Minggu, 02 Januari 2011

DICARI NOVELIS LAMPUNG

Maman S. Mahayana *

Selepas saya membolak-balik catatan perjalanan novel Indonesia –sejak sebelum Balai Pustaka sampai sekarang—saya berdoa: semoga pengamatan saya salah. Di sana, tidak ada novel karya sastrawan Lampung! Padahal, Lampung punya sejarah panjang tradisi bersastra. Datang saja misalnya ke kabupaten Way Kanan. Maka, di daerah itu kita akan menjumpai begitu banyak sastra lisan yang menarik. Bahkan, nyleneh dibandingkan sastra lisan di daerah lain di Nusantara. Lampung pun punya sejarah aksara sendiri, sejajar dengan aksara Bali, Jawa, Sunda, Melayu dan sejumlah aksara daerah lain di Nusantara. Jadi, secara kultural, wilayah ini punya kekayaan tradisi yang membanggakan. Lalu, mengapa tak ada novelis dari kawasan ini yang mencatatkan diri dalam peta sastra Indonesia? Bukankah selama ini Lampung juga telah dikenal sebagai salah satu poros penting kesusastraan Indonesia?

Sebelum Indonesia merdeka, Balai Pustaka didominasi sastrawan Sumatera dengan Minangkabau yang paling banyak melahirkan sastrawan. Tetapi, ketika itu pun tak ada novelis Lampung di sana. Medan yang lebih jauh dari pusat pemerintahan, malah ikut bermain. Dua di antaranya, Muhammad Kassim dan Suman Hs, meski Suman kemudian hijrah dan menjadi warga Melayu di Riau. Keduanya bahkan dipandang sebagai perintis novel-novel komedi.

Pada dasawarsa 1930-an Medan begitu banyak melahirkan novelis. Terbitnya majalah Pedoman Masyarakat pertengahan tahun 1935-an yang dikelola Hamka dan Helmy Yunan Nasution, ikut menyuburkan penulisan novel. Di majalah itu juga kita dapat menjumpai iklan-iklan novel terbitan sejumlah penerbit Medan. Termasuk juga iklan sayembara penulisan novel (roman). Para novelis Medan ketika itu, cukup populer terutama dalam penulisan novel detektif dan kisah-kisah petualangan (adventure). Beberapa di antaranya, Merayu Sukma. Yusuf Sou’yb, S.M. Taufik, Zalecha, dan Ghazali Hasan. Jalur penerbitan dan distribusi buku Medan, Tebingtinggi, Bukingtinggi, dan Padang memungkinkan perkembangan sastra masa itu bergerak semarak.

Selepas merdeka, Balai Pustaka dikelola dengan kebijaksanaan membiarkan semangat dan ciri keindonesiaan. Pemerintah tak lagi ikut campur dalam soal yang menyangkut tema cerita. Keinginan untuk mempertahankan bahasa Indonesia yang khas Balai Pustaka, juga diperlakukan lebih longgar. Ada kesadaran dari redakturnya untuk mempertahankan unsur bahasa dan kebudayaan daerah yang masuk dalam naskah yang dikirim ke Balai Pustaka. Maka, unsur-unsur bahasa daerah (Sunda dan Jawa) dalam novel Atheis (1949) karya Achdiat Karta Mihardja dan Keluarga Gerilya (1949) karya Pramoedya Ananta Toer dibiarkan bertebaran dalam kedua novel itu.

Akibat kebijaksanaan Balai Pustaka itu, dominasi sastrawan Sumatera mulai pudar. Sastrawan dengan latar budaya Jawa dan Sunda, bermunculan. Meskipun demikian, Minangkabau (sekadar menyebut dua nama: AA Navis, Motinggo Boesje) dan Medan (Barus Siregar dan Bokor Hutasuhut) ditambahkan dengan mereka yang kemunculannya setelah hijrah ke Jawa (Mochtar Lubis, Iwan Simatupang, Nasjah Djamin). Palembang, selepas tahun 1950-an, memunculkan nama Bur Rasuanto dan K. Usman.

Sampai kini, poros-poros novel Indonesia di Sumatera itu masih memperlihatkan kontribusinya. Bahkan lebih semarak dibandingkan tahun 1950-an. Sumatera Barat, misalnya, masih merupakan penyumbang terbesar novelis Indonesia. Sekadar menyebut beberapa, Wisran Hadi, Darman Munir, Gus tf Sakai. Riau, selepas Ediruslan PE Amanriza, masih ada Sudarno Mahyudin, lalu muncul pula Taufik Ikram Jamil, Abel Tasman, Mohammad Nasir, Olyrinson, Hary B. Kori’un. Bahkan Juli lalu, Rida K Liamsi meluncurkan novel Bulang Cahaya (JP Book Surabaya dan Yayasan Sagang, 2007, 326 halaman), sebuah kisah percintaan Romeo dan Juliet model Melayu yang dikemas dalam bingkai besar terbelahnya keagungan kerajaan Melayu. Belum lagi menyangkut kawasan Kepulauan Riau –Bintan dan Batam, di antaranya, Samson Rambah Pasir dan Tusiran Suseno. Malahan, Tusiran Soseno tercatat sebagai pemenang kedua Lomba Novel yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta, 2006.

Sementara itu, Aceh selepas bencana mahadahsyat –tsunami—seperti menggeliat dan tiba-tiba membangunkan kehidupan kesusastraan di sana menjadi lebih semarak. Sulaiman Tripa, misalnya, kini telah menghasilkan tiga novel, Safiah, Perempuan Perlasia (2003), Malam Memeluk Intan (2007) yang bercerita tentang tragedi tsunami, dan Kala Senja di Gampong Tua sedang dalam persiapan terbit. Para penyair dan cerpenis di sana makin bergiat menerbitkan karya-karya mereka. Ke depan, sangat boleh jadi Aceh akan memberi kontribusi penting bagi perjalanan kesusastraan Indonesia.

Palembang yang dalam satu dasawarsa terkesan redup-senyap dalam hangar-bingar kesusastraan Indonesia, belakangan ini memperlihatkan gairah yang menjanjikan. Para penyair dan cerpenis bermunculan dengan kualitas yang boleh disandingkan dengan sastrawan dari daerah lain. Toton Dai Permana lewat novelnya Angin niscaya akan menyemarakkan peta novel Indonesia. Sebelum itu, Taufik Wijaya telah memperlihatkan talentanya lewat Juaro (Pustaka Melayu, 2005, 164 halaman). Kini, novel berikutnya, Buntung dalam persiapan terbit.
***

Pengalaman sebagai juri dalam sejumlah sayembara penulisan novel, kerap membawa saya pada satu kesimpulan: tak ada naskah novel yang ditulis sastrawan Lampung. Kemanakah mereka? Apakah penyelenggaraan Krakatau Award sejak 2002 yang berkutat pada puisi dan cerpen itu berdampak juga pada proses kreatif yang lain hingga novel tak tersentuh? Atau, Krakatau Award sesungguhnya representasi dan sekaligus legitimasi atas ketakberdayaan menjamah novel? Dulu saya agak akrab dengan nama-nama Aan Sarmany Adiel, Ahmad Julden Erwin, Diro Aritonang, Iwan Nurdaya—Djafar, Naim Prahana, Hasanuddin Z Arifin. Mereka pernah cukup memukau. Saya, bahkan sempat mengagumi Iwan Nurdaya—Djafar atas karya-karya terjemahannya yang cantik. Kini, mereka mungkin sedang asyik-masyuk dalam kubangan kemapanan.

Saya mencari Syaiful Irba-Tanpaka yang juga seperti tenggelam di antara nama-nama Ari Pahala, Dahta Gautama, Inggit Putria Marga, Jimmy Maruli Alfian, Lupita Lukman, Oyos Suroso, Iswadi Pratama, Isbedy Stiawan, dan sederet panjang nama yang di luar jangkauan. Apakah di antara deretan nama itu tak ada satu pun yang punya napas berlebih untuk menulis narasi panjang? Isbedy yang cerpennya bertebaran sesungguhnya sangat potensial menunjukkan kualitasnya sebagai novelis andal. Coba cermati sejumlah cerpennya. Di sana tersimpan potensi untuk menjadi narasi panjang. Saya kira, Isbedy patut lebih sabar untuk tidak tergesa-gesa menyelesaikan prosanya agar tak sekali jadi.

Iswadi Pratama juga sesungguhnya punya kemampuan yang sama. Penggarapan sejumlah naskah dramanya adalah miniatur novel. Bukankah tindak perbuatan melakukan transformasi naskah drama ke novel pernah dilakukan Putu Wijaya dalam Bila Malam Bertambah Malam dan Nano Riantiarno dalam Primadona? Kenapa Iswadi tak mau menunjukkan kualitasnya sebagai penulis novel yang andal, meski sesungguhnya ia mempunyai kualitas itu?

Boleh jadi nama-nama yang disebutkan tadi sesungguhnya novelis yang menjanjikan. Boleh jadi pula mereka belum menyadari kualitasnya sendiri, sehingga sudah cukup puas dengan puisi dan cerpen. Meski begitu, tentu saja mereka bebas memilih. Bukankah tak menulis apa-apa pun dan hidup sambil menikmati kemapanan tak berdosa lantaran tak dilarang Tuhan. Bahkan, jika tak ada satu pun novelis Lampung sampai entah kapan, Indonesia tak bakal runtuh dan kehidupan akan tetap berjalan sebagaimana biasa. Kebudayaan dan kesusastraan di Lampung juga tetap akan menggelinding. Hidup tanpa novel, seperti di Papua atau di daerah-daerah terpencil, bukankah tetap berjalan dan tak menimbulkan pemberontakan? Cuma, jika terbit sebuah novel karya sastrawan Lampung, sangat mungkin namanya akan tercatat sebagai perintis, sebagai Sang Pemula; novelis Lampung pertama!

Sebaliknya, jika novel dipercaya sebagai representasi intelektualitas, sebagai yang melengkapi lanskap peta kesusastraan, sebagai sumbangsih kultural yang membawa nama wilayah masyarakatnya, maka patutlah dipikirkan untuk segera melahirkan novelis(-novelis) andal. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah (Pemda) sesungguhnya bertanggung jawab secara kultural, intelektual, bahkan juga moral. Jadi, Pemda mestinya memfasilitasi sastrawan di wilayahnya untuk menulis novel sebagai usaha mengangkat citra, bahwa Pemda Lampung peduli pada kehidupan kebudayaan intelektual. Peradaban dan reputasi bangsa di dunia yang punya sejarah panjang kesusastraan, selalu dibesarkan para novelisnya.

Dalam banyak kasus, hanya wilayah terbelakang yang tak pernah melahirkan novelis? Pemda dan Dewan Kesenian Lampung niscaya sangat menyadari keprihatinan ini. Bangsa besar adalah bangsa yang selalu punya novelis. Novelis lahir dari bangsa yang merasa punya marwah dan martabat sebagai bangsa besar. Apakah Lampung termasuk kategori bangsa besar? Kita lihat saja nanti, bagaimana Pemdanya punya perhatian atau tidak atas masalah ini. Di balik kecemasan ini, saya berdoa: semoga pengamatan saya salah!
***


________________
*) Maman S Mahayana (MSM), Pengajar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok, 16424. MSM lahir di Cirebon, Jawa Barat, 18 Agustus 1957. Dia salah satu penerima Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya dari Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (2005). Menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FS UI) tahun 1986, dan sejak itu mengajar di almamaternya yang kini menjadi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI). Tahun 1997 selesai Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Pernah tinggal lama di Seoul, dan menjadi pengajar di Department of Malay-Indonesian Studies, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea Selatan. Selain mengajar, banyak melakukan penelitian. Beberapa hasil penelitiannya antara lain, “Inventarisasi Ungkapan-Ungkapan Bahasa Indonesia” (LPUI, 1993), “Pencatatan dan Inventarisasi Naskah-Naskah Cirebon” (Anggota Tim Peneliti, LPUI, 1994), dan “Majalah Wanita Awal Abad XX (1908-1928)” (LPUI, 2000).
(Maman S Mahayana, Pengajar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok, 16424).

http://sastra-indonesia.com/2010/06/dicari-novelis-lampung/

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena DĂ© M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar