Kamis, 01 April 2010

Kontroversi KLA 2008

Asep Sambodja
http://kompas.co.id/

Pada 20 September 2008, saya mendapat email (dari milis Apresiasi Sastra), yang berisi pengumuman hasil seleksi tahap pertama (Longlist) Khatulistiwa Literary Award 2008 dari Panitia KLA 2008. Ada 10 nomine di bidang prosa dan 10 nomine di bidang puisi.

Kesepuluh nomine di bidang prosa adalah Danarto (Kacapiring), Junaedi Setiyono (Glonggong), Dyah Merta (Peri Kecil di Sungai Nipah), Ayu Utami (Bilangan Fu), Mohamad Sobary (Sang Musafir), Mashuri (Hubbu), Lan Fang (Lelakon), E.S. Ito (Rahasia Meede), Helvy Tiana Rosa (Bukavu), dan Arswendo Atmowiloto (Blakanis).

Sementara 10 nomine di bidang puisi adalah Saut Situmorang (Otobiografi), Oka Rusmini (Pandora), Afrizal Malna (Teman-temanku dari Atap Bahasa), Sutardji Calzoum Bachri (Atau Ngit Cari Agar), M. Aan Mansyur (Aku Hendak Pindah Rumah), Binhad Nurrohmat (Demonstran Sexy), Nirwan Dewanto (Jantung Lebah Ratu), Hasan Aspahani (Orgasmaya), Wendoko (Sajak-sajak Menjelang Tidur), dan trio Maulana Achmad, Inez Dikara, Dedy T. Riyadi (antologi puisi Sepasang Sepatu Sendiri dalam Hujan). Pemenang utama masing-masing genre yang akan menerima uang Rp 150 juta itu akan diumumkan di Atrium Plaza Senayan, Jakarta Selatan, pada 13 November 2008.

Pada keesokan harinya, 21 September 2008, saya mendapat email (dari milis Penyair), yang berupa press release yang berisi penolakan Saut Situmorang atas Khatulistiwa Literary Award. Yang menarik dari rilis itu adalah, pertama, Saut Situmorang memperlihatkan sikapnya yang tegas, apa yang dilakukannya sesuai dengan ucapannya. Artinya, manusia ini tidak mencla-mencle. Jelas dan tegas. Kedua, penolakan itu disertai alasan-alasan yang cukup kritis, bahkan cenderung tajam.

Sebelumnya, melalui short message service (SMS), Saut Situmorang juga mengkritik tajam Sutardji Calzoum Bachri yang menerima penghargaan Ahmad Bakrie Award 2008 dan mengantongi uang Rp150 juta. Saya kira kenapa Saut Situmorang mengkritik Sutardji demikian keras cukup jelas alasannya, yakni penyandang dana Ahmad Bakrie Award adalah Aburizal Bakrie, pemilik PT Lapindo Brantas Inc., sebuah perusahaan yang kini menyengsarakan ribuan warga Sidoarjo, Jawa Timur, karena tiga desa dan 15 pabrik tertutup lumpur—yang kini dinamai Lumpur Lapindo.

Uang dan idealisme. Itulah persoalan utamanya. Apakah kita akan memilih uang dengan mengabaikan idealisme? Atau kita akan mempertahankan idealisme dengan risiko miskin karena tak punya uang? Setiap manusia memiliki kebebasan untuk memilih dua pilihan ekstrem itu. Tapi, dunia tidak hitam putih. Manusia bahkan memiliki kebebasan untuk tidak memilih pilihan itu, meskipun pilihannya hanya dua.

Ada enam sastrawan yang telah menerima Ahmad Bakrie Award sejak penghargaan itu diberikan pada 2003, yakni Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Rendra, Putu Wijaya, dan Sutardji Calzoum Bachri. Ketika kasus Lumpur Lapindo mencuat pada 2006, kegamangan antara menerima atau tidak menerima penghargaan berupa uang Rp 150 juta dari keluarga Bakrie itu mulai terjadi. Hal ini dirasakan Putu Wijaya dan juga Rendra, yang dalam pidato penganugerahannya tetap mengkritik tajam keluarga Bakrie agar bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan PT Lapindo Brantas Inc. di Sidoarjo. Sementara Sutardji Calzoum Bachri, yang pada tahun yang sama juga menerima penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berupa Bintang Budaya Parama, menerima penghargaan itu dengan alasan ia tidak bisa menolak apresiasi yang diberikan oleh orang lain atau oleh suatu institusi.

Saya bersimpati dan mungkin juga berempati kepada para sastrawan yang menerima penghargaan Ahmad Bakrie Award, karena sejauh ini nyaris tidak ada lembaga resmi yang memperhatikan nasib dan kehidupan sastrawan. Karya besar Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Rendra, Putu Wijaya, dan Sutardji Calzoum Bachri mungkin hanya menghiasi ruang perpustakaan semata. Mereka tidak diperhatikan nasibnya oleh Negara, meskipun jasa mereka dalam memperkaya kebudayaan Indonesia demikian besar. Ketika ada lembaga yang memberi penghargaan dengan jumlah materi yang besar, dalam hati saya bersyukur, masih ada yang memperhatikan karya dan nasib sastrawan.

Sutardji berpegang pada apresiasi. Ya, apresiasi. Sastrawan tidak bisa menolak apresiasi yang diberikan oleh pembaca, siapa pun pembaca itu. Apakah dicaci-maki atau diberi uang jutaan rupiah. Keduanya merupakan ujud dari apresiasi.

Tapi, dunia ini tidak akan menjadi indah kalau tidak ada orang seperti Romo Frans Magnis-Suseno. Siapa pun yang memiliki hati nurani, pasti akan memberi hormat yang luar biasa pada Romo Magnis. Saya pun menaruh hormat yang dalam pada Romo Magnis, yang sama tingginya dengan hormat saya pada Romo Y.B. Mangunwijaya, penulis Burung-burung Manyar yang membela masyarakat girli di Kali Code Yogyakarta dan masyarakat korban pembangunan Waduk Kedungombo.

Kepada Sutardji, saya berempati, karena saya sadar, bahwa nama besar tidak selamanya diikuti dengan kemakmuran. Memilih penyair, sastrawan, dramawan, atau seniman sebagai profesi merupakan pilihan gila, karena dilihat dari perspektif ekonomi sama sekali tidak produktif. Jasa sastrawan besar, tapi tidak diberi reward yang besar pula. Itulah yang saya katakan nasib. Kalau sekarang Sutardji dapat Rp150 juta, artinya nasib baik sedang berpihak kepada penyair. Mungkin dia bisa hidup 100 bulan lagi.

Kepada Romo Magnis, saya bersimpati, karena pelajaran yang Romo Magnis dan Romo Mangun berikan kepada saya itu sangat mahal harganya. Sama sekali tidak terukur dengan uang. Jauh lebih tinggi nilainya dari Rp 150 juta.

Saya sebenarnya juga bersimpati pada KLA (yang mulai hadir pada 2001). Apa dasarnya? Karena penghargaan yang diberikan lembaga yang dikomandoi Richard Oh ini memberikan penghargaan yang demikian cukup besar kepada sastrawan. Dari semula Rp30 juta sekarang melambung menjadi Rp 150 juta.

Dan saya pernah tiga kali menjadi juri tahap pertama KLA, yakni pada 2003, 2005, dan 2007. Dari tiga kali menjadi juri tahap pertama, baru sekali saya menggolkan “jagoan” saya, yakni pada 2005, ketika Seno Gumira Ajidarma mendapat penghargaan Rp 100 juta dari KLA berkat novel Kitab Omong Kosong. Pada 2007, saya sekali lagi menjagokan Seno melalui novel Kalatidha, namun tidak lolos ke tahap berikutnya. Tapi, ketika majalah Tempo melakukan survey tentang buku fiksi dan nonfiksi terbaik pada 2007, saya tetap pada keyakinan saya, bahwa novel Kalatidha merupakan novel terbaik pada 2007.

Kalau saya dipilih panitia KLA menjadi juri tahap pertama pada 2008 ini, saya akan memasukkan Otobiografi karya Saut Situmorang sebagai nomine pertama untuk kategori puisi, terlepas apakah buku itu ada di list yang diberikan panitia atau tidak. Setelah itu diikuti Nirwan Dewanto, Hasan Aspahani, Oka Rusmini, dan Afrizal Malna. Karena apa? Alasan utama saya karena puisi-puisi Saut Situmorang itu sangat bergizi. Sebenarnya pula saya ingin melihat “pertarungan” antara Saut ‘the drunker master’ Situmorang melawan Nirwan ‘the monkey king’ Dewanto seperti dalam film The Forbidden Kingdom di mata para juri tahap kedua dan ketiga. Mungkin tidak ada pemenangnya, karena keduanya sama-sama jago, sama-sama memiliki ilmu kanuragan tinggi, tapi beda gaya.

Sayangnya saya tidak menjadi juri tahap pertama lagi, ya, sudah, tidak apa-apa. Itu artinya saya juga tidak dapat honor Rp1 juta. Artinya lagi, itu bukan rezeki saya.

Terlepas dari itu, saya ingin memberi masukan, bahwa menilai novel maupun cerpen relatif mudah, karena novel yang ditulis sastrawan dalam satu tahun periode penilaian juri KLA, tidak akan muncul lagi pada tahun berikutnya. Demikian pula dengan kumpulan cerpen. Meskipun pengulangan munculnya cerpen yang sama dalam kumpulan cerpen di tahun berikutnya masih memungkinkan.

Nah, untuk menilai kumpulan puisi, ada pengecualian. Saya, misalnya, memiliki semua kumpulan puisi karya Saut Situmorang. Tapi, bisa jadi ada juri yang tidak memiliki buku Catatan Subversif atau Saut Kecil Bicara dengan Tuhan. Hal semacam ini bisa saja terjadi, apalagi kalau kumpulan puisi pertama dan kedua diterbitkan oleh penerbit indie dan tidak didistribusikan melalui jalur distribusi yang diatur dan didominasi oleh Toko Buku Gramedia. Contoh buku Saut memang masih bisa ditemui di Gramedia. Tapi, bagaimana dengan buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit indie dan kemudian puisi-puisi yang ada di buku itu diterbitkan ulang ke dalam buku kumpulan puisi yang lebih komplet dan diterbitkan Grasindo, misalnya?

Dengan kata lain, harus fleksibel dalam menilai buku kumpulan puisi. Untuk diketahui, sayalah yang mengusulkan atau menominasikan buku Warna Kita karya Oka Rusmini pada 2007 dengan alasan mutu sajaknya yang bagus. Saya pula yang memasukkan buku Guru Matahari Abdurrahman Faiz ke dalam longlist pada 2005 karena memang tidak ada kriteria usia penyair. Ketika saya menganggap puisi Abdurrahman Faiz bagus, ya, saya nilai bagus, tanpa melihat usianya. Toh, ada penyair tua (maaf tidak saya sebutkan namanya) yang puisinya kurang bagus.

Kepada Saut, saya salut. Di mata saya, Saut adalah penyair besar Indonesia. Tapi, izinkan saya tetap bersimpati pada KLA yang memberi penghargaan cukup besar kepada sastrawan. Biarkan KLA menggunakan sistem penilaiannya sendiri. Biarkan pula Pena Kencana menggunakan sistem penilaian seperti Indonesian Idol, yang menggunakan SMS. Biarkan pula Yayasan Ramon Magsaysay menggunakan kriteria dan sistem penilaiannya sendiri. Sehingga, ketika Pramoedya Ananta Toer mendapatkan penghargaan Magsaysay pada 1995, kita tidak usah menandatangani surat pernyataan penolakan pemberian hadiah Magsaysay kepada Pram, seperti yang dilakukan Taufik Ismail, Mochtar Lubis, dan kawan-kawannya itu. Saya setuju dengan KH A Mustofa Bisri yang menolak ajakan Taufik Ismail untuk menandatangani surat pernyataan penolakan pemberian penghargaan hadiah Magsaysay kepada Pramoedya Ananta Toer. Padahal saya tahu, Gus Mus adalah sahabat baik Taufik Ismail.
Sastra Indonesia, insyaallah, akan sehat walafiat. ***

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar