A Rodhi Murtadho
Nekromansi menggejala. Banyak orang percaya akan perkataan Ilyas. Masa depan. Ketertarikan pengetahuan membuat pasien mendatanginya. Terutama mengenai jodoh, rezeki, bahkan kematian. Ihwal yang seharusnya hanya diketahui Tuhan. Keberanian Ilyas sudah melebihi batas. Mendahului Tuhan. Banyak Kyai, pendeta, biksu, dan banyak tokoh agama bersatu mengenyahkannya. Memusnahkan perbuatan Ilyas bahkan bisa jadi Ilyas sendiri yang akan dipancung.
Orang-orang terus berbondong-bondong mendatangi Ilyas. Ingin mengatahui nasibnya. Pemberitaan miring mengenai Ilyas seakan menjadi ajang promosi bagi Ilyas untuk menjadi terkenal. Lantaran tak ada tindakan tokoh agama untuk menghakiminya. Cuma omong kosong, gembar-gembor Ilyas pada setiap pasiennnya.
Banyak paranormal lain yang merasa tersaingi. Segala macam teluh dikirim. Bahkan berebutan untuk mencengkeram Ilyas. Namun semua juga berebut cepat-cepat ingin pulang kembali pada majikannya. Teluh-teluh kalah dengan aura pengaruh dari tubuh Ilyas. Berbagai macam teror dilakukan namun hasilnya juga nihil. Ilyas tetap hidup dan makin kokoh.
Ketentraman sudah hilang. Mencekam. Banyak teluh yang nyasar. Memang datang kepada Ilyas namun kembalinya banyak yang nyasar. Akibatnya banyak yang terkena teluh. Malah pasiennya bertambah. Banyak yang datang juga minta diusirkan teluh yang menempel pada diri mereka. Tentu saja hal ini makin membuat gemas para paranormal yang lain. Orderan mereka sepi. Mereka yang menggantungkan hidup pada profesi paranormal harus mencari peluang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ijasah yang mereka punyai, yang sempat dianggurkan lama, dipergunakan lagi. Ada yang menjadi kuli bangunan, kernet bus, pemulung, tukang servis, tukang becak, atau menjadi karyawan pabrik. Banyak yang kembali lagi pada profesi mereka sebelum menjadi paranormal.
Seloroh Ilyas semakin membumi. Ia layaknya artis atau pejabat negara yang terkenal dalam waktu singkat. Ukiran-ukiran perkataannya menancap begitu dalam. Seperti dewa yang mengeluarkan petuah. Semua menurut. Tak ada protes. Tarifnya makin mahal. Hanya kalangan menengah ke atas saja yang bisa menjangkaunya. Terutama artis yang banyak datang untuk menanyakan kepopulerannya. Atau pejabat yang ingin menanyakan kesuksesannya. Bahkan hartawan yang terlau sibuk mencari uang hingga lupa jodohnya, datang dan menanyakan calon pasangannya. Yang lebih tidak dimengerti, presiden-presiden dari berbagai negara menanyakan mengenai negaranya dan akhir karir mereka. Menjadi pecundang, menjadi penjahat, atau menjadi semakin populer.
“Mbah Ilyas, bagaimana saya bisa mewujudkan kemakmuran negeri kami? Juga kemakmuran saya pribadi seusai menjabat. Tolong carikan jalan hingga saya bisa menjadi seorang pahlawan bagi negeri. Bukan sebagai pecundang di masa pensiun dalam usia tua,” ungkap penerjemah bapak presiden manca negara.
Ilyas tertunduk sebentar. Memang ia hanya mengerti bahasa negerinya. Komat-kamit mulutnya disertai gerakan yang tak teratur. Matanya seperti hilang kesadaran. Wajah terlihat memucat. Tak ada degup jantung sepertinya atau pun nafas yang menyertai kehidupannya. Ilyas seperti mati. Badan tampak kaku. Namun masih duduk bersila dengan tangan tergeletak di paha.
Ilyas ingat istrinya yang pergi meninggalkannya. Sebelum menjadi sepopuler saat ini, Ilyas adalah seorang penganggur. Sumini, istrinya, tak betah hidup melarat tercekik hutang. Ia pergi dengan laki-laki lain. Wajah Sumini terus saja melekat pada ritualnya kali ini. Di hadapan presiden manca negara Ilyas tiba-tiba menangis. Bisikan-bisikan halus yang hanya didengarnya sendiri membuatnya semakin tak bisa menahan air matanya.
“Sumini meninggal,” lamat-lamat Ilyas mendengarnya.
Tak seperti biasannya. Ilyas menanyakan masalah pasien dan akan ada jawban untuk si pasien. Namun jawaban yang didapat mengenai Sumini, masalahnya sendiri.
***
Sumini yang sumringah dengan senyumnya terus saja membangkitkan gairah. Tak ada yang mampu menolaknya. Laki-laki yang berbirahi normal tentu tak akan melewatkannya. Lesung pipi seakan mengundang Ilyas untuk segera menggumulinya. Dada yang mendongkol membuat Ilyas enggan melepaskan gairah. Melepaskan kepenatan bekerja sebagai buruh pabrik. Penghasilan yang jelas tak cukup memenuhi segalanya dalam gemerlap kehidupan.
Ilyas bertambah panas. Dalam matanya hanya ada Sumini. Segala kekuatan tertuju pada istrinya. Menancapkan gairah yang kian membara. Mengumpat segala kenikmatan. Jerit ranjang menerbangkan segala peluh yang mengucur. Mulus dan licin kulit makin mengencangkan lingkar tangan. Lidah yang halus saling mereguk kesegaran. Menyatu. Tangan tak pernah sekali pun berhenti mengendus setiap lekuk. Memainkannya. Degup jantung mengencang tak terkontrol makin mempercepat deru nafas. Mata yang terpejam tak juga membuat tidur. Saling lunglai dalam kepasrahan. Ilyas dan Sumini kemudian bersatu dengan malam.
Keadaan terus saja berubah. Ilyas tiba-tiba dipecat dari pabrik. Pengurangan karyawan. Ilyas mulai menganggur. Tak ada penghasilan. Hutang makin menumpuk. Kegelisahan makin menjadi. Tak ada modal untuk buka usaha sendiri. Atau tak ada tempat untuk menerimanya hanya sekadar menggaji seharga enam piring makanan sehari. Jalan buntu di depan. Segala malu membebani dalam setiap kerdipan mata.
Kegelisahan dalam kesendirian ditinggal Sumini terus melayangkan pikiran. Perut yang makin berdendang dengan nada saling menggesek perih tak juga membuat Ilyas sekejab bisa memejamkan mata. Pikirannya memancar ke segala arah. Mencuat tak henti. Berlompatan. Ada yang datang dan ada yang segera pergi. Sumini pergi dengan laki-laki lain.
Awalnya Ilyas selalu menepis segala bisikan yang menyertainya. Tak mau menjadi gila dengan kesedihannya. Tak mau menuruti ajakan suara. Namun perihnya perut menjadikannya penurut. Ilyas selalu menang taruhan. Seakan tahu masa depan. Berceramah layaknya dai. Beraksi menemukan segala kemegahan dengan pembacaan peluang yang tepat. Hutangnya terbayar. Hidupnya serba kecukupan. Hasil ramalannya membuat orang-orang tak segan membayarnya mahal ketika mereka menang togel.
Bisikan itu terus saja mengajak Ilyas untuk melakukan upacara malam hari. Ritual dengan kemenyan. Memperkuat naluri. Menambah ilmu kadikjayaan. Ilyas tak bisa melepaskan cengkraman suara. Sebenarnya pun Ilyas enggan untuk membuangnya. Satu-satunya sumber penghasilan. Orang membayarnya ketika dirinya menjadi gila dengan menuruti perkataan suara itu.
Mantra-mantra terus berdatangan tak diundang. Lekat dalam otak tanpa menghafal. Tak tahu kini Ilyas menyembah siapa. Asalkan bisa melanjutkan hidup dengan gelimang harta. Tak peduli sebutan orang-orang. Paranormal. Namun seolah menjadi bangga dengan sebutan itu. Semua orang menjadi takut. Tak berani menyentuh atau mendekat. Semakin sakti. Yang tak kasat mata mulai menampakkan diri dalam ritualnya. Mengkomunikasikan apa yang ditanya atau memberitahu yang terjadi atau yang akan terjadi.
Sakit hati kepada laki-laki pembawa Sumini membuat Ilyas kalap. Meminta mantra yang mujarab. Ajaib. Tak bisa disembuhkan. Teluh. Segera mengirimnya. Rambut dan pakaian Sumini yang tertinggal dijadikan alat. Meminang beberapa penyakit dan menjatuhkannya tepat pada laki-laki yang membuatnya kehilangan istri.
***
Kucuran deras air matanya membuat ngeri presiden manca negara dan penerjemahnya. Tak mengetahui atau berani menanyakannya pada Ilyas. Hanya menunggu apa yang akan diucapkannya. Perasaan was-was terus menggelayut di setiap aliran darah. Membuat mereka terus berpikir tak karuan.
Ilyas tak pernah menyangka. Teluh yang dikirimkan pada laki-laki pembawa Sumini sangat manjur hingga membuatnya meninggal. Namun kesetian macam apa yang dilakukan Sumini. Mengapa ia ikut mati bersama laki-laki itu. Padahal ia tak pernah menunjukkan kesetiaan semacam itu kepadanya. Mungkin kalau ia mau kembali pada Ilyas, akan menjadi perempuan dengan gelimang harta. Tak seperti dulu. Ia semakin tak mengerti akan apa yang diinginkan Sumini. Air matanya terus mengucur. Apa mungkin suara yang didengarnya mulai bohong kepadanya. Namun Ilyas tahu, suara itu tak sekalipun pernah berbohong.
“Pak presiden, maafkan saya! Istri saya meninggal dunia di sana bersama laki-laki yang membawanya kabur. Saya baru saja diberitahu.”
“Oleh siapa Mbah?” suara penerjemah menyambung lidah majikannya menyahuti pernyataan Ilyas.
“Suara yang selau mengikuti saya. Suara yang selau memberi tahu masa depan. Suara yang menjadikan saya paranormal. Suara yang menjadikan saya sukses dan terkenal sampai saat ini.”
“Jadi, suara itu yang menjadikan Mbah seorang paranormal. Karena Mbah percaya dengan suara itu?”
“Bagaimana saya harus menghindar. Kalau ada tempat yang bisa membebaskan saya dari suara itu tentu saya akan ke sana dan akan hidup di sana. Saya tahu hanya kematian pintunya. Itu pun saya diberitahu suara itu.”
Rasa tak percaya semakin membingungkan presiden dan penerjemahnya. Tak tahu apa yang sebenarnnya yang terjadi. Tak tahu pula mengapa parnormal seterkenal Ilyas membuka rahasianya. Sekilas tebersit dalam benak yang mulai ragu. Mungkinkah paranormal, dukun, yang terkenal sampai manca negara merupakan orang gila. Namun bagaimana orang-orang bisa yakin dan mempercayainya. Bagaimana mungkin setiap perkataannya menjadi kenyataan?
“Bagaimana dengan pertanyaan kami tadi Mbah? Apa sudah ada jawaban? Berapa lama lagi kami harus menunggu?”
Ilyas hanya diam. Seakan ditepisnya perkataan orang nomor satu di negerinya. Hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Air matanya tak bisa berhenti. Mulutnya terus berkomat-kamit. Tangannya terus saja membakar kemenyan. Menjaga wangi yang memang sudah tercipta. Diambilnya setangkup kembang yang sudah tersedia. Dimasukkan dalam bara kemenyan yang mengepul. Seakan meleleh dan menghilang.
“Semoga kau menerimanya, Dik!” ucap Ilyas dengan nada pilu bercampur haru.
Ditatapnya dua orang yang berada tepat di depannya. Belum juga berkutik. Bertahan meminta jawaban. Tak dilepaskan tikaman matanya pada dua orang itu. Mereka terdiam. Saling memandang. Tak juga bergerak. Kecuali degup jantung dan hembusan nafas pelan. Semakin terbawa penasaran yang makin menjadi-jadi.
“Tolong kau katakan pada majikanmu, kalau pertanyaannya tak bisa kujawab sekarang. Mungkin juga nanti, tidak. Saya tak bisa meramal diri sendiri. Katakan juga kalau saya akan berhenti menjadi paranormal dan hidup sewajarnya. Kalau nanti suara itu terus datang, lebih baik saya akan masuk rumah sakit jiwa. Saya sudah gila.”
Diam menyentak. Tak ada tutur yang lebih berarti selain merenung. Ilyas memejamkan mata. Kedua orang yang ada di hadapannya hanya menyiratkan kebingungan dan penasaran yang dalam. Tak ada senyum. Bahkan pandangan Ilyas tak mengantar mereka keluar dari pintu.
Air mata yang sudah lama tak keluar kembali menetes. Mengucur deras. Retasan penyesalan kembali merangsek dalam jajaran gelap pandang. Bayang-bayang kenangan datang. Mendesak dan meracau. Mengumpat di sela-sela kebimbangan.
Sepi dirasa. Tawa sudah sirna. Harapan takkan pernah membuka kesempatan lagi. Hidup takkan ada sinar dengan kemewahan yang didapat. Tambatan hati untuk berbagi takkan pernah kembali. Salah diri. Ilyas hanya memaki.
“Tenanglah Ilyas. Relakan Sumini pergi. Kau bisa mendapatkan banyak perempuan yang kau mau dengan kemewahanmu,” suara tiba-tiba memunculkan diri tanpa ada panggilan dari Ilyas.
“Tak usah kau menghiburku. Aku bukan anak kecil yang mudah kau rayu. Aku tak menginginkan perempuan lain lagi selain Sumini. Itu mengapa aku kirimkan teluh kepada suaminya yang baru. Aku berharap Sumini akan kembali lagi padaku. Bukan seperti ini. Kau tak pernah mengatakan kalau akibat teluh yang kukirimkan bisa menyebabkan Sumini bunuh diri,” Ilyas menampakkan kemarahan.
“Jangan kau salahkan aku! Kau sendiri tak bertanya padaku. Aku takkan memberi tahu. Sesuai perjanjian. Kau bertanya, aku menjawab.”
“Bangsat kau! Pergi saja dariku. Aku sudah muak mendengar ocehanmu.”
Ilyas kembali meratap. Tak menemukan diri lagi ketika kuasa suara terus saja membuntuti. Sumini telah berpulang. Kesetiaan yang sungguh luar biasa. Ilyas ingin melakukan kesetiaan yang sama kepada Sumini. Ilyas ingin berpulang.
Lamongan, 11 Juli 2006
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 22 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar