Minggu, 05 April 2009

Tentang Kebudayaan Massa dalam Masyarakat

Judul: Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia
Penyunting: Idi Subandi Ibrahim
Edisi Kedua, Tahun 2005(?)
Penerbit: Jalasutra Yogyakarta
Tebal: xlvii + 397 halaman
Peresensi: Rimbun Natamarga
http://www.ruangbaca.com/

Idi Subandi Ibrahim pernah menyunting sebuah kumpulan tulisan tentang kebudayaan massa di Indonesia yang diberi judul Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia (Mizan, Bandung, 1997) sembari menanyakan keberadaan moralitas di dalamnya. Terlepas dari apapun moralitas yang dipertanyakan dalam produk-produk kebudayaan massa, dalam Lubang Hitam Kebudayaan (Kanisius, Yogyakarta, 2002) hasil penelitian Hikmat Budiman, generasi yang lahir dan tumbuh di dalam kebudayaan tersebut di Indonesia ini justru telah berperan penting menjatuhkan Suharto dari kekuasaannya pada tahun 1998. Generasi itu, dengan mengutip istilah Bre Redana, seorang wartawan Kompas, olehnya disebut sebagai “Generasi MTV.”

Penerbit Jalasutra akhirnya menerbitkan kembali kumpulan tulisan tersebut. Ada 24 tulisan di dalamnya ditambah semacam “Kata Pengantar” oleh penyunting. Beberapa kontributor antara lain—dapat disebutkan di sini—Ariel Heryanto, Ashadi Siregar, Bre Redana, Clifford Geertz, Danarto, Darmanto Jatman, Jalaluddin Rahmat, Keith Foulcher, Kuntowijoyo, Marwah Daud Ibrahim, Masri Singarimbun, Sapardi Djoko Damono, Sarlito Wirawan Sarwono, Umar Kayam, dan Yasraf Amir Piliang. Kesemuanya itu dibagi dalam empat bagian, yakni “Budaya Massa atau Budaya Pop: Sebuah Pendahuluan,” “Budaya Media dan Budaya Citra,” “Budaya Simbolik dan Komodifikasi Gaya Hidup,” dan “Hegemoni Kesadaran dan Industri Budaya Kapitalisme.”

Mengenai “kebudayaan massa”, ini adalah istilah kita untuk mass culture. Istilah Inggris ini konon berasal dari bahasa Jerman Masse dan Kultur. Sebenarnya istilah “kebudayaan massa” sendiri merupakan istilah yang mengandung nada mengejek atau merendahkan. Istilah ini merupakan pasangan dari high culture, “kebudayaan elite” atau “kebudayaan tinggi.”

Biasanya, istilah “kebudayaan tinggi” diacukan tidak hanya ke berbagai jenis kesenian produk simbolik yang menjadi pilihan kaum elit terpelajar dalam masyarakat Barat, tetapi juga ke segala sesuatu yang ada kaitannya dalam pikiran dan perasaan mereka yang memilih jenis kesenian dan produk simbolik tersebut. Sebaliknya, “mass” atau “masse” mengacu ke mayoritas masyarakat Eropa yang tak-terpelajar dan non-aristokratik, terutama sekali masyarakat yang sekarang ini biasa kita sebut sebagai kelas menengah bawah, kelas pekerja, dan kaum miskin. Dengan demikian, jika “kebudayaan tinggi” dikaitkan dengan mereka yang “berbudaya”, yang elit dan terpelajar, maka istilah “kebudayaan massa” dianggap milik mayoritas masyarakat tak berbudaya dan tak-terpelajar.

Dalam sosiologi, istilah “massa” mengandung pengertian kelompok manusia yang tak bisa dipilah-pilah, bahkan semacam kerumunan (crowd) yang bersifat sementara dan dapat dikatakan: segera mati. Dalam kelompok manusia yang seperti ini, identitas seseorang biasanya tenggelam. Masing-masing akan mudah sekali meniru tingkah laku orang-orang lain yang “sekerumunan.” Puncak dari tingkah laku mereka akan dilalui, katakanlah maksudnya selesai, apabila secara fisik mereka sudah lelah dan tujuan bersamanya tercapai.

Begitu pula halnya dengan kebudayaan. Kebudayaan massa lebih kurang menunjuk pada berbagai produk dan praktek-praktek kultural yang melibatkan sekumpulan besar orang tanpa organisasi sosial, adat, tradisi, struktur peran dan status, tidak memiliki kompetensi dalam menilai kualitas suatu produk budaya, dan juga…berselera dangkal! Bagi mereka yang “terjerat” di dalamnya, produk-produk dari kebudayaan massa adalah komoditas yang semata-mata ditujukan untuk konsumsi, (dan celakanya) tanpa mereka sendiri memiliki kesanggupan untuk menolaknya—meskipun umur produk-produk itu relatif sementara.

Bagaimana kita dapat mengenali produk-produk dan/atau praktek-prakteknya? Untuk mengenalinya, menurut Kuntowijoyo dalam tulisannya (“Budaya Elite dan Budaya Massa”), kita dapat lihat dari ciri-ciri yang selalu menyertainya. Sebab kebudayaan massa adalah akibat dari massifikasi. Adapun massifikasi sendiri, terjadi bila orang kebanyakan memakai simbol lapisan atas melalui proses industrialisasi dan komersialisasi dalam sektor budaya, sekalipun industrialisasi dan komersialisasi tidak selalu berarti negatif bagi budaya.

Ciri pertama adalah objektivasi; artinya, pemilik hanya menjadi objek, yaitu penderita yang tidak mempunyai peran apa-apa dalam pembentukan simbol budaya. Ia hanya menerima produk budaya sebagai barang jadi yang tidak boleh berperan dalam bentuk apapun. Ciri kedua adalah alienasi; artinya pemilik budaya massa akan terasing dari dan dalam kenyataan hidup. Dengan demikian ia juga kehilangan dirinya sendiri dan larut dalam kenyataan yang ditawarkan produk budaya. Dan ciri ketiga (ciri terakhir) adalah pembodohan, yang terjadi karena waktu terbuang tanpa mendapatkan pengalaman baru yang dapat dipetik sebagai pelajaran hidup yang berguna jika ia mengalami hal serupa.

Senada dengan itu, Sapardi Djoko Damono dalam tulisannya (“Kebudayaan Massa dalam Kebudayaan Indonesia: Sebuah Catatan Kecil”) mengatakan bahwa, pada hakikatnya yang kita risaukan adalah kebudayaan massa ini yang, sebagai akibat dari semakin berkembangnya komunikasi, memang tak dapat dihindari. Menurutnya, ada beberapa hal yang menyebabkan kerisauan kita itu: (1) kebudayaan massa diproduksi secara besar-besaran berdasarkan perhitungan dagang belaka, (2) kebudayaan massa itu merusak kebudayaan tinggi dengan cara meminjam atau mencuri atau memperalatnya, (3) kebudayaan massa menanamkan pengaruh yang sangat buruk terhadap khalayak, dan (4) penyebarluasan kebudayaan massa dianggap tidak hanya memerosotkan atau mengurangi nilai kebudayaan (tinggi) itu sendiri tapi juga menciptakan khalayak yang pasif yang sangat tanggap terhadap berbagai teknik godaan dan bujukan, sehingga membuat peluang bagi munculnya totalitarianisme.

Lantas, bagaimana kita mengenali produk-produk kebudayaan tinggi? Dalam kebudayaan tinggi, pemiliknya (1) tetap menjadi pelaku (subjek budaya); (2) tidak mengalami alienasi, dan jati dirinya tetap; serta (3) akan mengalami pencerdasan.

Bahwa pemiliknya menjadi pelaku, artinya menjadi orang yang utuh, yang identitasnya tidak tenggelam dalam budaya. Ia tetap menjadi dirinya sendiri dan ia pun berhak penuh untuk menafsirkan apa yang dialaminya. Ia tidak larut dalam objeknya, tetapi tetap menjadi subjek. Akibatnya, pemilik sekaligus pelakunya tidak mengalami alienasi. Ia akan merasa akrab dengan kehidupan, sebab disuguhkan realitas tanpa polesan. Karena menjadi pelaku yang utuh dan tak teralienasi, maka ia akan mengalami pencerdasan. Ia pun akan mendapatkan kebijaksanaan dan menjadi lebih pandai dari sebelumnya.

Sayangnya, menurut Ashadi Siregar, istilah kebudayaan massa sering disaling-pertukarkan dengan kebudayaan pop(uler), termasuk oleh penyunting buku ini. Sebab, berdasarkan pandangan MacDonald yang dikutip Hikmat Budiman dalam Lubang Hitam Kebudayaan (hal.114) tadi, keduanya memiliki perbedaan yang sering tak disadari oleh banyak orang. Pembeda paling penting di antara keduanya tidak terutama terletak pada jumlah khalayak yang menerimanya, melainkan lebih pada motif di belakang produksi yang menghasilkan dua jenis produk budaya tersebut. Budaya massa jelas budaya yang semata-mata dan secara langsung merupakan objek untuk konsumsi massa, sedangkan budaya populer tak melulu hanya dikonsumsi massa tapi juga sering dikonsumsi oleh kalangan elit-terpelajar.

Sebagai sebuah kumpulan tulisan, buku ini merupakan pengantar-memadai untuk mengenal kebudayaan massa berikut contoh-contohnya yang berkembang di Indonesia ini. Menariknya, contoh-contoh tersebut diberikan sekaligus dianalisis oleh para ahli di bidangnya. Misalnya, Clifford Geertz yang mengambil contoh “kesenian populer” dalam tradisi Jawa; Kuntowijoyo yang mengambil contoh pergeseran sensibilitas pers masa Orde Baru; Umar Kayam yang menggambarkan secara ringkas perkembangan kebudayaan massa dalam film, musik, seni pertunjukan, dan sastra; Marwah Daud Ibrahim, Danarto, Krishna Sen, dan Saraswati Sunindyo yang membahas citra wanita dalam berbagai media; atau Ashadi Siregar, Sarlito W. Sarwono dan Jalaluddin Rahmat yang mengangkat contoh gaya hidup anak muda sekarang ini; dan tak ketinggalan adalah Bre Redana serta Yasraf Amir Piliang yang membahas gaya hidup konsumerisme berikut motif di belakangnya.

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar