Minggu, 14 November 2010

Senja di Mata Diana

Alexander G.B.
http://www.lampungpost.com/

SENJA di mata Diana. Wanita yang mati dan tergeletak di pinggir jalan bergitu saja. Tak ada yang menggambil inisiatif menguburnya hingga hari ini. Sebelumnya, keberadaan Diana dianggap meresahkan warga. Ketika kedapatan ia mati, warga bersorak bahagia. Aneh. Mengapa mereka malah senang dengan kepergian Diana? Bukankah Diana sosok yang baik hati pikirku. Apalagi jika mayat Diana tetap dibiarkan tergeletak di situ, apa mereka tak terganggu bau busuk yang akan segera menyebar ke seluruh kompleks perumahan?

Seekor kupu-kupu masuk ke kamar melalui jendela yang terbuka. Ia berputar-putar, menabrak-nabrak dinding. Lalu dalam sebuah kesempatan seekor cicak menangkapnya. Usia pula nasibnya. Aku memperhatikan kupu-kupu itu. Lalu telepon berdering berkali-kali. Setelah kuangkat, baru kutahu jika mayat Diana masih di tempat yang sama seperti dua hari yang lalu. Maka aku bangun dan segera meluncur ke kantor polisi. Saya menjumpai orang-orang berkepala serigala. Beberapa pasang mata mengawasi dari celah pintu.

Saya pengajar sebuah sekolah swasta di kota ini. Sekolah sederhana bagi anak-anak yang tak punya biaya mengenyam pendidikan formal. Baru satu tahun mengajar dengan gaji cukup lumayan bagi pemula. Maklum mengajar mereka juga dibutuhkan keahlian dan kesabaran yang berbeda. Tapi saya sangat menikmati pekerjaan ini.

***

Tiang-tiang listrik menggigil menahan udara pagi. Aroma besi karat menyeruak kemana-mana. Beberapa orang dengan santai melangkah, mungkin sudah kebal dengan dingin dan amis karat besi. Kenapa Diana selalu pulang pagi sementara orang-orang masih terlelap nyaman bermimpi sambil menikmati hangatnya pelukan suami? "Sebab Diana bukan wanita baik-baik, tidak punya suami," ujar Dewi salah satu tetangga yang kurang senang dengan perilaku Diana.

Sudah bukan rahasia jika wanita-wanita di kompleks itu tidak menyukai kehadiran Diana. Rasa benci ini mungkin dipicu karena mereka tak pandai merawat tubuh, atau barangkali mereka kalah bersaing dari sisi kecantikan. Mungkin karena didorong ketakutan suami-suami mereka tregiur pinggul Diana. Tapi sejauh ini, setelah lebih lima tahun selama aku tinggal di kompleks, hal tersebut sama sekali tidak terbukti. Bahwa Diana selalu memakai pakaian seksi, itu benar. Tetapi jika kita menduga ia menggoda suami-suami meraka, sama sekali tidak benar. Diana tampak selalu menjaga sikapnya jika bertemu semua orang.

Mayat yang tergeletak di pinggir jalan itu mungkin Diana, sudah beberapa hari ini tak tampak batang hidungnya. Biasanya menjelang subuh berjalan sambil menenteng tas merah, menyusuri gang yang sempit yang senantiasa remang.

***

Cemburu, mungkin itu yang membuat Diana kerap menjadi sasaran sumpah serapah dan pergunjingan wanita-wanita yang diduga tak sanggup memuaskan suaminya. Saya mengakui mata Diana memiliki daya tarik tersendiri, cokelat dan penuh harap. Mungkin itu yang membuat banyak lelaki berdegup jantungnya dan merangsang titik-titik tertentu sehingga mereka selalu berhasrat mendekat pada Diana. Tetapi apakah Diana suka mengganggu lelaki yang sudah punya istri? Setahu saya tidak. Tetapi Dewi dan juga wanita-wanita lain lebih suka menyalahkan Diana selalu pulang pagi.

"Tentu saja, memang kerja apa sih sampai subuh baru pulang?" kata Dewi.

"Jangan begitu, sekarang banyak jenis kerja yang waktunya harus malam."

"Alah, ya ga mungkin. Masak sejak dulu ia selalu pulang pagi. Iya kan, Mur?" ujar Dewi pada Murti.

"Iya, kalau bukan, mau usaha apa coba?"

"Eh liat dia baru keluar itu, sok sopan, padahal kalau pulang pasti pake rok mini, ih amit-amit."

"Jangan begitulah. Diana itu wanita. Kita juga wanita. Jadi mungkin dia terpaksa harus bekerja begitu. Meskipun kerjanya ga bener. Kasian kan udah hidup sendiri kita musuhi pula. Bisa jadi dia pelacur, tapi kan bisa juga tidak. Dia itu baik, kemarin saja dia bantu biaya pengobatan si Bayu waktu dia kena malaria."

"Eh, Nur kamu tahu apa tentang dia. Kalau kamu ga suka lagi kumpul sama kami-kami juga tidak apa-apa. Iya kan Mur?"

"Iya Nur, terus terang aku juga sedang khawatir, sebab Nurdin seuamiku sekarang sering pulang terlambat, pernah sekali waktu aku melihat ia menegur Diana ramah banget," ujar Murti.

"Jangan-jangan dia pake susuk atau jampi-jampi sehingga setiap lelaki tertarik padanya."

"Huss ngawur aja."

Obrolan kadang berlanjut hingga nama Diana babak belur.

***

"Aku mau kejelasan."

"Tentang apa? Jika hal yang kau tanyakan sama seperti sebelumnya, maka jawaban yang akan kau dengar akan sama saja dari yang sebelumnya. Aku mau pulang."

Lelaki itu diam sebentar lantas meraih tangan wanita itu.

"Jangan kurang ajar, jangan berbuat yang macam-macam nanti aku terpaksa berteriak," ujar wanita itu sedikit mundur. Tetapi lelaki itu lebih sigap, segera diraihnya pergelangan tangan dan ia dorong wanita itu hingga keluar trotoar sampai ke dekat gudang, bangunan tua di pinggir jalan. Wanita itu mencoba menenangkan diri. Ia hendak berteriak, tapi segera sebilah pisau mengancam lehernya. Ia tertegun, tapi tak hendak mengalah. Tak tampak raut takut diwajahnya. Ia tatap lelaki itu.

"Kita sudah cukup lama berteman. Selama ini aku sudah memperlakukan kamu dengan baik, aku tak tahu apa yang ada dalam pikiranmu hingga tega berbuat begini."

"Aku akan membiarkanmu jika berjanji tak pergi dengan laki-laki lain," ujarnya.

Wanita itu tersenyum sinis, berkukuh dengan pendapatnya.

"Kau pikir aku pelacur? Mereka rekan bisnis. Dan aku butuh teman yang banyak, sebab aku harus dapat banyak uang setiap bulannya. Lagi pula apa hubungannya denganmu dengan semua yang kulakukan. Toh aku tak pernah merugikan dirimu juga orang lain. Untuk saat ini dan selanjutnya aku sama sekali tak tertarik menjalin hubungan dengan siapa pun, apa pun bentuknya selain pertemanan. Aku juga tidak mau terikat dengan janji seperti yang kau tawarkan."

"Jangan keras kepala, aku tak mau menyakitimu."

"Lelaki macam apa yang mengancam wanita dengan sebilah pisau."

Lelaki itu terkejut ketika menyadari apa yang baru dilakukannya. Pisau terjatuh.

"Maafkan aku. Aku tak suka kamu punya banyak teman laki-laki."

"Aneh, aku bukan kekasih atau istrimu. Dan hati-hati kamu bisa kehilangan pekerjaanmu. Kamu tahu sejak dulu kita sebatas teman dan selamanya akan begitu. Jadi aku bebas pergi ke mana saja dengan siapa saja. Aku tidak mau ada orang yang mau ikut campur urusanku. Memang kamu siapa mau ngatur-ngatur hidupku. Dan tolong kamu dengar baik-baik, salah satu alasan kenapa aku lebih suka sendiri adalah karena aku tak mau terikat dengan aturan-aturan semacam itu. Biarkan aku hidup dengan caraku. Lagipula aku tak pernah merepotkan dirimu, sebaiknya kamu jaga ucapan dan sikapmu."

"Kalau begitu lekaslah pergi dari sini. Banyak orang yang tak menyukai kehadiranmu."

Wanita itu terdiam sejenak.

"Tidak, aku harus tetap di sini."

"Dasar kepala..."

Lelaki itu benar-benar geram, dan tak bisa mengendalikan dirinya. Dan wanita itu merasakan semua menghitam. Sempat ia masih tersenyum. Pagi menggigil.

***

Peristiwa satu malam sebelumnya.

"Pulang, Tante?"

"Iya Bud. Cuma bertiga nih?"

"Ga Tante, Ucil, Hasan dan Aam kebetulan sedang keliling."

"Owww...Ini untuk beli nasi goreng sama rokok biar bisa jadi temen ronda. Cukup untuk kalian berenam."

"Makasih Tante. Tumben baru jam dua sudah pulang?"

"Sudah selesai kerjaannya. Lagi pula badan sedang kurang fit jadi agak lebih awal pulangnya. Ya udah, Tante pulang ya?"

"Iya Tante. Makasih."

Wanita itu segera berlalu dari pos ronda.

"Asyik juga jika tiap malam bisa datang rezeki seperti ini. Misalnya semua warga baik seperti dia, makmur juga kita. Lagipula banyak orang kaya, tapi dasar pelit sebatas air putih saja susah banget keluar, ya?"

***

Di kantor polisi.

"Dia sebatas penari latar di klub-klub malam, kafe, atau pesta-pesta."

"Kamu yakin."

"Ya, aku sering melihatnya."

"Sebatas itu?"

"Sebatas itu."

"Kamu membelanya? Dari beberapa laporan dia meresahkan warga?"

"Tidak, itu yang sebenarnya. Mungkin karena dia baik, cantik, dan seksi jadi sebagaian orang iri dan sebagian lagi ingin memilikinya sendiri."

"Beberapa laporan menyebutkan kamu adalah warga yang paling dekat dengannya?"

"Benar, tapi hanya tahu beberapa hal yang dilakukannya."

"Menurutmu modus pembunuhan wanita itu apa?"

"Mungkin cemburu atau perasaan terlalu ingin memiliki."

"Terima kasih atas kerja samanya."

Saya segera meninggalkan kantor polisi dan menyimpan kebingungan.

***

Wanita setengah baya itu kini terbujur kaku. Saya tahu sebagian warga khususnya wanita-wanita itu pasti bersorak kegirangan atas kematian Diana, dan sebagian juga bersedih jika mengenang kebaikkannya. Polisi-polisi tersenyum puas. Tak ada penyelidikan lebih lanjut. Perkara dihentikan. Kecantikan sumber petaka baginya, atau ada hal lainnya? Kini tas merah itu terus menyiksa saya. Sebab di dalamnya ada nama yayasan atas nama dirinya yang digusur pemerintah kota secara paksa. Anak-anak gelandangan menundukkan kepala sebab kehilangan tempat belajar dan bernaung seperti biasanya, sementara beberapa orang menggelar pesta sebab hilang sudah penghalang pembangunan mal yang sempat terhenti karena rumitnya negosiasi. Saya diam di kamar beberapa hari. Kini saya menderita, hidup rasanya lebih buruk dari neraka.

Hatiku terluka, dan luka itu kini kutahu bernama Diana.

***

Bandar Lampung, Desember 2009

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar