Senin, 04 Mei 2009

Pantun dan Pencerahan Budaya Melayu

Leon Agusta
http://www.infoanda.com/

Inilah kami. Kami ada dan mengada di Negeri Pantun, Kota Gurindam. Di negeri kami telah lahir Raja Ali Haji, pendekar gurindam yang melegenda. Juga, Raja Mantara, Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri. Suaranya serak nyaring menggelegar di panggung-panggung para penyair dunia dan nusantara.

Kami juga punya Raja Pantun, Tengku Nasyaruddin S Effendy, terkenal sebagai Tenas Effendy, yang telah menulis sekitar 65 buku tentang bahasa, seni dan budaya serta sejarah Melayu, 45 naskah ceramah dan diskusi. Ia Doktor Honorus Causa Universitas Kebangsaan Malaysia.

Kami juga punya Ratu Pantun, Hj Suryatati A Manan, walikota Tanjungpinang. Pemimpin yang menaburkan cinta terhadap pantun, pusat pesona dan semangat hidupnya. Anak-anak muda berada dalam rangkum pelukannya penuh kebanggaan.

Kami masih punya banyak nama, para pakar dan pencipta pantun. Karya mereka adalah buah dari pohon budaya kami yang bernama Bahasa Melayu — bahasa yang kini menjadi karunia peradaban bangsa Indonesia.

Begitulah, kurang lebih, yang tertangkap dari Festival Pantun Serumpun, 25-29 April 2008, di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, yang diselenggarakan oleh Yayasan Panggung Melayu (YPM) atas dukungan pemerintah Kota Tanjungpinang. Oleh sang walikota, Tanjungpinang pun dideklarasikan sebagai Negeri Pantun.

Tak kurang dari peserta Malaysia dan Brunei Darussalam pun ikut berpartisipasi. Ada pula opera pantun yang disutradarai Asrizal Nur, dan pantun majelis yang menampilkan Deputi I Menpora Sahyan Asmara, beberapa walikota serta Dubes Malaysia. Ini merupakan festival pantun pertama dengan partisipasi yang sedemikian luas.

Bicara tentang budaya Melayu akan selalu disusul dengan kata serumpun: Melayu Serumpun. Ini menunjukkan kawasan budaya Melayu begitu luas. Bukan sebatas kepulauan Riau. Tetapi, juga warga Minangkabau, Jambi, Palembang, Lampung, Deli Serdang, Malaysia, Brunei Darussalam, Kalimantan dan bagian selatan Thailand.

Bahkan, lebih luas lagi sampai beberapa kawasan Asia Tenggara seperti Kamboja dan Vietnam. Untuk mencakup semua maka disebut Serumpun Melayu. Dalam peta politik pemerintahan masa kini simpul-simpull keserumpunan itu sama sekali tidak terlihat. Diabaikan.

Budaya Melayu memperlihatkan keragaman sekaligus kekhasannya masing-masing. Ada masyarakat matrilineal Minangkabau, yang tradisi pantunnya juga kuat, dan punya tari serampang dua belas Melayu Deli, dan zapin. Ada juga Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji yang sangat dibanggakan.

Ketika kita hendak mencari sebuah ikon yang dapat dianggap merepresentasikan ruh kebudayaan Melayu, boleh jadi kita akan sampai kepada pantun (Maman S Mahayana, 2008). Suatu hal yang cukup terpercaya, mengingat kenyataan pantun tersebar di seluruh kawasan negeri Melayu Serantau.

Masyarakat Melayu zaman dulu tidak meninggalkan jejak sejarah yang memadai untuk dijadikan rujukan. Bila ada yang bertanya sejak kapan budaya pantun lahir dan tumbuh dalam budaya Melayu, pasti tidak ditemukan jawaban. Kecuali jawaban: pantun sudah ada sejak nenek moyang kita.

Menurut Hoesein Djajadiningrat, pantun sudah menarik perhatian para peneliti Barat sejak tahun 1688 (Poejangga Baroe, No 6, Th 1, November 1933). Artinya, pantun sudah terkenal sejak sebelum itu. Setidaknya ada 20 tulisan yang dibahasnya dan dia berhasil menunjukkan adanya kecenderungan yang keliru dalam pemahaman pantun karena ukuran yang dipakai tidak lain dari persajakan Barat.

Beberapa penulis lain juga menunjukkan pandangan yang kurang lebih sama. Mereka menolak anggapan Barat bahwa pantun tidak lebih dari hasil improvisasi (karangan dadakan) dan isinya amoreus (berhubungan dengan percintaan).

Ahli sastra (pantun), Hasan Junus, makin menekankan bahwa usaha untuk memahami pantun mestinya berdasarkan pemikiran, ukuran dan sudut pandang pantun itu sendiri, tidak terlepas dari lingkungan sosial budaya yang melahirkannya.

Sejak 1688, saat buku Studies on Malay Pantun karya Francois-Rene Daillie hingga saat ini sudah lahir satu deretan panjang buku yang merupakan hasil studi para peneliti asing dan dari kawasan Melayu tentang pantun. Ini menunjukkan, bahwa pesona pantun kian meluas, khususnya di kalangan peneliti bukan Melayu.

Pantun menjadi ikon, menurut Maman S Mahayana, karena pantun tidak terikat oleh batasan tempat, usia, jenis kelamin, stratifikasi sosial, dan hubungan darah. Pantun juga dapat digunakan di sembarang tempat, waktu dan suasana. Seorang pejabat negara dalam pidato resminya atau seorang khatib selagi berkhotbah elok saja menyelipkan pantun di dalamnya.

Dalam pengertian umum pantun merupakan salah satu bentuk sastra rakyat yang menyuarakan nilai-nilai dan kritik budaya masyarakat. Biasa digunakan dalam fokslore yang bersifat lisan sebagaimana terlihat dalam dendang yang diiringi berbagai alat musik seperti salung dan rebab di Minanghkabau atau gendang dan kecapi serta berbagai alat musik tradisional Melayu lainnya.

Pantun juga digunakan dalam upacara adat atau dalam berbagai dialog dengan ciri masing-masing, seperti pantun percintaan, pantun nasehat, pantun bercanda tau pantun jenaka (lelucon), dan pantun teka-teki.

Pantun juga digunakan untuk menyampikan pesan-pesan sosial secara sederhna seperti Keluarga Berencana, modernisasasi secara sekilas. Tidak mendalam. Terakhir sekali, pantun bahkan juga dimamfaatkan untuk kampanye pemilihan kepala daerah.

Hal itu menunjukkan bahwa pantun memang merupakan satu bentuk seni sastra rakyat yang bukan saja tekstual tetapi juga kontekstual, dan fleksibel, hingga selalu mampu mengikuti perkembangan zaman dan menghibur:

Pengamat Barat cenderung mengatakan dua baris awal dari pantun (sampiran) sebagai nonsens semata. Sementara dalam budaya Melayu sampiran itu menyimpan kekuatan estetik bahkan juga kerifan dan keterampilan dalam berbahasa dan berkomunikasi.

Para petinggi adat di Minangkabau, misalnya, beranggapan bahwa sampiran merupakan bahasa cerdik pandai atau cendekiawan, sementar isi adalah bahasa untuk orang kebanyakan. Penciptaan yang sesungguhnya berlangsung waktu sampiran dibuat. Sementara isi hanya mengikuti pola sampiran dengan muatan yang disesuaikan. Kata-kata pada sampiran sangat kaya dengan tanda-tanda budaya, flora dan fauna yang merupakan bagian kehidupan masyarakat.

Dalam artikel Revitalisasi Tradisi Perpantun (Negeri Pantun, 2008), Ahmadun Yosi Herfanda melihat kuatnya semangat kebangkitan budaya Melayu saat ini karena masyarakat Melayu memiliki daya resistensi yang cukup tinggi terhadap ancaman budaya global. Kesadaranan ini pulalah yang menghidupkan proses revitalisasi tradisi dimaksud.

Spirit kultural masyarakat Melayu tampaknya sedang mengalami pencerahan dan dengan lantang menyatakan jati dirinya di hadapan sejarah zaman ini.

*) Penyair dan pengamat sastra.

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar