Rabu, 13 Oktober 2010

Dibalik Jeruji

Elnisya Mahendra
http://sastra-bojonegoro.blogspot.com/

Tuhan, bila takdir-Mu telah engkau teteskan kepadaku, kekuatan apa yang bisa membuatku menolaknya? Tidak akan ada, kecuali kepasrahan yang teramat dalam dari mahkluk-Mu yang hanya sebutir pasir diantara laut dan pantai-Mu yang maha luas.

Kulipat mukena dan sajadahku setelah do’a kupanjatkan untuk orang-orang yang aku cintai diawal pagi ini. Kulirik Amel yang masih tidur di ranjang, dengkur lembutnya seirama dengan naik turun dadanya. Amel adalah gadis Batak teman satu apartemen, bahkan satu kamar denganku. Aku tak tega membangunkannya, semalam dia pulang larut dari tempat kerja paruh waktunya, yaitu sebuah coffe shop yang berjarak hanya 2OO meter dari apartemen yang kami sewa di Amstervees, sebuah kota yang tidak jauh dari Amsterdam di Holandia utara.

Keberadaanku disini bersama Amel dan dua teman lainya, karena kami sama-sama mendapatkan bea siswa di Universiteit Van Amsterdam. Sebuah Universitas yang aku idamkan sejak aku kuliah di fakultas hukum di UGM dulu. Kekagumanku pada pada Sutan Syahrir seorang sosialis yang menentang para kapitalis membuatku teropsesi untuk mengajukan bea siswa disini, dimana Sutan Syahrir pernah mengenyam pendidikan.

Tahun lalu kutinggalkan mas Ilham suamiku bersama Bella Ayudya anakku yang kini telah berumur 5 tahun. Alhamdulilah mas Ilham mendukung program master yang aku ambil, walau aku harus meninggalkan tugasku sebagai istri dan ibu buat Bella. Bahkan sanggup aku tinggalkan dalam waktu lama. Untung saja ada ibu yang mau membantu menjaga Bella.

Pagi masih menyisakan hawa sejuk walau summer sudah diambang pintu. Aku biarkan Amel tidur sepuasnya. Hari ini adalah hari libur kami, bahkan sampai dengan satu bulan mendatang aku telah mengajukan cuti kuliah. Itu karena aku terpaksa harus pulang ke Indonesia besuk, memenuhi permintaan ibu. Apalagi aku sudah kangen dengan bidadari kecilku yang bermata bening, berbibir mungil. Ah… Bella mirip sekali mas Ilham, rambutnya juga sama mengombak seperti ayahnya.

Kuberjalan keluar kamar menuju dapur, perutku telah merindukan sesuatu untuk pengganjalnya. Kuseduh secangkir kopi instan dan ditemani 2 lembar roti plus keju. Aku lempar pandanganku ke luar jendela, dimana kehidupan di Amstervees sepagi ini sudah sedemikian sibuk. Simpang siur Metro Lijn dan Tram Lijn di depan apartemen. Ya…mungkin seperti juga simpang siurnya hatiku saat ini, selalu dalam tanda tanya.

Seminggu yang lalu ibu telepon dengan tangisnya ” Tanti, pulang dulu ya nduk, ibu kangen,” suara ibuku dari seberang sana. ” Ada apa bu, kok tidak biasanya ibu telpon sambil nangis gitu?” jawabku. Tapi tangis ibu semakin menjadi, ” Pokoknya kamu pulang dulu nduk, nanti kamu akan tau sendiri, dan bisa dirundingkan bagaimana baiknya,” lanjutnya. Aku tak bisa menolak lagi permintaan ibu. Lalu kucari celah kesibukan di kampus agar aku bisa minta izin cuti. Namun pertanyaan demi pertanyaan menggelayut di otakku.

Amel keluar kamar dan duduk di seberang meja, ” Pagi Tanti, kamu jadi besuk pulang Tan?” tanya Amel begitu pantatnya menyentuh kursi. Aku hanya tersenyum mengangguk. ” Ada kabar apa sebenarnya dari kampung, kok mendadak gitu?” tanyanya sambil melangkah pergi. Aku masih termangu menatap keruwetan lalu lintas di bawah aparteman. Sepertinya aku harus segera beranjak ke kamar mandi, mengguyur tubuh letihku, rencananya aku akan pergi ke Winkel Centrum, pusat perbelanjaan di Amstervees membeli oleh-oleh untuk Bella. Sudah tak ada waktu lagi, besuk aku harus pagi-pagi berangkat, jadwal penerbanganku jam 12 siang waktu setempat.

Diantara gundah dan bahagia kuberangkat pagi ini ke bandara Schiphol menggunakan Metro Lijn 51. Ini pertama kalinya aku pulang, sejak setahun lalu tinggal di Amstervees. Sampai di Airport langsung cek in di Malaysia Airlines. Sungguh begitu jengah rasanya meredam berbagai pertanyaan dalam hatiku. Aku memang selalu tak bisa dalam keadaan penasaran.

Kepenatan dalam pesawat, lebih dari 15 jam dari Amsterdam - Jakarta dan sempat transit di Kuala Lumpur, kini tertebus sudah. Aku menghirup kembali oksigen tanah airku, seperti sebuah oase yang kutemukan selama 1 tahun kucari di Holand walau di sana sejuk. Sampai di Jakarta pukul 8.1O pagi, perjalanan ini kulanjutkan ke Jogja setelah sebelumnya aku membeli tiket sebuah maskapi penerbangan. Waktu tempuh Jakarta- Jogja yang hanya setengah jam memungkinkan aku tak terlalu sore sampai rumah.

” Ah… Jogja masih seramah dulu,” gunamku ketika kujejakkan kaki keluar bandara. Dengan taxi aku menuju terminal, kupilih bus ber-AC yang akan membawaku ke Magelang tempat dimana aku dilahirkan. Yang jelas aku ingin segera menemui ibu, Bella dan mas Ilham. Kubayangkan Bella begitu lucunya, akan memelukku nanti. Tentu gadis kecilku akan gembira nanti saat aku keluarkan boneka Hello Kitty yang sempat kubeli kemarin di Winkel Centrum.

Suasana tampak lenggang saat kumasuki rumah berarsitektur joglo itu. Entah pada kemana semua, tak kutemukan Bella, ibu dan mas Ilham. Tapi pintu rumah terbuka, mungkin Bella lagi keluar jalan dengan papanya. Aku memang tak memberitahu mereka bila aku akan pulang hari ini. Biar menjadi kejutan buat mereka bertiga. Kulongok kamar ibu, ” Ya Allah, ibu…!” jeritku. ” Apa yang terjadi bu, dimana Bella dan mas Ilham, kenapa mereka tak menunggui ibu disini? Kemana mereka, kemana bu?” pertanyaanku bertubi-tubi pada tubuh membujur di ranjang itu. Sementara wanita renta yang tak lain adalah ibuku itu menangis, berusaha memelukku. ” Ya Allah apa yang terjadi?” pertanyaanku selalu berulang ulang. Aku hampir tak percaya dengan kenyataan di hadapanku. Bukankah seminggu yang lalu ibu telpon katanya baik-baik saja, juga mas Ilham 3 hari yang lalu mengabarkan juga semua dalam keaadan sehat, kenapa dia tak bilang kalau ibu sakit? Entah setan mana yang akirnya menyulut api kemarahanku.

Ketika hatiku telah mampu aku kendalikan dan ibu mampu meredam tangisnya, mulailah mengalir cerita yang membuatku seperti kejatuhan benda yang berton-ton beratnya. Membuat aku lunglai terlempar pada negeri asing nan tandus tanpa kehidupan. Ya Tuhan benarkah apa yang aku dengar? Aku tak bisa bersabar lagi, kusambar tas punggungku dan aku pamit pada ibu. ” Tanti, kau harus sabar nduk, hadapi dengan lapang. Ibu percaya engkau tak akan berbuat nekat, namun saran ibu, kendalikan emosimu. Banyak-banyak Istigfar, ibu yakin semua akan terselesaikan,” tutur ibu sambil air mata itu merembes kembali dari matanya yang tua. ” Doakan Tanti ya bu?” pamitku sambil kucium tangan ibu.

Dari sebuah alamat yang ibu berikan tadi, kutemukan rumah berpagar besi tak terkunci. Tanpa ijin pemiliknya aku masuk. ” Bunda, bundaku pulang,” teriak gadis kecil yang tak lain Bella anakku. Aku segera menyambut dengan bentangan tanganku untuk memeluknya. Aku dekap erat bidadari kecilku, aku ciumi wajah, kening, rambutnya, dan apa saja yang aku temui saat itu. Airmataku tumpah, aku tak tau apalagi yang akan aku ucapkan untuk keharuan ini.

Sore menjelang magrib telah membuat suasana ini lebih terdramatisir tak habis habisnya air mataku mengalir. Beberapa menit kemudian muncul dari pintu depan, sosok perempuan yang tak asing lagi buatku, dia Viona sahabat karibku, yang ternyata diam diam telah menjadi WIL mas Ilham. Dari cerita ibu, mereka menikah di bawah tangan 2 bulan lalu dan membeli rumah ini. Yang tak bisa aku maklumi kenapa harus membawa Bella ikut serta tinggal bersama mereka. ” Bunda, itu mama Viona, kita akan tinggal bersama nanti,” kata Bella polos. ” Selamat datang Tanti, kenapa tak memberi kabar lebih dulu? Aku dan mas Ilham bisa menjemputmu,” katanya Viona yang buatku adalah penghinaan. ” Gak perlu, aku datang hanya akan membawa Bella pergi, kau tak usah cerita apa apa, tak usah punya alasan apa apa untuk menguasai anakku, cukup kau kuasai Ilham saja. Aku iklas, ambilah semua kecuali Bella,” teriakku padanya, aku sudah benar benar marah.

Sepertinya aku tidak perlu berdebat dengan Viona, toh semuanya telah jelas. Aku sudah tidak ingin mempertahankan rumah tanggaku lagi dengan mas Ilham. Aku hanya ingin membawa pulang anakku. Kugendong segera Bella, aku ingin cepat cepat berlari dari rumah si jahanam itu. Namun Viona menghalangiku. ” Sorry Tanti, Bella adalah hakku, mas Ilham menyerahkannya padaku untukku jaga. Kau tak perlu susah susah menjaganya. Kejar saja karirmu Tan,” tutur Viona sambil senyum sinis. Kutampar wajah itu, wajah sahabatku yang manis namun kini menjijikkan. Namun Viona balik menamparku. Kuturunkan Bella dari gendonganku, bocah kecil itu tampak ketakutan di pojok. Sementara adu mulut antara aku dan Viona tak bisa kuhindari.

” Sampai mati kau tidak akan aku ijinkan membawa Bella pergi, dia anakku,” teriak Viona. Dia mulai membabi buta menjambak rambutku, mencakar lenganku, aku tidak kalah sadis saat dengan segenap kekuatanku kutendang perutnya yang katanya telah mengandung janin mas Ilham, aku tak peduli, aku sudah benar-benar sakit hati. Viona terhuyung, sepertinya dia kesakitan dengan tendanganku tadi, dan entah dari mana datangnya dia telah menggenggam gunting. Ya Tuhan dia mau membunuhku, dia semakin kalap saja, aku-pun tak kalah. Dia coba menikamku, tapi semua luput dan dia terjatuh.

Seperti dalam arena pertandingan akulah pemenangnya, dia tak bergerak lagi. Apa yang sebenarnya dengan dia, kucoba dekati Viona yang jatuh tengkurap dilantai dan ” Ya Allah, Vio.. bangun, Vio kau tak apa apa kan?” panggilku panik. Gunting yang tadi dipegangnya menancap di jantungnya, darah melebar membasahi lantai. Aku semakin panik, kucabut gunting itu, aku rasa Viona masih hidup. Dari depan pintu mas Ilham menjerit dan menamparku. ” Kau telah membunuhnya,” tuduhnya.

” Aku telah membunuhnya, aku telah membunuhnya,” cercauku. Aku terduduk diatas tikar, gelap semuanya gelap, tak ada titik terang. Tak ada yang membelaku, ” Sumpah…! aku tak membunuhnya,” aku kembali histeris. Ya Allah, Kau maha segalanya. ” Apa artinya aku sekolah hukum, aku tak mampu membelaku sendiri, aku pasrah ya Allah,” bisikku lirih. Sementara dua petugas berseragam memandangku dari luar jeruji besi.

Tsuen-Wan, 27 Mei 2O1O.

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar