Selasa, 03 Februari 2009

Potret Buram Pendidikan Dalam Cerpen

I Nyoman Tingkat
http://www.balipost.co.id/

HIDUP adalah perjuangan. Karena itu, setiap manusia yang lahir ke dunia senantiasa berjuang mempertahankan eksistensinya sesuai dengan swadarma-nya masing-masing. Dalam berjuang, mereka berharap memperoleh kemenangan. Sasaran itu secara logika sah dan secara naluriah pun tidak salah.

Karena itu, bakat bawaan dan aksi profesi setiap orang berbeda-beda, maka cara berjuang pun bersifat interpersonal. Seorang tentara berjuang dengan mengangkat senjata, penari berjuang mengolah tubuh untuk mempertontonkan diri hingga menusuk hati memuaskan penonton, dan sastrawan berjuang melalui karya sastra yang dihasilkan. Cerpenis sebagai kelompok sastrawan pun tidak pernah surut perjuangannya melalui kritik-kritik yang dilancarkan. Kritik itu pada hakikatnya adalah protes terhadap keadaan yang timpang sekaligus protes terhadap (orang) yang melahirkan ketimpangan. Tegasnya, gugatan itu bersumber dari realitas sosial karena sastra (termasuk cerpen) tidak lahir dari kekosongan sosial sehingga protes sastrawan lewat karyanya mencerminkan wajah masyarakatnya.

Danarto dalam cerpennya "Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat" misalnya, melancarkan protesnya terhadap dunia pendidikan formal (sekolah) yang cenderung verbalistik, jauh dari keseharian anak-anak dan masyarakat lingkungannya. Anak-anak dipenjara dalam tembok kelas. "Mengapa mesti belajar di dalam kelas saja? Apakah padang rumput yang luas itu bukan kelas?"

Begitu pula cerpen Putu Wijaya dalam judul "Merdeka". Dalam cerpen ini Putu mengisahkan Merdeka yang lahir bersamaan dengan ulang tahun Kemerdekaan dinilai sangat jenius, melebihi kemampuan teman sebayanya.

Kejeniusannya inilah membuat Merdeka sangat disegani teman-temannya. Tapi gurunya dibuat kesal. Karena itulah Merdeka tidak lulus lantas mengumpat teman-temannya yang berkemampuan pas-pasan. Dari sini pula Merdeka melancarkan protes terhadap dunia pendidikan. "Teman-teman Merdeka yang goblok semuanya mendapat pekerjaan dan jabatan. Bahkan yang dulu lulus karena membeli ijazah dan nodong kepala sekolah mendapat posisi penting. Merdeka melihat kejanggalan itu dengan jijik. Ia merasa diperlakukan tak adil. Kontan saja ia mencak-mencak, berkoar menggelar aksi protes".

Ditautkan dengan sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia saat ini, kedua cerpen tersebut terasa pas dan kontekstual sehingga tidak salah panitia "Siswa Bertanya Sastrawan Bicara" akhir Agustus 2002 lalu memilihnya sebagai materi pelecut mencegah kelumpuhan siswa dalam mengapresiasi sastra. Lebih-lebih dengan cerpen Putu Wijaya itu, tingkat aktualitas dan kontekstualitasnya saat ini begitu menyengat ditautkan dengan pemberitaan media massa tentang program sarjana 3,5 bulan dan 1,5 tahun yang dibenarkan karena menggunakan pasal rupiah.

Protes terhadap dunia pendidikan yang buram itu juga dilakukan Seno Gumira Ajidarma melalui cerpen "Pelajaran Mengarang". Cerpen terbaik pilihan Kompas 1993 ini mengisahkan seorang siswa kelas V, Sandra, yang gagal menyelesaikan tugas mengarang yang diberikan oleh Ibu Guru Tati. Dalam waktu 60 menit Sandra hanya menghasilkan suatu potongan kalimat dalam karangannya: "Ibuku seorang pelacur...."

Kebingungan yang dialami murid ketika mendapat tugas mengarang, dalam cerpen itu, ditampilkan melalui sosok Sandra. Melalui tokoh ini pula pengarang sesungguhnya sedang melancarkan protes terhadap rendahnya budaya menulis di kalangan siswa. Selain itu, melalui cerpen ini, pengarang juga memprotes bias pendidikan: aturan norma yang ditanamkan dan disuburkan di sekolah ternyata amat tandus dan kering di lingkungan masyarakat. Ada kesenjangan antara sekolah dan masyarakat dalam penyelarasan nilai-nilai etika moral berbangsa dan bernegara.

Potret buram pendidikan seperti itu juga menjadi bahan kontemplasi AA Navis dalam salah satu cerpennya, "Sang Guru Juki" (2001). Dalam cerpen ini AA Navis, melalui tokoh Si Dali, melancarkan protes terhadap Juki yang meninggalkan tugas mengajar agar tidak disangka mengkhianati teman-teman yang berjuang menegakkan kebenaran. Alih profesi dari guru ke pejuang yang dilakukan Juki menodai dunia pendidikan. Betapa tidak, Juki yang berangkat dari guru menjadi pejuang tega-teganya meninggalkan anak-istrinya dengan dalih berjuang, lalu kawin lagi di setiap tempat pengungsian. Juki kawin lebih dari tiga kali. Itu artinya ia laki-laki tukang kawin sekaligus tukang cerai.

Dengan watak guru Juki seperti itu, dapat dibayangkan bagaimana nasib anak-istri pertamanya yang ditinggal dengan drama sandiwara yang dibungkus lewat profesi pejuang perang. Dari sini terlukis betapa pendidikan anak dalam keluarga terabaikan dan pendidikan formal di sekolah tak terurus sepenuh hati.

Setting cerita masa revolusi fisik yang digambarkan AA Navis dalam cerpen ini memberikan petunjuk bahwa sejak awal kemerdekaan perhatian terhadap dunia pendidikan begitu memprihatinkan. Suatu hal yang amat kontroversial bagi negeri yang mencantumkan tujuan pendidikan dalam UUD-nya dengan kalimat indah: mencerdaskan kehidupan bangsa.

Justru Mundur

Potret buram pendidikan juga tersirat dalam cerpen "Festival Matajen" karya Made Wianta. Cerpen yang dinobatkan sebagai salah satu cerpen terbaik Bali Post 2001 -- dalam buku "Obituari Bagi yang Tak Mati" (OBYTM) ini menyoroti betapa kroposnya nilai-nilai pendidikan sehingga tajen (judi) disahkan sebagai sarana menggali dana untuk pembangunan pura. Melalui tokoh Pan Suci yang guru, pengarang memprotes cara-cara penggalian dana lewat judi apalagi untuk membangun pura. Tapi protes Pan Suci berbuah kecewa. Suaranya nyaris tak terdengar di tengah-tengah suryak siu warga Banjar Delod Pangkung.

Masih dalam buku OBYTM, dalam cerpen "Omong Kosong" pun Imtihan Taufan menyoroti telah terjadinya keganjilan dalam dunia pendidikan kita. "Para kurawa bernyanyi dalam seragam Pandawa dan berteriak-teriak menjadi pemilik kebenaran". Selanjutnya disebutkan, "Kami muak angka-angka biru. Semua adalah omong kosong. Biarlah angka-angka merah menjadi penghias, sebab jalanan adalah sekolah yang paling indah dan mendebarkan hati".

Begitu banyaknya cerpen bertebaran menyuarakan protes terhadap dunia pendidikan di negeri ini, tetapi dunia pendidikan kita tidak mengalami kemajuan, justru mengalami kemunduran. Ini diakui Taufiq Ismail saat penutupan SBSB akhir Agustus 2002 lalu. Katanya, jagat pendidikan Indonesia 78 tahun silam sama dengan Amerika sekarang. Bukankah ini sebuah kemunduran bagi pendidikan Indonesia hari ini?

Kemunduran itu makin kentara ketika jual beli ijazah dan gelar diobral dengan rupiah. Gila gelar mewarnai jagat pendidikan kita bersamaan dengan kemerosotan moral dan mental bangsa yang kian menjadi-jadi. Parameternya terlihat dari semakin seringnya negeri ini mendapat predikat terkorup dalam berbagai survai tingkat regional maupun internasional.

Sadar akan keadaan bangsa yang kian memprihatinkan itu, rupanya cerpenis berusaha menepuk bahu para pengambil kebijaksanaan melalui cerpen-cerpennya. Mengingatkan penguasa dengan cara berbudaya dan manusiawi. Masalahnya, masih tersisakah waktu untuk baca sastra termasuk cerpen? Jika tidak, marilah kita belajar malu mengatakan diri sebagai bangsa berbudaya luhur. Orang berbudaya itu senantiasa baca sastra. Dengan demikian, protes yang dilakukan oleh orang berbudaya terhadap dunia pendidikan, pada hakikatnya merupakan potret buram pendidikan yang perlu segera mendapat perhatian dan perbaikan demi kelangsungan hidup berbangsa yang berperadaban. Bangsa seperti yang dicita-citakan itu mustahil terwujud tanpa perhatian serius terhadap dunia pendidikan. Cerpenis telah memberikan atensinya, kini tinggal aplikasinya di jajaran elite bangsa.

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar