Minggu, 03 Oktober 2010

“50% Merdeka” Heri Latief

Gita Pratama
http://sastrapembebasan.wordpress.com/

Puisi bagi Heri Latief adalah alat anti penindasan, di dalam dunia sastra internet selalu ada karya yang memuat isu-isu sosial. Pembaca sastra tidak melulu orang-orang yang ahli terhadap sastra, tetapi juga orang yang mengalami penindasan sosial. Untuk itu puisi seharusnya memuat hal-hal yang mampu mewakili suara hati orang lain (rakyat) bukan melulu suara hati sendiri (ego). Dengan demikian puisi akan dapat menjadi milik umum dan bisa berkeliaran bebas menentukan sasaran. Karya Heri Latief tidak sekedar puisi dengan rangkaian kata-kata indah yang menjual mimpi.

Di dalam buku antologi Puisi “50% Merdeka” milik Heri Latief yang memuat 50 puisi, hendak menyadarkan kita akan iklim sosial yang terjadi. Keseluruhan puisi menceritakan adanya penindasan pada rakyat, penjajahan terselubung, korupsi, dll. Walaupun ia berdomisili di negeri belanda, ia tak pernah berhenti mengamati gejala sosial yang terjadi di indonesia. Ia menulis berdasarkan informasi yang ia dengar dari media massa, internet, bahkan kawan-kawannya yang berada di Indonesia. Dalam karyanya Ia mencoba menyentuh hati nurani pembaca untuk kembali menjadi manusia sosial yang sesungguhnya. Sebagai orang yang sangat peduli nasib bangsanya, maka ia menyuarakannya lewat puisi dan meneriakkannya di mimbar-mimbar diskusi sastra semacam ini.

Menurut Winarti pembicara dalam diskusi di Balai Pemuda Galeri Surabaya (25/07/08), puisi Heri Latief dalam antologi puisi ”50% Merdeka” dirangkai dengan bahasa yang sederhana dan apa adanya tetapi justru di situlah letak kekuatannya Tidak ada yang ditutupi dengan metafora yang biasa dipakai para penyair kebanyakan.

50% merdeka berisi pesan-pesan kemanusiaan. Kemerdekaan yang sesungguhnya masih berada di interval 50 dari keseluruhan nilai sempurna 100 persen. Masih banyak penindasan, masih banyak kemelaratan yang sangat tergambar jelas dari wajah rakyat indonesia. Winarti sendiri membaca Heri Latief sebagai sosok pribadi yang tidak mau menyerah walaupun usianya sudah setengah abad (50 tahun). Sifat pantang menyerah itulah yang membuat Heri Latief terus berkarya. Dalam sebuah obrolan ringan dengan saya ia berkata jangan sampai pikiran kita ditunggangi oleh pikiran-pikiran orang lain. Maka jelaslah bagi saya, Ia memang berkarya untuk menyuarakan hasil pikiran sendiri yang ia tangkap dari lingkungan sekitar. Ia benar-benar berusaha melepas diri dari dominasi apapun.

Giryadi sebagai salah satu pembicara pada diskusi, ia berbicara sebagai seorang wartawan yang juga seorang seniman. Ia berkata, isi dalam puisi-puisi Heri Latief sering ia temukan di media massa. Di dalam media massa penindasan sosial disajikan terlalu manis hingga tidak dapat diejawantahkan secara gamblang. Hanya sekedar mengelus hati pembaca, sedangkan di dalam puisi rangkaian kata-katanya mampu menyentil. Belakangan ini, seiring berkembangnya kebebasan dunia informasi, justru media massa memilih-milih berita. Bahkan sering kali redaksi menyortir berita ketika politik uang sudah berkuasa. Berita yang dimuat terkadang dimunculkan untuk menutupi isu-isu yang merugikan beberapa pihak.

Menurut Giryadi, media massa seharusnya juga bertanggung jawab pada penindasan sosial yang dialami masyarakat. Penyampaian informasi yang setengah-setengah juga membuat masyarakat bingung akan hasil akhir suatu kasus. Contohnya saja soal lapindo, pada awal terjadinya kasus tersebut berita itu seakan menjadi PR semua pihak, tapi sekarang kasus itu seakan hanya menjadi obrolan santai sebagian orang. Padahal dalam kenyataannya kasus itu belum tuntas benar. Lantas di mana media massa berdiri? Pada siapa mereka berpihak?.

W. Hariyanto yang pada malam itu juga hadir, di sesi tanya jawab ia justru tidak menitik beratkan pada isu-isu sosial. Melainkan pada pergerakan sastra nusantara, dominasi TUK yang ingin dirubah oleh penulis-penulis lainnya. Sastrawan seharusnya punya jiwa militansi untuk keluar dari mainstrem TUK. Ia dengan tegas berkata bahwa sastrawan surabaya, jatim dalam lingkup yang lebih luas menolak dominasi sastra koran. Hal ini juga disinggung oleh Giryadi, ia beranggapan pencetus sastra koran ketakutan dengan kemajuan sastra cyber. Kecepatan penyampaian karya, entah itu cerpen. Puisi, esai, menuju pembaca ternyata sangat cepat di dunia cyber. Dan ini yang membuat sastra koran sedikit tertinggal. Di dunia cyber, diskusi akan cepat begulir, beragam tanggapan dari pembaca dapat langsung berkembang tanpa harus menunggu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Hal inilah yang membuat isu sastra bergerak sangat cepat. Sedangkan menurut Giryadi tidak seharusnya sastra dikotak-kotakkan semisal, sastra koran, sastra cyber, sastra jawa, sastra buruh, dll.
Sastra adalah sastra, apapun bentuknya tidak seharusnya ada pengucilan aliran.

Selain membahas pergerakan sastra W Hariyanto juga menambahkan, Saiful Hajar seniman yang bergelut dibidang seni lukis, sastra, teater, pernah memulai pergerakan sastra penyadaran jauh sebelum masa orde baru jatuh. Puisinya ia tulis untuk mengingatkan pembaca akan kesadaran sosial dengan gaya puisi kocak yang menyentil pembaca. Semacam Sajak mbeling Remi Sylado, tapi saya belum berani menyamakan keduanya. Walau kemungkinan bentuknya sama dan juga sudah ada sejak jaman orde baru. Saiful Hajar sendiri yang juga hadir pada diskusi itu menambahkan, indonesia memang belum benar-benar merdeka.

Karna jika dahulu penjajah bangsa adalah bangsa luar, justru sekarang yang menjajah adalah rakyatnya sendiri. Rakyat yang sudah diperbudak oleh materi dan kekuasaan melalui investor-investor asing. Itu berarti kondisi dulu dan sekarang sama saja. Bahkan lebih parah karna kita tidak merasa dijajah secara langsung sehingga perlawanannya tidak lagi segencar dulu.

Salah satu peserta diskusi Didik dari FMN (Forum Mahasiswa Nasional) mengatakan, berjuang melalui karya tulis juga dilakukan oleh wiji thukul aktivis yang hilang di masa orde baru. Wiji thukul merupakan tokoh yang tidak hanya mereka-reka kondisi negaranya, tapi ia juga berbuat untuk melawan penindasan selama masa orba. Didik mempertanyakan sedekat apa Heri Latief dengan karya dan masyarakat sosial yang menjadi tema besar di buku antologi puisi ”50% Merdeka” ini.

Diskusi malam itu berlangsung tak terlampau panjang, dikarenakan waktu yang terbatas. Dihadiri oleh aktivis buruh, bonari nabonenar, adib, anggoro dll. selain itu teman-teman dari apresiasi sastra Fahmi Faqih, Sonydebono menyempatkan hadir. juga teman-teman komunitas sastra di surabaya Lab sastra dan Gapus, semisal Mashuri, Dody Tobong ,Puput dan masih banyak nama-nama yang belum saya sebut di sini. Tapi diskusi belum cair karena belum semua menyampaikan uneg-unegnya tentang kondisi negara seperti dalam buku puisi 50% Merdeka ini. Seusai diskusi para undangan membacakan sajaknya Saiful Hajar , Dody tobong menyumbangkan karya untuk dibacakan pada malam itu. Acara ditutup dengan performance kawan-kawan ESOK dan PAPER komunitas pengamen jalanan (Iwan Pucang) dengan membawakan lagu balada bertema sosial yang berjudul MENOR *bahasa jawa yang artinya dandanan yang berlebihan.

Maka pertanyaan besar tetaplah menjadi teka teki bagi saya, benarkah 50% merdeka bisa berubah menjadi 100% merdeka? Entahlah. Semoga antologi karya Heri Latief mampu mengembalikan kesadaran kita sebagai makhluk sosial. Dan mampu menangkap gejala perubahan sosial untuk dijadikan cermin dalam diri untuk berbuat lebih pada bangsa dan negara.
MERDEKA….!!! (Surabaya, agustus ’08)

*) Koordinator ESOK (Emperan Sastra Cok)
Sumber: http://sastrapembebasan.wordpress.com/2009/02/08/50-merdeka/

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar