dengan pelantunnya.
Sebagaimana halnya pantun, muayak terdiri atas empat baris per bait, bersajak a-b-a-b, dua baris pertama merupakan sampiran, dan dua baris terakhir adalah isi. Jumlah bait bergantung pada muayak itu sendiri, tapi biasanya antara 8-12 bait.
Pada masyarakat Belalau, Lampung Barat, muayak terdiri dari tiga macam sujak (jenis) yaitu muayak sujak jebus, muayak sujak pulangan, dan muayak sujak kecambay. Muayak sujak jebus adalah muayak yang dilantunkan dengan nada tinggi yang dikenal dengan istilah nguin (melengking) mulai dari awal hingga akhir. Maksudnya, agar apa yang dilantunkan terdengar oleh orang walaupun dari jauh. Muayak jebus dilaksanakan pada saat kita akan berkunjung ke suatu desa (pekon), sebagai tanda kita akan berkunjung ke desa itu. Pada jarak kira-kira 40 meter menjelang desa yang dikunjungi, muayak sujak jebus dilantunkan sebagai pemberitahuan kepada gadis-gadis yang ada di desa tersebut bahwa akan ada tamu yang datang sehingga mereka bersiap-siap untuk menerimanya.
Muayak sunjak pulangan adalah muayak yang dilantunkan dengan nada sedang dan lazimnya diawali dengan kata “ai … ai …” serta di antara bait demi bait diselingi dengan kata “ai.. ai…” pula. Muayak pulangan ini dilantunkan oleh bujang dan gadis pada saat berlangsungnya acara perpisahan seorang gadis yang akan berumah tangga terhadap teman-temannya yang ditandai dengan saling memaafkan. Acara pulangan dilaksanakan di suatu tempat yang telah ditentukan. Bujang gadis saling melantunkan muayak pulangan yang berisi pesan-pesan dan harapan-harapan yang bukan hanya ditujukan kepada gadis yang akan berumah tangga, tetapi juga kepada teman-teman yang lain.
Muayak sujak kecambay yaitu muayak yang dilantunkan dengan nada bervariasi antara nada tinggi dan nada rendah, atau menggunakan sujak jebus dan sujak pulangan dan biasanya dibawakan secara bersamaan antara kelompok bujang dengan kelompok gadis.
Fungsi muayak seirama dengan isi, lagu dan cara melantunkannya. Pertama, sebagai sarana informasi yang komunikatif dan bersifat mendidik karena dalamnya terkandung pesan, nasihat dan ajaran yang berguna dalam membentuk perilaku manusia untuk berperilaku jujur, berbuat baik dan memiliki rasa tanggung jawab dalam kehidupan dan penghidupan. Kedua, sebagai sarana hiburan; karena dilantunkan dengan menggunakan lagu dan irama yang disebut sujak. Ketiga, sebagai sarana ekspresi nilai-nilai kehidupan, misalnya menyatakan betapa pentingnya kebersamaan, toleransi dan rasa persatuan dalam mencapai suatu tujuan.
Menilik riwayatnya, pada zaman dahulu muayak dilantunkan pada saat tertentu saja dengan suara lepas tanpa musik pengiring. Namun dalam perkembangannya muayak dapat dilantunkan dalam bentuk bersahutan (dialog) dan disertai musik pengiring berupa gamolan/kulitang peghing (bambu), talo (tala) dan ghujih. Pada tahap ini, yang terjadi adalah suatu musikalisasi puisi, karena kegiatan bedendang atau belagu di situ sudah dilengkapi dengan alat musik.
Selanjutnya kita lihat teater tutur bubandung. Secara harfiah bandung berarti “bertemu” (butungga). Bentuk puisi tersebut disebut bandung karena disampaikan pada suatu perjumpaan (pertemuan). Bubandung terdapat di Lampung Selatan, berupa sejenis pantun klasik yang biasa dipakai dalam acara bujang gadis menurut adat yang disebut ngediyow, yaitu upacara cangget atau tarian yang dilakukan bujang gadis; seraya menari mereka bubandung atau pantun bersahut. Isi bubandung seringkali merupakan kata kiasan tanam tumbuhan, dilakukan dengan irama naik turun dan keras.
Terdapat lima macam bubandung. Pertama, bubandung usul yang berisi suatu ajaran terutama keyakinan atau ideologi yang perlu ditanamkan kepada pendengarnya, kadangkala merupakan ajaran agama dari sabda Rasul (taghosul). Kedua, bubandung santeghi, berisi nasihat tentang keimanan atau nasihat tentang keyakinan dalam menjalankan perintah agama atau nasihat keagamaan. Ketiga, bubandung amanat, yang berisi pesan-pesan atau amanat, hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan fisik dan mental.
Keempat, bubandung kediyoan, yang berisi curahan hati perasaan seseorang, pemecahan persoalan yang dihadapi dan dilaksanakan pada malam ngediyo (malam yang keesokan harinya berlangsung begawi adat). Kelima, bubandung cerita, misalnya kisah seorang anak yang melalaikan perintah orang tua, dll.
Ciri-ciri bubandung: (1) umumnya tiap bait terdiri atas empat larik, (2) pada bait awal terdapat mukadimah (pembukaan), (3) berisi amanat, nasihat keagamaan atau kemasyarakatan; (4) bersajak a-b-a-b (sajak silang), (5) berirama/nada minor, (6) semua baris merupakan isi/pesan yang ingin disampaikan.
Bubandung dituturkan pada acara pernikahan, peringatan hari besar Islam, pada saat keluarga besar berkumpul, upacara khitanan dll. Menuturkan bubandung harus dengan lafal dan intonasi yang tepat. Di berbagai tempat, intonasi atau lagu yang menyertai ucapan ketika menuturkan bubandung berbeda-beda. Beda dialek beda pula intonasinya.
Berikut contoh lagu atau intonasi pada bubandung amanat. Karena pola persajakannya bersifat statis maka lagu atau intonasi untuk bait-bait selanjutnya sama dengan bait pertama:
Untuk kepentingan pengajaran, disarankan agar semua bentuk teater tutur orang Lampung dituangkan dalam bentuk notasi seperti contoh di atas, sehingga diperoleh takaran suara yang tepat, baik tinggi-rendah atau panjang-pendek nadanya, cepat-lambat temponya, dan lain-lain. Untuk itu, diperlukan penelitian yang menyeluruh atas aspek musikalitas teater tutur Lampung.
Iwan Nurdaya Djafar, budayawan
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar