Kamis, 05 Agustus 2010

Ragam Ekologi Sastra

Abdul Aziz Rasjid
http://www.lampungpost.com/

DENGAN adanya ragam ekologi yang bergeser dari penguasaan laut, ditembusnya desa, pembangunan kota yang melibatkan kontradiksi lembaga militer, agama sampai instansi pendidikan dan birokrasi politik; pada akhirnya, ragam ekologi sastra dapat dibaca sebagai bagian pembacaan kritis terhadap alur perkembangan konteks sosial historis bangsa pada suatu masa.

Dalam buku bertajuk Sastra Hindia Belanda dan Kita (Balai Pustaka: 1983) yang ditulis Subagio Sastrowardoyo dijelaskan bahwa terjadi pengulangan pola cerita desa di dalam sastra Hindia Belanda, sastra Melayu Modern, dan sastra Balai Pustaka. Pola cerita desa itu selalu berpangkal dari hubungan asmara pemuda-pemudi desa yang dekat sejak kecil. Hubungan asmara mereka yang romantik di tengah kedamaian desa, selalu berujung pada perpisahan yang tragis karena adanya gangguan yang berasal dari luar desa, semisal: tentara Belanda, China lintah darat, bangsawan, dan punggawa dari kota.

Gejala seragamnya pola cerita mengenai kehidupan desa dalam sastra Hindia Belanda berawal pada pertengahan abad sembilan belas. Kazat en Ariza dalam kumpulan Nieuwu Indische verhalen en herinneringen uit vroegen et lateren tijd atau Cerita dan Kenangan Baru tentang Hindia Belanda Zaman Dahulu dan Kemudian (1854) karya W.L. Ritter, De Doch ter van den bekel atau Anak Perempuan Kepala Kampung (1854) yang terkumpul dalam tulisan J.F.G. Brumund bertajuk Indiana (1854), dan tentu juga cerita Saijah dan Adinda yang merupakan bagian dari roman Max Havelaar atau Lelang Kopi Maskapai Dagang Belanda (terbit pertama kali pada tahun 1860, baru terbit dalam edisi bahasa Indonesia pada tahun 1972) karya Multatuli adalah karya-karya sastra yang kemudian digolongkan sebagai genre cerita desa (1983: 30-31).

Desa: Korban Imperial atas Laut

Pola cerita desa ini tetap berkembang dan berlanjut dalam periode sastra melayu modern sampai periode Balai Pustaka. H. Kommer yang menulis dalam bahasa melayu umum, mengisahkan Nyi Sarikem dan Cerita Siti Aisah (ketiganya terbit tahun 1900), atau di dalam karya satra yang dianggap bacaan liar oleh kolonial Belanda kita juga dapat menemukan cerita gadis desa Maloko bernama Ardinah yang hidup miskin bersama ayahnya dalam Hikayat Kadiroen (1920) karya Semaoen.

Kisah-kisah dari desa itu setidaknya mewartakan bahwa ekspansi kolonial kepada kehidupan pribumi telah makin meluas sampai ke pelosok desa dan menyebabkan penderitaan rakyat. Jejak awal ditembusnya wilayah desa itu, setidaknya dapat ditelusuri sebagai akibat terjadinya imperial atas laut oleh kolonial seperti yang terceritakan dalam Arus Balik yang ditulis Pramoedya Ananta Toer.

Dalam Arus Balik, secara luas dapat kita baca bahwa terjadi perubahan orientasi kekuatan militer di kerajaan Nusantara; terutama Demak pascakepemimpinan Pati Unus yang digantikan Sultan Trenggana. Peralihan kekuatan Pati Unus yang dahulu bertumpu pada kuatnya navalisme (militerisme di laut) untuk merebut Malaka, pada masa Trenggana beralih pada kekuatan militer darat untuk menyukseskan perluasan kekuasaan tanah dalam memerangi raja-raja.

Kondisi ini, di mana kerajaan di Nusantara menjadi saling bentrok, membuat laut sebagai pintu gerbang menjadi terbuka. Sedang di sisi lain, bangsa kolonial semakin memperkuat modal ekspansinya dengan memperkuat navalisme. Navalisme kolonial yang terus meningkat menjadikan pelabuhan-pelabuhan Nusantara goyah. Tak mengejutkan kemudian, bila daratan di mana desa berada menjadi relatif lebih mudah untuk ditembus sebagai konsekuensi dari kerapuhan kekuatan navalisme.

Singkatnya, baru tiga abad lebih Nusantara dapat lepas sebagai wilayah koloni. Proklamasi 17 agustus 1945, mengantarkan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka. Di masa kemerdekaan, masyarakat lalu berhadapan dengan keberbagaian tegangan sosial politik —perpecahan masyarakat terjadi melalui polarisasi partai—dalam kehidupan demokrasi terpimpin. Meletusnya G30S/PKI menjadi puncak runtuhnya desakan “imajinasi komunalisme” dan memasifkan perlawanan yang mengharapkan ruang lebih longgar bagi ekspresi yang mandiri.

Dalam kecamuk politik itu, mahasiswa lalu menjadikan kampus sebagai basis penggalangan kekuatan untuk melakukan perlawanan-perlawanan dalam bentuk demonstrasi. Tirani (1966) dan Benteng (1966) karya Taufiq Ismail hadir sebagai reaksi dari kampus yang ikut membakar semangat pembebasan dari indoktrinasi revolusi dan mengembalikan kampus sebagai mimbar akademis. Dalam puisi berjudul Mimbar Taufik Ismail memandang ekologi kampus semacam ini: “Di kampus ini/ Telah dipahatkan/ Kemerdekaan// Segala d’spot dan tirani/ Tidak bisa merobohkan/ mimbar kami”.

Revolusi Perkotaan

Setelah Orde Lama tumbang lewat keterlibatan demonstrasi mahasiswa, Indonesia lantas dibangun dengan visi pembangunan di tangan Orde Baru. Sistem kota berlangsung dengan penaklukan sebagai syarat utama terkumpulnya modal komunal. Haluan sosial dan politik kota dibagi-bagi dalam tatanan-tatanan pembagian kerja yang kemudian dikenal sebagai instansi atau birokrasi. Gurita birokrasi dalam bentuknya yang negatif, lalu menyuburkan kedestruktifan dan keserakahnnya karena menjalankan segala sesuatu berdasar pada panji keuntungan untuk kepentingan pribadi dengan cara ikut serta bermain dalam arus perdagangan pasar. Maka tak mengherankan bila merajalelanya korupsi terjadi, seperti yang ditulis oleh Rendra dalam Sajak Ibunda, ini:

“Maling punya ibu. Pembunuh punya ibu./ Demikian pula koruptor, tiran, facist,/ wartawan amplop, dan anggota parlemen yang dibeli,/ mereka pun juga punya ibu// …Apakah sang anak akan berkata pada ibunya:/ ”Ibu, aku telah menjadi antek modal asing,/ yang memproduksi barang-barang yang tidak mengatasi/ kemelaratan rakyat// …Ibu, kini aku makin mengerti nilaimu./ Kamu adalah tugu kehidupanku, /yang tidak dibikin-bikin hambar seperti Monas dan/ Taman mini.”

Ekologi perkotaan dalam puisi itu secara psikologis mengemuka seperti yang dikatakan oleh Lewis Mumfort (dalam Fromm, Akar Kekerasan. 2000 : 224) bahwa masyarakat kota di satu sisi bersifat cermat dan efisien, tapi di sisi lain acap destruktif, sadis, dan cenderung suka membangga-banggakan monumen-monumen seakan prestasi yang tertandingi. Padahal monumen itu malah menunjukkan kemegahan yang timpang dengan keadaan ekonomi mayoritas masyarakat. Dengan nada sinis, Wiji Thukul menggambarkan kejelataan dan kekerasan lewat Monumen Bambu Runcing: Monumen bambu Runcing/ di tengah kota/ menuding dan berteriak merdeka/ di kakinya tak jemu juga/ pedagang kaki lima berderet-deret/ walau berulang-ulang/ dihalau petugas ketertiban.

Dengan adanya ragam ekologi yang bergeser dari penguasaan laut, ditembusnya desa, pembangunan kota yang melibatkan kontradiksi lembaga militer, agama sampai instansi pendidikan dan birokrasi politik; pada akhirnya, ragam ekologi sastra dapat dibaca sebagai bagian pembacaan kritis terhadap alur perkembangan konteks sosial historis bangsa pada suatu masa. Ragam ekologi sastra juga menunjukkan bahwa bangsa Indonesia–sebelum dan setelah merdeka–ternyata belum beranjak sebagai bangsa yang untuk ke sekian kalinya menjadi korban eksploitasi dari keserakahan, kepentingan-kepentingan kekuasaan yang acap berujung pada kekerasan, penderitaan, dan jatuhnya korban.

*) Peneliti Beranda Budaya, tinggal di Purwokerto.

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar