Liza Wahyuninto
“Aku masih seperti yang dulu Nin! Masih senang mendengar adzan untuk kemudian aku mendoakan keberhasilanku di esok hari. Aku memang belum merasakan doa itu mempengaruhi pekerjaanku, tapi aku yakin doa setelah adzan itu memang terkabul. Mungkin saja Tuhan belum mendengar doaku, mungkin pula Malaikat rahmat salah alamat dalam mengirimkan rizki, atau aku yang berdoa tidak terlalu khusyu’. Nin, aku tidak mau memaksa Tuhan untuk mengabulkan doaku! Aku tidak ingin menyalahkan malaikat yang begitu patuh kepada sang pencipta-Nya. Aku hanya menyalahkan takdir yang kadang berbalik arah. Aku ini Yuyun, seorang bocah yang mengaku anak rembulan karena mengerti perangai rembulan. Ya Nin, aku begitu paham pergerakan bulan, ini malam ke berapa dan kapan padang bulan akan tiba, kapan gerhana bulan akan tiba, semuanya aku tahu. Semuanya aku tahu, Nin! Nina, kadang aku ingin sekali bunuh diri seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang kerapkali kudengar pada berita di televisi. Tapi aku takut, aku takut dosa. aku takut jasadku tak diterima bumi, ulatpun enggan memakan tubuhku. Aku takut ruhku melayang, tidak diterima neraka, surgapun enggan. Aku tegaskan padamu Nin, aku tidak ingin seperti Chairil Anwar yang begitu yakin bahwa ia ingin hidup lebih dari seribu tahun lagi. Bagiku hidup satu hari lagi bagaikan mengiris urat nadi sendiri. Bukankah kemarin kau menanyakan kepadaku apa perbedaan aku dan Chairil Anwar karena sajakku mirip dengan sajak-sajaknya. Itulah bedanya Nin! Chairil Anwar senang dan ingin hidup lebih lama meskipun ternyata takdir tidak menghendaki demikian, sementara aku tidak menyenangi hidup dan berusaha untuk memperpendek usiaku dan ternyata takdir masih mengijinkanku untuk menapaki hidup yang bagiku teramat berat”.
Sampai di ucapan tersebut, aku ingin sekali menitikkan air mata. Tapi aku tidak ingin Nina masuk ke dalam ceritaku, biarlah aku yang merasakan, cukuplah Nina sekedar pendengar cerita-ceritaku saja. Nina bagiku adalah obat, obat penenang di kala aku sedang gundah. Ketika aku patah semangat, saat payung duka selimuti hati, aku selalu bercerita pada Nina. Aku tidak peduli apakah Nina akan mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibirku, aku juga tidak peduli jika kemudian Nina tidak memberikan saran atau masukan tentang kisahku. Bagiku aku adalah pencerita, tugasku adalah bercerita. Sementara Nina, Nina adalah pendengar. Itulah hubungan antara aku dan Nina.
Aku tahu bahwa Nina mendengar dengan cermat setiap kata yang kulontarkan, aku juga paham bahwa Nina berusaha untuk memahami bahasa mataku yang katanya bahasa mata lebih jujur daripada bahasa lidah. Pernah suatu ketika, saking asyiknya Nina menatap mataku, ternyata aku telah selesai bercerita. Tapi itu tidak mengapa, tohaku puas dapat menyelesaikan ceritaku. Dan aku tidak begitu peduli jika Nina dapat merasakan kepuasan dan dapat memahami ceritaku dengan menatap mataku lebih lekat. Tidak mengapa jika Nina mengibaratkan dirinya sebagai Rumi sementara aku adalah Tabriznya. Rumi dapat melihat Tuhan dari mata Tabriz, dan Tabriz dapat melihat Tuhan karena Rumi baginya adalah cermin. Namun aku perlu membatasi diri, aku tidak semulia Syamsi at-Tabriz yang mampu membuat sang Rumi lupa akan segalanya, bahkan anak istri dan murid-muridnya.
“Yun, kau ingin tahu kenapa kau menyenangi adzan? Bukan karena kau dapat berdoa setelahnya. Kau ingin tahu kenapa, doa-doamu belum terkabul? Bukan karena Allah tidak mendengar, bukan karena Malaikat Rahmat salah alamat, bukan karena suratan takdirmu jelek, bukan karena itu. Kau ingin tahu kenapa kau begitu bangga dengan gelar anak rembulan pada dirimu? Bukan karena kau paham betul perangai, perilaku dan apapun mengenai rembulan, bukan itu! Kau tentu paham dogma, apapun yang kau lakukan dalam hidup tidak dapat lepas dari dogma yang selama ini kau terima. Kau menyenangi adzan karena selama ini kau diajari bahwa doa setelah adzan adalah doa paling makbul, berdoalah di sana dan tentu doamu akan diterima. Itu dogma Yun! Malaikat kau salah-salahkan karena doamu kau rasa belum tersampaikan. Bukan tidak disampaikan oleh malaikat, bukan tidak diterima oleh Tuhan. Bukankah ada adab dalam berdoa? Bagaimana sikap dalam berdoa? Tidak sembarangan! Tidak semudah yang kau bayangkan! Kau begitu senang dengan sebutan anak rembulan, bukan karena kau paham betul tingkah laku rembulan. Bukankah itu ada ilmunya, setiap orang dapat memahaminya. Kalau begitu, setiap orang yang paham tingkah laku rembulan dapat disebut anak rembulan donk? Kau senang dipanggil anak rembulan karena kau ingin disebut demikian. Kau ingin agar ada yang berbeda antara dirimu dengan yang lain. Bukankah itu pandanganmu mengenai perbedaan antara kau dan Chairil Anwar?”
“Cukup…Cukup Nin!”.
Entah kenapa, tiba-tiba aku ingin sekali membantah kalimat-kalimat yang meluncur dari bibir Nina. Ada sesuatu yang mengganjal hatiku, ada kalimat-kalimat yang tidak ingin kudengar. Aku juga heran kenapa tiba-tiba Nina menanggapi cerita-ceritaku. Kenapa tidak dari dulu, kenapa tidak sejak awal dia demikian. Bagaimana aku tak heran, ternyata gadis yang selama ini begitu pendiam tiba-tiba berbicara begitu lurus dan tiada henti. Apakah ia telah memendam ini sejak awal dan seolah bom waktu sedang menunggu waktu yang tepat untuk meledakkannya? Apakah ada kalimat yang tidak ingin ia dengar? Atau adakah kata-kata yang tanpa kusadari menyakiti hatinya, dan membuatnya ingin menyatakan kalimat-kalimat tersebut?
“Nina, Aku sedang tidak ingin berdebat filsafat di sini. Aku juga tidak ingin berdebat mengenai teori kebenaran. Bukan karena aku tak paham dengan istilah-istilah yang kau sebutkan. Aku tak ingin menanggapi pernyataanmu,. Itu saja. Tapi aku hanya ingin bercerita. Sebagaimana berita dan cerita-cerita di televisi yang tidak dapat kita sanggah meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Aku ingi bercerita saja, tidak ada sanggahan tidak ada pertanyaan. Aku memang egois, tapi bukankah itu sudah lama kau ketahui. Jadi izinkan aku melanjutkan dan menyelesaikan ceritaku. Aku sudah cukup terhibur jika kau mau mendengarnya. Toh, selama ini kau tidak pernah memberikan masukan bukan?”
Nina terdiam, kulihat matanya menyala. Mungkin aku telah menyinggungnya. Tapi aku tidak peduli. Yang aku tahu Nina menunggu kelanjutan ceritaku. Ia masih terdiam, dan melihat suasana hening itu aku beranikan untuk meneruskan ceritaku.
“Nin, kau percaya takdir kan? Aku ditakdirkan hidup lama, tapi aku ingin mati secepatnya. Bagiku segala yang ada di dunia ini, di hadapanku dan segala apa yang kulihat adalah beban. Beban karena terlampau indah untuk kusentuh, untuk kutemani, dan untuk kumiliki. Jadi cukuplah bagiku untuk melihatnya saja tanpa harus menyentuhnya, cukuplah mendengarnya saja tanpa harus merabanya, dan cukuplah bagiku merasakan saja tanpa harus memiliki. Maaf Nin, aku memaksamu untuk mendengarkan ini. Tapi ini mungkin adalah cerita terakhirku. Setelah itu aku takkan mendatangimu lagi untuk bercerita. Sudah berapa ribu kisah kuceritakan padamu, meski kau tak pernah tertidur walau ini seperti dongeng. Nina, semalam aku melihat cahaya biru kemerahan. Awalnya, cahaya itu kecil seperti bintang lalu membesar laksana bulan. Iya ada dua bulan tadi malam kulihat, tapi itu hanya dalam mimpiku. Kemudian membesar dan menimpaku hingga aku terbangun. Kau tahu Nin, kulihat sekujur tubuhku membiru.”
Kuhentikan ceritaku sejenak dan menunjukkan kulitku yang masih membiru.
“Ini Nin, lihatlah! Tubuhku membiru”
Nina mengamatiku, mulutnya setengah terbuka menandakan ia terperangah.
“Yun..!”
Aku tersenyum.
“Iya Nin, aku bahagia. Mungkin dengan ini aku akan segera mati. Jadi selamat tinggal Nina, kau adalah pendengar terbaik yang pernah kutemui. Esok, jika kau merindukan ceritaku lagi kau boleh menuliskan kisah-kisah yang pernah kuceritakan padamu. Dan aku akan sangat bahagia jika kau mau menuliskan itu untukku. Satu hal Nina, aku masih seperti yang dulu. Takkan berganti seperti mawar kekeringan, aku takkan berubah seperti kepompong yang tiba-tiba menjadi kupu-kupu. Aku masih Anak Rembulan, dari kumpulannya terbuang, begitu kata Chairil Anwar.”
Nina menunduk, perlahan kulihat ada bening menetes dari matanya kemudian meleleh perlahan menelusuri pipinya dan bermuara ke bumi.
“Nina, malam ini aku ingin tidur tanpa mimpi. Jangan coba bangunkan aku esok hari, segeralah mandikan aku, kafani aku, dan bila tak keberatan sholatilah aku, dan kuburlah aku!”
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar