Senin, 26 Juli 2010

Ihwal Regenerasi Sastra Riau (II)

Marhalim Zaini
http://www.riaupos.com/

(Bagian Kedua/Habis)

Lalu di manakah Saidul Tombang menghilang? Sebenarnya ia tak benar-benar menghilang. Meski cuma sesekali muncul dengan cerpennya di Riau Pos, rupanya ia diam-diam menulis novel. Sebuah manuskrip 200-an halaman yang datang pada saya beberapa waktu silam (akhir 2007) adalah sebuah novel berjudul Lawa karya Saidul Tombang. Saya kira, ini semangat baru. Sebab novel butuh energi besar. Soal isinya, tunggu saja bukunya terbit. Cukup romantis. Dan Saidul agaknya hendak membuktikan bahwa kerja jurnalistik tak membuat dia berhenti menulis karya kreatif. Dan barangkali semangat yang sama juga masih dimiliki oleh Fitrimayani. Sebuah novelnya Kugapai Rembulan dengan Cinta, yang masuk nominasi Ganti Award 2004, dapat menegaskannya. Karya cerpennya pun dapat dibaca di ruang budaya koran Riau Mandiri, tempat dia bekerja. Lalu di mana penyair perempuan Kunni Masrohanti kini? Apakah dunia jurnalistik atau dunia domestik mengganggu produktivitasnya? Hemat saya, puisi-puisinya yang potensial itu, yang memperlihatkan bakat besarnya sebagai penggubah sajak, adalah harapan bagi dunia kepenyairan “perempuan” di Riau. Mari apresiasi sebait terkahir sajaknya berjudul Gigil Bunga Mungil ini: “bunga yang masih menggigil dalam genggamanmu/adalah puisi yang berderit/di atas alis mata dunia.”

Selain nama-nama itu, Musa Ismail adalah penulis yang cukup terjaga produktivitasnya. Selain cerpen, ia juga menulis esai sastra dan budaya. Buku cerpennya adalah Sebuah Kesaksian (2002), dan buku esainya terbit tahun 2007, Membela Marwah Melayu, yang lebih menunjukkan pemikiran-pemikiran kritisnya tentang kebudayaan, dan upaya mengisi kekosongan dunia “kritik sastra” kita dengan mengulas sejumlah buku sastra pengarang Riau. Sebagai seorang guru bahasa dan sastra pada salah satu SMA di Bengkalis, agaknya Musa merasa memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk bagaimana “menularkan” energi kreatif menulisnya pada anak didiknya di bangku sekolah. Terbukti, cukup banyak siswanya yang mulai menulis, dan beberapa di antaranya kerap dimuat di Majalah Budaya Sagang. Saya kira, perlu lebih banyak lagi guru-guru bahasa dan sastra kita macam Musa ini. Sehingga regenerasi sastra Riau terus dapat terjaga dengan baik.

Penulis prosa (novel dan cerpen) Riau terkini yang tak kalah penting untuk dicatat adalah Hary B Kori’un dan Olyrinson. Keduanya cukup rajin bertarung dalam berbagai sayembara penulisan novel. Novel Jejak Hujan karya Hary B Kori’un adalah salah satu pemenang dalam sebuah Sayembara Menulis Novel Remaja tahun 2005 yang diselenggarakan Radio Belanda dan Penerbit Grasindo. Selain novel Malam, Hujan yang juga masuk nominasi Ganti Award 2005, di tahun sebelumnya novel Nyanyi Sunyi dari Indragiri bahkan meraih Penghargaan Utama Ganti Award. Saya kira, Hary memang telah memilih jalan kepenulisannya lewat novel dan menempuh publikasinya di media-media sebagai cerita bersambung (cerbung) sebelum diterbitkan menjadi buku. Misalnya Di Antara Rumput dan Angin (Mingguan Penalti, 2001), Nyanyian Sunyi (Mingguan Mentari, 2002), Nyanyian Kemarau (Riau Pos, 2004), dan Nyanyian Batanghari (Republika, 2000 yang diterbitkan menjadi buku pada 2005) .

Sementara Olyrinson, hemat saya, adalah penulis Riau yang paling rajin ikut lomba, dan paling sering pula memenangkannya, terutama yang digelar oleh Dewan Kesenian Riau, Dewan Kesenian Bengkalis, Majalah Sagang, Majalah Femina, CWI, Forum Lingkar Pena, Ganti Award, Krakatau Award, dll. Karya-karyanya yang realis dengan bahasa yang jernih, dan kebanyakan berisi tentang tema-tema pergulatan sosial yang dialami oleh tokoh anak-anak (pun remaja), membuat dapat dengan cukup mudah diterima di sejumlah media macam Majalah Hai, Anita Cemerlang, Kawanku, Aneka, dll. Sejumlah novelnya yang telah terbit adalah Sinembela Dua Digit (2003), Gadis Kunang-kunang (2005), dan Jembatan (2006).

Generasi Baru Sastra Riau

Kini sampailah kita menengok konstelasi pergerakan sastra generasi berikutnya, generasi terbaru, generasi yang kini tengah terus berjuang untuk menemukan eksistensinya dalam sejarah panjang dunia sastra (di) Riau. Saya kira, mereka datang bukan karena hendak menanggungkan “beban” sejarah sastra Riau itu, tapi datang dari berbagai kegelisahan individual. Meski masih butuh demikian banyak waktu untuk memasuki proses menemukan dirinya dalam kematangan karya-karyanya, akan tetapi paling tidak, ada harapan untuk menuju ke sana. Kita cukup bahagia ketika nama M Badri lewat cerpennya “Loktong” memenangkan sayembara CWI Jakarta dan tahun 2007 menerbitkan buku cerpennya yang pertama berjudul Malam Api. Ia juga rajin menulis esai-esai kritis untuk sastra Riau. Meski nampaknya karya-karya Badri masih belum dapat menjangkau publikasi yang lebih luas, dan produktivitasnya yang masih harus terus ditingkatkan. Lalu ada nama Sobirin Zaini dan Saiful Bahri yang kerap memenangkan Laman Cipta Sastra Dewan Kesenian Riau dan cukup sering muncul karyanya di sejumlah media massa, terutama di Riau. Problemnya memang masih sama, keterjangkauan publikasi karya, dan eksplorasi atau penggalian yang serius terhadap capaian estetika karyanya, dan mestinya terus berupaya menemukan karakter “bahasa ucap” mereka sendiri. Produktivitasnya yang kini masih terjaga, tentu menjadi satu poin penting yang mesti mereka pertahankan untuk dapat masuk ke wilayah capaian estetika. Dan bahwa nama Sobirin Zaini kini cukup menonjol, terlebih karena dia cukup terlihat bersungguh-sungguh “berjuang” di dunia sastra, terutama dengan penyerangan media tak hanya di Riau, tapi di Sumatera (Padang dan Medan).

Selain itu ada nama Joni Lis Effendi, dari Forum Lingkar Pena. Joni penulis yang cukup produktif. Usaha-usaha menyerang media yang dilakukan Joni dengan berbagai genre penulisan (dalam sejumlah bidang) agaknya merupakan proses yang baik ditempuh untuk dapat terus menaiki jenjang yang lebih tinggi. Gaya penulisan “ala FLP” yang agak “meremaja” mungkin adalah “beban” jika tak pandai-pandai mengelolanya dalam eksplorasi tematik, pun stilistika. Dan akan jadi kekuatan jika ia mampu keluar dari mainstream tersebut, dan menciptakan jalur sendiri, dengan pilihan-pilihan yang lebih luas. Lalu ada Jefry Al Malay, penulis yang kehadirannya cukup baru dalam konstelasi sastra “muda” Riau. Karya-karyanya (terutama puisi, dan belakangan sesekali menulis cerpen), memang masih “gelap” dalam konteks permainan bahasa. Sehingga kemudian pun dapat pula tersesat dalam berbagai tumpukan gaya bahasa, diksi, dan tafsir makna yang berlapis, meski tak selalu itu buruk. Warna lokal, dengan kekuatan “lidah Melayunya” adalah kekuatan Jefry jika ia mampu untuk tidak terlalu bernafsu mendesakkan diksi-diksi arkaik, pun kolokial, serta mampu untuk lebih mengurainya dalam narasi-narasi yang jernih dan sublime.

Agaknya kita boleh berharap terhadap tiga nama perempuan penulis “muda” ini (untuk menyebut beberapa nama): Dien Zhurindah, Aliela, dan Budy Utamy, terutama untuk mengisi kekosongan penulis perempuan di Riau. Produktivitas mereka memang belum memadai untuk dapat kita katakan sebagai yang paling menonjol dalam masa-masa belakangan ini, meski cukup dapat mewakili di generasi mereka. Nama lain, ada juga DM Ningsih, Dessy Wahyuni, Novi Yanti, yang masih kita tunggu karya-karyanya yang lain, yang terbaru, untuk dapat melihat keseriusannya dalam menempuh proses di dunia menulis. Sajak-sajak Dien Zhurindah hemat saya cukup kuat bermain suasana dalam narasi-narasi yang bersahaja dan lembut, serta cenderung prosaik. Meski masih ditemukan berbagai kelemahan diksi, namun kerap tertutupi oleh keberhasilannya memainkan imaji. Semoga Dien tak berhenti menulis, dan terus menggapai “puncak sajak”.

Nama Aliela muncul agak belakangan dengan sejumlah cerpen di Riau Pos. Penulis perempuan ini memang bukan asli Riau, tapi nampaknya ia mulai berproses menulis ketika ia bermastautin di Pekanbaru. Cerpen-cerpennya memang menunjukkan upaya eksplorasi bahasa dan tematik, meski masih belum tampak kokoh sebagai sebuah bangunan peristiwa. Terkadang upayanya untuk menggali khazanah kebudayaan Melayu, sebagai yang bukan ia kenali benar karakternya, membuat di sejumlah tempat dalam cerpennya terkesan rumpang. Sementara Budy Utamy, terutama dalam sajak, menempuh ruang-ruang imaji yang cukup liar. Ia lebih banyak bermain di wilayah kesunyian yang hilang dan datang padanya bagai musim yang pasti. Meski kadang ia romantis, tapi kadang juga ia garang. Budy Utamy, harus pula terus menggali kesunyiannya itu lebih dalam, agar dapat ia serap ketajaman imajinya. Hingga “keliarannya” dapat menghadirkan energi positif. Coba kita simak sebait sajaknya berjudul “The Journey” ini: “ada yang hilang di hari-hari depan/ sesuatu yang kucuri dan sembunyikan/ pada bulan kesiangan.” Buku kumpulan puisinya, Rumah Hujan (Maret 2008) seperti bercerita seperti apa perjalanan kreatifnya.

Satu nama di generasi terbaru ini yang mungkin paling muda adalah Fariz Ihsan Putra. Sejak masih di bangku SMA dia sudah menulis cerpen. Sebagaimana yang pernah saya sebut dalam pembahasan sejumlah cerpennya beberapa waktu lalu di Riau Pos, bahwa tokoh-tokoh dalam cerpen-cerpen Fariz cenderung mengidap skizofrenia. Ada upaya untuk membebaskan tokoh-tokohnya dalam berbagai peristiwa yang bergerak dengan liar dan tumpang-tindih. Meski tentu saja Fariz masih punya jalan panjang untuk menemukan berbagai kemungkinan style pengucapan maupun tematik, meningkatkan produktivitas, dan lebih ligat alias gigih lagi menembus media massa. Selain itu ada nama Pandapotan MT Siallagan, Binoto H Balian dan Ellyzan Katan yang dulu menempuh proses bersastra ketika di Riau, dan kini telah kembali ke kampungnya. Ketiganya cukup produktif. Pandapotan dan Ellyzan Katan sampai kini karya-karya masih muncul di media Riau, sementara Binoto jarang dapat ditemui lagi. Ada yang menurun dari Pandapotan ketika ia mulai masuk ke dunia jurnalistik. Gairah eksplorasi masih banyak saya temukan dalam cerpen-cerpennya maupun sajak-sajaknya terdahulu, dibanding sekarang. Sementara Ellyzan masih nampak punya ambisi untuk mencari bentuk-bentuk baru dalam karyanya. Ini positif, jika dia kemudian lebih memilih untuk sedikit kontemplatif. Kekuatan lokalitas Melayunya, boleh jadi akan kian terkuak ketika mulai ia temukan kenikmatan bertuturnya yang sesungguhnya.

Lalu bagaimana kelak perjalanan sastra Riau masa depan? Sastra Riau yang berjalan dalam sejumlah problem “kemiskinan” yang belum dapat dientaskan: miskin komunitas sastra, miskin kritikus sastra, miskin media sastra, miskin forum diskusi sastra yang menyebabkan miskinnya polemik sastra, miskin iven-iven sastra, miskin peminat, penikmat, dan pembaca sastra, miskin semangat untuk menembus media sastra di luar Riau, dan juga miskin penulis sastra yang produktif-inovatif, berdedikasi alias tunak, dan sejumlah kemiskinan yang lain? Mari kita jawab bersama.***

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar