Jumat, 22 Agustus 2008

Nekromansi

A Rodhi Murtadho

Nekromansi menggejala. Banyak orang percaya akan perkataan Ilyas. Masa depan. Ketertarikan pengetahuan membuat pasien mendatanginya. Terutama mengenai jodoh, rezeki, bahkan kematian. Ihwal yang seharusnya hanya diketahui Tuhan. Keberanian Ilyas sudah melebihi batas. Mendahului Tuhan. Banyak Kyai, pendeta, biksu, dan banyak tokoh agama bersatu mengenyahkannya. Memusnahkan perbuatan Ilyas bahkan bisa jadi Ilyas sendiri yang akan dipancung.

Orang-orang terus berbondong-bondong mendatangi Ilyas. Ingin mengatahui nasibnya. Pemberitaan miring mengenai Ilyas seakan menjadi ajang promosi bagi Ilyas untuk menjadi terkenal. Lantaran tak ada tindakan tokoh agama untuk menghakiminya. Cuma omong kosong, gembar-gembor Ilyas pada setiap pasiennnya.

Banyak paranormal lain yang merasa tersaingi. Segala macam teluh dikirim. Bahkan berebutan untuk mencengkeram Ilyas. Namun semua juga berebut cepat-cepat ingin pulang kembali pada majikannya. Teluh-teluh kalah dengan aura pengaruh dari tubuh Ilyas. Berbagai macam teror dilakukan namun hasilnya juga nihil. Ilyas tetap hidup dan makin kokoh.

Ketentraman sudah hilang. Mencekam. Banyak teluh yang nyasar. Memang datang kepada Ilyas namun kembalinya banyak yang nyasar. Akibatnya banyak yang terkena teluh. Malah pasiennya bertambah. Banyak yang datang juga minta diusirkan teluh yang menempel pada diri mereka. Tentu saja hal ini makin membuat gemas para paranormal yang lain. Orderan mereka sepi. Mereka yang menggantungkan hidup pada profesi paranormal harus mencari peluang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ijasah yang mereka punyai, yang sempat dianggurkan lama, dipergunakan lagi. Ada yang menjadi kuli bangunan, kernet bus, pemulung, tukang servis, tukang becak, atau menjadi karyawan pabrik. Banyak yang kembali lagi pada profesi mereka sebelum menjadi paranormal.

Seloroh Ilyas semakin membumi. Ia layaknya artis atau pejabat negara yang terkenal dalam waktu singkat. Ukiran-ukiran perkataannya menancap begitu dalam. Seperti dewa yang mengeluarkan petuah. Semua menurut. Tak ada protes. Tarifnya makin mahal. Hanya kalangan menengah ke atas saja yang bisa menjangkaunya. Terutama artis yang banyak datang untuk menanyakan kepopulerannya. Atau pejabat yang ingin menanyakan kesuksesannya. Bahkan hartawan yang terlau sibuk mencari uang hingga lupa jodohnya, datang dan menanyakan calon pasangannya. Yang lebih tidak dimengerti, presiden-presiden dari berbagai negara menanyakan mengenai negaranya dan akhir karir mereka. Menjadi pecundang, menjadi penjahat, atau menjadi semakin populer.

“Mbah Ilyas, bagaimana saya bisa mewujudkan kemakmuran negeri kami? Juga kemakmuran saya pribadi seusai menjabat. Tolong carikan jalan hingga saya bisa menjadi seorang pahlawan bagi negeri. Bukan sebagai pecundang di masa pensiun dalam usia tua,” ungkap penerjemah bapak presiden manca negara.

Ilyas tertunduk sebentar. Memang ia hanya mengerti bahasa negerinya. Komat-kamit mulutnya disertai gerakan yang tak teratur. Matanya seperti hilang kesadaran. Wajah terlihat memucat. Tak ada degup jantung sepertinya atau pun nafas yang menyertai kehidupannya. Ilyas seperti mati. Badan tampak kaku. Namun masih duduk bersila dengan tangan tergeletak di paha.

Ilyas ingat istrinya yang pergi meninggalkannya. Sebelum menjadi sepopuler saat ini, Ilyas adalah seorang penganggur. Sumini, istrinya, tak betah hidup melarat tercekik hutang. Ia pergi dengan laki-laki lain. Wajah Sumini terus saja melekat pada ritualnya kali ini. Di hadapan presiden manca negara Ilyas tiba-tiba menangis. Bisikan-bisikan halus yang hanya didengarnya sendiri membuatnya semakin tak bisa menahan air matanya.

“Sumini meninggal,” lamat-lamat Ilyas mendengarnya.
Tak seperti biasannya. Ilyas menanyakan masalah pasien dan akan ada jawban untuk si pasien. Namun jawaban yang didapat mengenai Sumini, masalahnya sendiri.
***

Sumini yang sumringah dengan senyumnya terus saja membangkitkan gairah. Tak ada yang mampu menolaknya. Laki-laki yang berbirahi normal tentu tak akan melewatkannya. Lesung pipi seakan mengundang Ilyas untuk segera menggumulinya. Dada yang mendongkol membuat Ilyas enggan melepaskan gairah. Melepaskan kepenatan bekerja sebagai buruh pabrik. Penghasilan yang jelas tak cukup memenuhi segalanya dalam gemerlap kehidupan.

Ilyas bertambah panas. Dalam matanya hanya ada Sumini. Segala kekuatan tertuju pada istrinya. Menancapkan gairah yang kian membara. Mengumpat segala kenikmatan. Jerit ranjang menerbangkan segala peluh yang mengucur. Mulus dan licin kulit makin mengencangkan lingkar tangan. Lidah yang halus saling mereguk kesegaran. Menyatu. Tangan tak pernah sekali pun berhenti mengendus setiap lekuk. Memainkannya. Degup jantung mengencang tak terkontrol makin mempercepat deru nafas. Mata yang terpejam tak juga membuat tidur. Saling lunglai dalam kepasrahan. Ilyas dan Sumini kemudian bersatu dengan malam.

Keadaan terus saja berubah. Ilyas tiba-tiba dipecat dari pabrik. Pengurangan karyawan. Ilyas mulai menganggur. Tak ada penghasilan. Hutang makin menumpuk. Kegelisahan makin menjadi. Tak ada modal untuk buka usaha sendiri. Atau tak ada tempat untuk menerimanya hanya sekadar menggaji seharga enam piring makanan sehari. Jalan buntu di depan. Segala malu membebani dalam setiap kerdipan mata.

Kegelisahan dalam kesendirian ditinggal Sumini terus melayangkan pikiran. Perut yang makin berdendang dengan nada saling menggesek perih tak juga membuat Ilyas sekejab bisa memejamkan mata. Pikirannya memancar ke segala arah. Mencuat tak henti. Berlompatan. Ada yang datang dan ada yang segera pergi. Sumini pergi dengan laki-laki lain.

Awalnya Ilyas selalu menepis segala bisikan yang menyertainya. Tak mau menjadi gila dengan kesedihannya. Tak mau menuruti ajakan suara. Namun perihnya perut menjadikannya penurut. Ilyas selalu menang taruhan. Seakan tahu masa depan. Berceramah layaknya dai. Beraksi menemukan segala kemegahan dengan pembacaan peluang yang tepat. Hutangnya terbayar. Hidupnya serba kecukupan. Hasil ramalannya membuat orang-orang tak segan membayarnya mahal ketika mereka menang togel.

Bisikan itu terus saja mengajak Ilyas untuk melakukan upacara malam hari. Ritual dengan kemenyan. Memperkuat naluri. Menambah ilmu kadikjayaan. Ilyas tak bisa melepaskan cengkraman suara. Sebenarnya pun Ilyas enggan untuk membuangnya. Satu-satunya sumber penghasilan. Orang membayarnya ketika dirinya menjadi gila dengan menuruti perkataan suara itu.

Mantra-mantra terus berdatangan tak diundang. Lekat dalam otak tanpa menghafal. Tak tahu kini Ilyas menyembah siapa. Asalkan bisa melanjutkan hidup dengan gelimang harta. Tak peduli sebutan orang-orang. Paranormal. Namun seolah menjadi bangga dengan sebutan itu. Semua orang menjadi takut. Tak berani menyentuh atau mendekat. Semakin sakti. Yang tak kasat mata mulai menampakkan diri dalam ritualnya. Mengkomunikasikan apa yang ditanya atau memberitahu yang terjadi atau yang akan terjadi.

Sakit hati kepada laki-laki pembawa Sumini membuat Ilyas kalap. Meminta mantra yang mujarab. Ajaib. Tak bisa disembuhkan. Teluh. Segera mengirimnya. Rambut dan pakaian Sumini yang tertinggal dijadikan alat. Meminang beberapa penyakit dan menjatuhkannya tepat pada laki-laki yang membuatnya kehilangan istri.
***

Kucuran deras air matanya membuat ngeri presiden manca negara dan penerjemahnya. Tak mengetahui atau berani menanyakannya pada Ilyas. Hanya menunggu apa yang akan diucapkannya. Perasaan was-was terus menggelayut di setiap aliran darah. Membuat mereka terus berpikir tak karuan.

Ilyas tak pernah menyangka. Teluh yang dikirimkan pada laki-laki pembawa Sumini sangat manjur hingga membuatnya meninggal. Namun kesetian macam apa yang dilakukan Sumini. Mengapa ia ikut mati bersama laki-laki itu. Padahal ia tak pernah menunjukkan kesetiaan semacam itu kepadanya. Mungkin kalau ia mau kembali pada Ilyas, akan menjadi perempuan dengan gelimang harta. Tak seperti dulu. Ia semakin tak mengerti akan apa yang diinginkan Sumini. Air matanya terus mengucur. Apa mungkin suara yang didengarnya mulai bohong kepadanya. Namun Ilyas tahu, suara itu tak sekalipun pernah berbohong.

“Pak presiden, maafkan saya! Istri saya meninggal dunia di sana bersama laki-laki yang membawanya kabur. Saya baru saja diberitahu.”
“Oleh siapa Mbah?” suara penerjemah menyambung lidah majikannya menyahuti pernyataan Ilyas.
“Suara yang selau mengikuti saya. Suara yang selau memberi tahu masa depan. Suara yang menjadikan saya paranormal. Suara yang menjadikan saya sukses dan terkenal sampai saat ini.”
“Jadi, suara itu yang menjadikan Mbah seorang paranormal. Karena Mbah percaya dengan suara itu?”
“Bagaimana saya harus menghindar. Kalau ada tempat yang bisa membebaskan saya dari suara itu tentu saya akan ke sana dan akan hidup di sana. Saya tahu hanya kematian pintunya. Itu pun saya diberitahu suara itu.”

Rasa tak percaya semakin membingungkan presiden dan penerjemahnya. Tak tahu apa yang sebenarnnya yang terjadi. Tak tahu pula mengapa parnormal seterkenal Ilyas membuka rahasianya. Sekilas tebersit dalam benak yang mulai ragu. Mungkinkah paranormal, dukun, yang terkenal sampai manca negara merupakan orang gila. Namun bagaimana orang-orang bisa yakin dan mempercayainya. Bagaimana mungkin setiap perkataannya menjadi kenyataan?

“Bagaimana dengan pertanyaan kami tadi Mbah? Apa sudah ada jawaban? Berapa lama lagi kami harus menunggu?”

Ilyas hanya diam. Seakan ditepisnya perkataan orang nomor satu di negerinya. Hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Air matanya tak bisa berhenti. Mulutnya terus berkomat-kamit. Tangannya terus saja membakar kemenyan. Menjaga wangi yang memang sudah tercipta. Diambilnya setangkup kembang yang sudah tersedia. Dimasukkan dalam bara kemenyan yang mengepul. Seakan meleleh dan menghilang.

“Semoga kau menerimanya, Dik!” ucap Ilyas dengan nada pilu bercampur haru.

Ditatapnya dua orang yang berada tepat di depannya. Belum juga berkutik. Bertahan meminta jawaban. Tak dilepaskan tikaman matanya pada dua orang itu. Mereka terdiam. Saling memandang. Tak juga bergerak. Kecuali degup jantung dan hembusan nafas pelan. Semakin terbawa penasaran yang makin menjadi-jadi.

“Tolong kau katakan pada majikanmu, kalau pertanyaannya tak bisa kujawab sekarang. Mungkin juga nanti, tidak. Saya tak bisa meramal diri sendiri. Katakan juga kalau saya akan berhenti menjadi paranormal dan hidup sewajarnya. Kalau nanti suara itu terus datang, lebih baik saya akan masuk rumah sakit jiwa. Saya sudah gila.”

Diam menyentak. Tak ada tutur yang lebih berarti selain merenung. Ilyas memejamkan mata. Kedua orang yang ada di hadapannya hanya menyiratkan kebingungan dan penasaran yang dalam. Tak ada senyum. Bahkan pandangan Ilyas tak mengantar mereka keluar dari pintu.

Air mata yang sudah lama tak keluar kembali menetes. Mengucur deras. Retasan penyesalan kembali merangsek dalam jajaran gelap pandang. Bayang-bayang kenangan datang. Mendesak dan meracau. Mengumpat di sela-sela kebimbangan.

Sepi dirasa. Tawa sudah sirna. Harapan takkan pernah membuka kesempatan lagi. Hidup takkan ada sinar dengan kemewahan yang didapat. Tambatan hati untuk berbagi takkan pernah kembali. Salah diri. Ilyas hanya memaki.

“Tenanglah Ilyas. Relakan Sumini pergi. Kau bisa mendapatkan banyak perempuan yang kau mau dengan kemewahanmu,” suara tiba-tiba memunculkan diri tanpa ada panggilan dari Ilyas.

“Tak usah kau menghiburku. Aku bukan anak kecil yang mudah kau rayu. Aku tak menginginkan perempuan lain lagi selain Sumini. Itu mengapa aku kirimkan teluh kepada suaminya yang baru. Aku berharap Sumini akan kembali lagi padaku. Bukan seperti ini. Kau tak pernah mengatakan kalau akibat teluh yang kukirimkan bisa menyebabkan Sumini bunuh diri,” Ilyas menampakkan kemarahan.

“Jangan kau salahkan aku! Kau sendiri tak bertanya padaku. Aku takkan memberi tahu. Sesuai perjanjian. Kau bertanya, aku menjawab.”
“Bangsat kau! Pergi saja dariku. Aku sudah muak mendengar ocehanmu.”

Ilyas kembali meratap. Tak menemukan diri lagi ketika kuasa suara terus saja membuntuti. Sumini telah berpulang. Kesetiaan yang sungguh luar biasa. Ilyas ingin melakukan kesetiaan yang sama kepada Sumini. Ilyas ingin berpulang.

Lamongan, 11 Juli 2006

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar